Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

Rela Privat Nari Demi Seleksi GMB

Mengambil keputusan untuk mengikuti wawancara langsung ke Jakarta merupakan sebuah pilihan yang tepat. Sekarang saya rasakan sendiri dampak dari keputusan yang saya ambil setelah dinyatakan tidak lulus menjadi peserta GMB 2014.


Beberapa hari sebelum terbang ke Jakarta, ketika salah seorang panitia seleksi GMB 2014 mewawancarai saya via telpon Jakarta-Banda Aceh, diujung sambungan telepon si pewawancara bertanya, 

“Apakah kamu bersedia ke Jakarta untuk mengikuti wawancara langsung di hadapan tim penyeleksi, dengan tanggungan sendiri?" 

Tanpa berfikir panjang sore itu, sekitar jam tiga dengan lantang saya langsung menjawab siap!
Tidak hanya siap, tapi dipertegas dengan kata ‘sangat’ jadinya sangat siap.

Begitulah jawaban seekor "katak dalam tempurung," yang belum pernah kemana-mana melihat dunia luar, dikala mendapat pancingan ke Jakarta dia langsung kecantol, walaupun itu harus pakek fulus sendiri. Beyond yourself (Ada fulus urusan jadi mulus, gak ada fulus aku mamfus)

Pertimbangan saya siang itu, kalau bukan tahun ini kapan lagi bisa ke Jakarta? Apa kata pak SBY ntar, "Katanya kamu penduduk Indonesia, tapi ke Jakarta saja belum pernah!" Saat itu presiden kita masih pak SBY.

Saya khawatir tidak bisa memberi jawaban kalau-kalau pertanyaan itu nanti yang ditanyakan pak SBY. Ngitung-ngitung, saat itu umur saya juga belum berkepala satu dan barusaja selesai diwisuda. 

“Hey boy, gak cukup kamu melihat keindahan Jakarta cuma lewat televisi!”

Serasa pak SBY membentak saya, untuk segera memesan tiket pesawat jurusan Banda Aceh-Jakarta. "Baik pak, laksanakeeen..!" 
 

Kembali ke wawancara via telepon di hari seleksi. Setelah berandai-andai seperti sedang mendengar suara pak SBY, tiba-tiba suara pewawancara berganti, dari yang tadinya suara cowok beralih ke suara nyaring milik seorang cewek. Suaranya nyaring bener, terngiang-ngiang: itu suara kak Sherly, GMBer 2012.

Pewawancara yang cewek ini memperkenalkan dirinya, Selamat sore Muna, kami dari tim penyeleksi peserta GMB 2014. Lalu kak Sherly bertanya, “Kamu suka seni, kamu bisa nari, kamu bisa nyanyi?" Tiga pertanyaan sekaligus menimbun-nimbun  teliga. Konsentrasi hampir buyar karena keasikan menikmati sura manis cewek yang masuk runner up program I'm President yang diselenggarakan channel Berita Satu. Sempat nyesal juga sih karena gak sempat merekam suaranya. Sekedar informasi, sekarang ini gadis kelahiran Lhoeksumawe, Aceh itu sedang membintangi sebuah serial TV bertajuk 'Diary Keluarga Ummi'.

Tanpa menunggu lama, seusai menerima pertanyaan darinya, saya langsung menjamak ketiga pertanyaan tadi dengan satu ketegasan jawaban, masih seperti tadi, masih menggunakan kata ‘sangat’: jadinya sangat bisa saya menari, saya sangat suka seni, dan sangat bisa saya bernyanyi. Suara Sherly masih terdengar,

“Ya sudah kamu nyanyi sekarang, kamu mau nyanyi lagu apa?”

Saya membatin, ini cewek serius nyuruh saya nyanyi, kirain bercanda? Akhirnya saya menurutinya. Kalau saya menolak dan mengulur-ngulur waktu, takutnya nanti si panitia seleksi kesal.

Sekitar jam tiga siang, di kamar orang pulak, saya bernyanyi. Si Anak pemilik kamar (sekaligus dia yang juga ponaan) bersitatap lama dengan saya. Saya tahu apa yang sedang dia pikirkan,

“Ini orang cari gara-gara atau apa ya? Apa gak lihat mama papaku lagi istirahat siang. Masak nyanyi di kamar orang (ya iyalah dikamar orang, masak di kamar kebooo)”

Bodo amat, ngapain dipikir, lagian pintu kamar juga sudah dikunci dan hanya kami berdua di dalam, mana mungkin suara terdengar keluar: Membalas tatapan dia yang tajam dan penuh makna tersebut.

"Sssst.." Walau masih kecil, dia sudah paham saat saya menempel satu jari telunjuk di permukaan mulut itu pertanda isyarat diam. 

***

Sore konyol itu hanya dia (ponaan) seorang diri yang mendengar saya bernyanyi (audisi ala seleksi GMB), selain dua orang pewawancara di sambungan telepon. Tidak peduli dengan tatapan penuh makna miliknya, mulailah saya bernyanyi dengan tangga nada E Minor: satu tembang ‘Ya Rabbana', milik Rafly, lagu ini biasanya sering dipakai untuk mengiringi audiovisual tentang tragedi Tsunami. Rafly merupakan penyanyi kondang asal Aceh, kalau di tingkat nasional yang saya tahu Rafly pernah berkolaborasi dengan seorang composser terkenal, Dwiki Dharmawan, di salah satu channel TV Nasional..’ Selain itu, karya-karya Rafly juga pernah menjadi soundtrack film, salah satunya Hafalan Shalat Delisa.
***
Para GMBer yang dimuliakan Tuhan, itu kali pertama saya benyanyi di sambungan telepon. Sebelumnya saya hanya bernyanyi di kamar mandi, sepanjang jalan pulang dari perjalanan jauh.

Dulu sekali saya hanya bernyanyi kalau ada anak gadis orang yang memintanya, tapi sore itu tidak tahu kepada siapa suara logam ini saya alamatkan? Siapa yang sedang mendengar disana?

Usai beryanyi, tiba-tiba masuk pewawancara laki, beliau nyeletuk, saya sebutin aja deh namanya, bang Azwar (Saya tahu itu suara bang Az setelah sering mendengar bang Az berbicara di GMB dengan ke khasan yang dimilikinya). Entah itu ngejek atau bukan? Atau mungkin karena suara saya seperti motor rusak, sampai-sampai bang Az mengatakan,

”Munawar, kamu mau dengar saya nyanyi?” Wadduuuh, Dalam hati, “Ini orang ngejek atau ngajak ya?" Emot: Gerammmm sampe keluar asap lewat telinga”

 ***
Namanya juga orang pengen lulus, disuruh apapun tetap saja nurut. "Tadi kamu bilang, kamu juga bisa menari. Tarian apa yang kamu bisa?" Itu bukan lagi suara bang Az, ternyata Sherly belum diam, saya kira gilirannya sudah selesai. 

Sherly belum berhenti bertanya, "kamu bisa tarian apa?" Dengan cepatnya… “Likok Pulo mbak” (Salah satu nama tarian di Aceh, selain Saman, Rapai Geleng, Ratoeh Duek, seudati dan lain-lain).”

Jujur, saya sendiri tidak tahu seperti apa Likok Pulo. Tahu namanya saja karena saya sering dengar-dengar dari teman kuliah yang aktif di sanggar kampus.

Senjata makan tuan.
Ternyata setiap jawaban yang saya utarakan membuat saya kalang kabut, barusan saya menjawab, saya bisa menari, tapi nyatanya TIDAK !
***

Mencoba berfikir jauh sampai ke Jakarta sana. Bagaimana, dan apa yang akan saya persembahkan di sesi seleksi cultural performance di Jakarta nanti, kalau menari saja tidak bisa, kalau tarian daerah asal saja  tak ada satupun yang saya kuasai?

Karena merasa punya tanggung jawab atas setiap jawaban, selang beberapa hari setelah wawancara hari itu usai, saya kepikir untuk mencari seorang guru privat: Kursus singkat belajar nari. Tapi siapa, siapa dan siapa orangnya? Setelah bertapa di beberapa gunung keramat di Aceh, akhirnya saya menemukan orangnya, pilihannya jatuh pada seorang temen satu kampus yang tinggal sekomplek dengan dengn saya di perumnas "elit". Dia ini aktif di sanggar dan sudah terlalu sering keluar daerah cuma buat nari .

Besoknya kita buat janjian, malamnya dia langsung bertandang ke kosan. Saya bercerita sedikit alasan kenapa kenapa harus belajar nari. Berharap supaya tidak muncul pertanyaan, "Kok tumben-tumbennya kamu belajar nari, badan kamu kaku kek robot mana bisa nari."

Saya menceritakan semua ke dia kenapa, dia mendengarnya dengan khidmat sampai akhirnya dia lupa melesakan pertanyaan satire;  badan kamu kaku kek robot mana bisa nari.

Saya sampaikan ke dia, coba kamu perhatikan mata saya baik-baik dan tiduuuur, huuu, gariiing..
Bukan-bukan (kok jadi keinget hipnotis)

"Coba kamu lihat ke aku, turunkan pandanganmu lekat-lekat dari ujung rambut sampai ujung kaki, lalu kamu pikirkan dari sekian banyak tarian Aceh yang pernah kamu pelajari, mana tarian Aceh yang mudah dipelajari?" 

Saya melihat seperti ada emot boh lamp ala BBM yang menyala di atas kepalanya, tuiiing: 
"Kayaknya Likok Pulo bisa Mun, karena gerakannya tidak begitu rumit, kamu hanya tinggal menguasai beberapa gerakan saja yang mau kamu tampilkan nanti di hari seleksi. Dan kamu ngak harus belajar semua gerakan." Emot boh lamp itu hilang.  

Tidak tahu kenapa pilihannya jatuh ke Likok Pulo. Ya mungkin ada benarnya juga alasan-alasan yang disampaikannya, gerakan likok pulo mudah untuk diikuti.

"Likok Pulo Mun, lukok pulooo. Likok Pulo cocok untuk droe keuh: likok pulo cocok untukmu).

"Oke, Farhan..!" Nama teman saya yang akan didapuk jadi guru kursus nari adalah, Farhan. Farhan anak sanggar dan dia udah sering keluar daerah tampil nari dimana-mana.

Farhan, guru privat nari

"Farhan, ini tidak ada pemaksaan ya, aku hanya meminta kerelaan kamu untuk mengajari ku tarian likok pulo, bisa tidak?" Tanpa ba bi bu atau ta ti tu"Sip sip, bisa Mun." 

Karena merasa mendapat respon yang bagus, saya menawarkan diri saya yang menemuinya, "Han, nanti pas belajar nari aku saja yang ketempat kamu, yaaa? Dia menggeleng,

"Gak war, gak-gak, aku aja yang ke kos kamu, ditempat aku gak ada space untuk kita belajar nari."

Baik betul ini anak, udah aku yang minta, dia pula yang ketempat aku
(Ku doa-in dia semoga jebol beasiswa ke luar negeri) Dan ternyata Tuhan mengabulkan doa saya, sekarang Farhan sedang melanjutkan studi S2 nya di Mesir.

***
Jangan tanya seperti apa privat nari berlangsung, yang pasti kita privat menggunakan ruang kamar tidur kosan dengan menyingkirkan kasur butut, tumpukan kain-kain bersih, buku-buku yang berhamburan di kamar lalu menyulapnya menjadi sebuah stage datar untuk menari (stange tidak berkaki).

Empat kali pertemuan dengan Farhan, jadi dah si Likok Pulo. Siapa yang tidak seneng, kalau keinginannya tercapai. Target dan goal yang saya inginkan, nanti saya harus bisa menari Likok Pulo di Jakarta di hari seleksi, ataj paling tidak bisa meniru beberapa gerakan. That's it..!

Saya yakin sekali, dengan ditangani dan mendapat bimbingan Farhan, goal tersebut akan tercapai. Tujuan terbang ke Jakartka-ke gedung Kemenpora RI untuk mengikuti seleksi, tapi tidak dengan tanpa persiapan kan GMBers. Sekaligus ingin menunjukkan bukti ke hadapan tim penyeleksi atas jawaban pertanyaan wawancara sebelumnya: Apakah kamu bisa menari?
****

Do your Strugle, you will get it


Beberapa minggu setelah seleksi Nasional diselenggarakan, website GMB memuat halaman khusus: pengumuman kelulusan.

And Taraaa: Tidak ada nama saya disana. Saya mendapat vonis tidak Lulus, sempat menggalau beberapa hari. Hingga akhirnya nurani memerintahkan untuk mengambil alternatif kedua: mengapply jadi volunteer. Lolos jadi volunteer, tapi ternyata ada kejutan lain. Saya percaya sebuah kutipan yang saya ambil dari caption DP BBM seorang teman :"Yang namanya mantan itu akan terlihat cantik ketika dia menjadi milik orang lain.."

Eh bukan-bukan: "Yang namanya usaha tidak pernah mengkhianati hasil..!"  

 ***
Itulah sebabnya kenapa, ketika kemarin ada sms yang masuk ke hp saya, lalu si pemilik sms bertanya, "Muna, apa makna kebahagian bagi kamu? Tentu berada di GMB dan menikmati setiap perjuangan untuk menembus kesana adalah jawabannya. Untuk konteks seleksi GMB: Saya menikmati betul tetes demi tetes perjuangan untuk masuk ke program pemuka pemuda bergengsi satu ini. Saya menemukan kebahagiaan disini. Selain kebahagiaan itu bisa juga saya temukan apabila saya sempat menghabiskan usia tua bersama seseorang yang amat saya cintai.

I Find My Happyness here #GMB. 

Kejutan hingga penyemetan Pin Peserta GMB 2014


Daftar segera untuk menjadi bagian dai GMB:
"Sempat gagal menjadi peserta, apply lagi biar bisa jadi volunteer (bukan peserta). Bagaimanapun caranya, saya harus menjadi bagian dari keluarga besar GMB terserah itu peserta atau volunteer. Walaupun akhirnya, entah apa pertimbangan tim penyeleksi, dari status yang awalnya saya sebagai Voluteer GMB 2014, dalam sebuah moment surprise saya resmi "dipinang" menjadi peserta GMB 2014."
GMB of Family

 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages