Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Jauh Sebelum Hari Ini

 Saat-saat menjelang tidur merupakan salahsatu titik dimana anak-anak usia remaja kerap kali berpikir tentang masa depan mereka. Aku termasuk salah satu dari sekian banyak anak usia remaja Indonesia yang masih hidup sampai hari ini, walaupun sebentar lagi akan lapuk. Kekhawatiranku soal masa depan sudah terpikirkan sejak lama, bahkan jauh-jauh hari sebelum aku tamat kuliah dan memilih untuk menulisnya di sini.

“Sepuluh atau lima tahun kedepan, barangkali itu terlalu lama? Jangankan di rentang bilangan angka tersebut, dua atau tiga tuhun kedepan saja aku belum tentu yakin dan tahu pasti: Nanti Aku Akan Jadi Apa?” batinku di penghujung malam. Ngomong-ngomong, kalian sudah tahu belum dua atau tiga tahun kedepan, kalian mau jadi apa?  

Terkadang saat aku hendak tidur dan ketika mata ini belum mau dipejamkan, pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap kali menghampiri hingga membuat mata dan hati juga sulit terpejam. Memang benar kata orang, gelisah itu sering bikin orang gak tidur-tidur. Tapi enggak lah, masak iya? buktinya alunan Kitaro mampu membuatku tenggelam malam ini, aku terlelap.

Setelah kupikir-pikir, mungkin penyebab seringnya aku terseret dalam memikirkan masa depan yang terlalu jauh dikarenakan aku terlalu sering menonton film dan membaca buku cerita bertema mimpi dan masa depan. Seharusnya tak usah dulu ku ngomong soal masa depan yang terlalu jauh. Sekiranya saja aku sanggup menanggung sendiri biaya kos-kosan, makan sehari tiga kali dengan lauk telor dadar masakan padang dan bilangan rupiah ongkos pangkas rambut tak lagi kuminta si tukang pangkas untuk mencatatnya di buku catatan hutang. Sungguh sekiranya saja aku mampu berada pada keadaan yang demikian, aku sudah harus banyak-banyak bersyukur pada Tuhan pemilik langit. Tapi dengan catatan semua biaya kebutuhan sehari-hari bukan lagi uang kiriman dari kampung halaman: Menandakan bahwa aku sudah mandiri.

***
Hari ini usiaku sudah betambah satu tahun lagi dan pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan masih saja berlalu lalang dalam tempurung kepalaku. Di suatu pagi menjelang siang, sekali waktu aku pernah iseng bertanya pada kakek akibat dibujuk jin baik bernama Qarin yang bersembunyi dalam diriku. 

Di sela-sela waktu kakek sedang beristirahat dari lelahnya sehabis pulang mencangkul tanah sawah, "Kek, sebetulnya kakek menginginkan aku jadi apa?"

Nenekku yang cantik hatinya baru saja menghidangkan segelas kopi pancung ke hadapan kakek, kulihat kopi itu masih berasap-asap dan harumnya tercium. Dan rokok daun (Aceh-rukok oen) yang terikat seperti ikatan sapu lidi tidak pernah jauh-jauh dari kakek. Kakek menaruh ikatan rokok tersebut disamping gelas kopi yang barusaja dihidangkan nenek, lengkap dengan korek yang diletakkan bertindihan.

Di kampung kakek, korek yang sekarang terkenal dengan sebutan (mancis) berwarna-warni itu belum begitu akrab di kalangan orang tua. Kakek masih menggunakan korek biji berwarna kuning biru, bergambar perahu dan ada tulisan 'Dollar' di belakangnya, "Terserah sama kamu mau jadi apa saja, asalkan pekerjaanmu itu tidak menjebloskanmu ke dalam jeruji penjara.!"

Kakek melepaskan topi cowboy yang dipakainya, kemudian ia mengipas-ngipasi tubuh yang masih berkeringat. Aku mulai merapatkan diri ke hadapan kakek hingga bau khas keringat menyengat orang yang baru pulang dari sawah itu tercium jelas, masuk ke dalam lobang hidung, "Dulu bapak, ayahku yang sekarang pernah gak menanyakan hal ini pada kakek. Apakah dulu kakek pernah punya keinginan supaya ayah jadi pegawai? hingga kakek menyekolahkannya sampai ayah jadi pegawai seperti sekarang?”

Kakek yang sedang melinting tembakau (Aceh-bakoeng) untuk disulapnya menjadi sebatang gulungan rokok orang tua, memperlihatkan rawut wajah dan mengernyit kebingungan, “Maksudmu bagaimana?” Sejenak aku berpikir bagaimana cara meringkas pertanyaan ini menjadi mudah dimengerti dan langsung ke intinya, “Hmm begini, mungkin dulu ketika ayah bertanya pada kakek: Bagusnya ia jadi apa? Pernah tidak—kakek langsung memperlihatkan keinginan yang besar agar ia menjadi seorang pegawai? begitu maksud cucumu ini, Kek,” ucapku sambil mencoba-coba melinting tembakau tapi enggak bisa-bisa, aku baru sadar ternyata skill melinting itu hanya dimiliki kakek.

Kakek menoleh, “Oh tidak, kakek hanya menyekolahkan ayahmu saja semampu kakek dan dengan bekal yang ada, kakek juga tidak pernah menduga kalau ujung-ujungnya ia akan menjadi pegawai seperti sekarang.”

Aku yang sudah mulai larut dalam obrolan hanya bisa termangut-mangut mendengar paparan kakek, “Jadi bagaimana juga itu ceritanya sampai ayah jadi seorang pegawai, Kek?”

Lintingan rokok daun yang berisi tembakau kelas bawah itu sudah jadi, sekarang tinggal lagi dibakar untuk menikmati sensasi nikmatnya, “Ayahmu jadi seperti sekarang hanya faktor keberuntungan saja. Jadi dulu itu kebutuhan guru besar tapi yang mau sekolah sangat sedikit, karena ayahmu mau sekolah makanya ia jadi kayak sekarang. Mungkin, ya itu hanya untuk mengisi kekosongan saja”

Kakek terkekeh bersamaan dengan keluarnya kepulan asap rokok lewat mulut dan lobang hidungnya, “ Mungkin kalau kakek mau sekolah seperti ayahmu, kakek juga sudah jadi pegawai (Aceh-peugawe), Hehe.." Kakek kembali terkekeh dalam candaannya.    

Selepas menghidangkan segelas kopi pancung, nenek kembali melanjutkan aktivitasnya memasak di luar rumah untuk menyiapakan menu masakan siang bersama cucunya. Rumah kakek dan nenek kecil, tidak ada ruang khusus untuk memasak di dalamnya seperti rumah-rumah zaman sekarang, sementara lapak dapur berada di luar rumah. Aku dan kakek tahu kalau nenek sedang memasak di luar karena asap yang membumbung dan kobaran api menyala yang sedang memakan kayu bakar itu tampak dari celah-celah dinding rumah kayu. Aroma menu masakan siang yang sedang di perapian dan harum daun melinjo muda yang sengaja digoreng dengan minyak kelapa menusuk hidung, tercium hingga ke dalam rumah.

Aku tahu, kalau 'Kerupuk Melinjo' yang sering disebut “Keurupuk Mulieng” itu kalian sering melahapnya, dan aku juga tahu, sedikit sekali diantara kalian yang pernah melahap daun melinjo muda yang digoreng khusus pakek minyak kelapa hasil perasan kaum nenek-nenek di kampung. 

Waktu makan siang hampir tiba dan kakek belum juga bisa lepas dari cerutu kelas terinya. Gulungan asap tak henti-henti mengepul di depan wajah sang kakek hingga menutupi sebagian wajahnya yang mulai sedikit keriput, "Nenek memasak khusus buatmu siang ini. Tadi pagi, sebelum kakek pergi ke sawah, ia meminta kekek untuk berbelanja ke pasar, karena ia tahu siang ini cucunya datang untuk menyantap makan siang bersamanya..”

Mendengar kata-kata "Memasak Khusus", aku melompat dari tempatku duduk mengobrol. Penasaran bukan buatan: Sespesial apa sih isi panci siang ini? Aku berjalan ke belakang mencari sumber aroma masakan, tapi tak sampai keluar menuju hingga dapur, hanya mengintipnya saja lewat celah-celah dinding rumah yang tembus ke luar. Dan tampaklah nenek di sana yang sebentar-sebentar mengecek masakan spesialnya dengan membuka tutup panci berulang kali: Apa isi panci sudah bisa diangkat atau belum?

Nah diantara aktivitas buka tutup-buka tutup panci itulah terlihat apa yang sedang dimasaknya. Salah satu jenis masakan khas orang-orang di kampung, tapi aku suka: Kuah Pliek U yang berasap-asap dan diikuti gelembung-gelembung kecil.

Sementara masakan sebelumnya yang sudah jadi: Ada potongan ikan asin, teri sambal kacang, daun melinjo muda yang baru selesai digoreng. Semuanya sudah dipisah-pisah dalam piring kecil (Aceh-cupe).

Ditambahlagi jagung rebus hasil kebun kakek yang sudah dipotongan-potong dan kini ditaruhnya di dalam mangkuk plastik berwarna ungu.  Maknyuuuss.!!

Eh, ada yang ngiler rupanya, iya aku.

****
Aku rindu kedua orang ini. Dan sekarang saat aku menulis tentang keduanya, aku baru sadar ternyata aku hanya baru menulis beberapa keping kenangan manis saja bersama mereka yang telah tiada itu, aku pilu.

Representasi Aku Bersamanya

Jauh beberapa tahun setelah kuburan kakekku kering, nenekku yang cantik hatinya dan jago memasak 'Kuah Pliek U' itu juga ikut menyusul sang kakek. Dan kini mereka dikubur di atas permukaan tanah yang berdekatan.
Doa cucumu menyertai kalian berdua..



Share:

Gaya Lama Quentin Tarantino

Sepertinya sudah menjadi ciri khas seorang Quentin Tarantino menghadirkan sebuah tonjokan di menit-menit awal pada setiap film garapannya. Tidak dengan Djanggo Unchained yang dibintangi Jamie Foxx dan Christoph Waltz, begitu juga yang terlihat di Hateful Eight yang menjagokan Samuel L Jackson dan Kurt Russel. Masih dengan tampilan dulu di Django, Tarantino belum bisa berhijjrah, sang sutradara masih senang menghadirkan tokoh-tokoh dalam filmnya tampil dalam balutan kostum cowboy.
Quentin Tarantino
Derector
Sebelum menonton film ini, penonton tidak tahu bagaimana cara Quentin Tarantino dengan begitu ajaibnya berhasil mengikat para penonton di depan layar laptop selama dua jam setengah, guna menonton film yang hanya bersetting-kan tempat cuma dua tempat saja: tempat bersalju entah itu di kaki gunung es dan di dalam sebuah bangunan rumah, boleh juga dikatakan sebuah warung atau tempat peristirahatan dari perjalan jauh. Itulah dua setting tempat yang akan penonton dapati selama menonton film ini hingga selesai. Pengalaman saya menonton, jujur; di menit-menit awal saya benar-benar merasa bosan dan mengantuk dengan sajian tontonan satu ini. Tak ubahnya seperti Skripsi yang terdiri dari Bab-bab (chapter). Menonton film yang release 2015 ini benar-benar bikin mata terasa berat untuk terus terbelalak di depan layar laptop, terlebih lagi kalau menontonnya saat sedang lelah atau pas didatangi rasa kantuk, apalagi..

Tapi dialog-dialog menarik dalam film dan rasa penasaran yang dititipkan dalam alam bawah sadar penonton oleh si sutradara sekaligus juga penulis skenario film ini: Quantin Tarantino, mengenai pertanyaan kenapa seorang John Ruth (Kurt Russel) yang berkumis lentik tebal awut-awutan itu menyandera seorang wanita bernama Daisy Domorgue (Jennifer Jason Leigh)? Dan kenapa si lelaki berlaku begitu kasar terhadap wanita tersebut? Sama sekali tidak gentle, perlakuan Russel terhadap wanita yang sudah tak berdaya itu begitu kasar. Pastinya ini akan membuat bagi penonton wanita merasa geram karena salahsatu dari kaum mereka diperlakukan demikian. 

Dengan kondisi pergelangan tangan yang dirantai dan dikaitkan pada pergelangan si penyandera, dalam keadaan didudukkan dalam sebuah kereta kuda yang berjalan diatas permukaan bersalju. Wanita berambut pirang yang dirantai tangannya itu sesekali dihantam dengan ujung sikut lalu ditokok dengan ekor senjata laras panjang. Ini yang kemudian membuat penonton bertanya-tanya siapa dan mengapa wanita malang tersebut disandera dan mendapat perlakuan kasar dari seorang laki-laki yang konon katanya dilahirkan ke dunia ini sebagai pelindung seorang wanita? Ini yang kemudian membuat penonton bertanya-tanya sepanjang laptop hidup.

Film ini terdiri dalam 8 Bab cerita, lalu Tarantino menjadikan Bab 8 jadi Bab 1, artinya film Hateful Eight beralur mundur. Di tengah-tengah perjalanan cerita penonton juga akan menemukan alur yang maju mundur. Sedikit cerita: Pasca peristiwa besar entah itu peperangan yang bergolak di Amerika muncullah sederet nama-nama yang hendak diburu, deretan nama yang lengkap dengan sepak terjang masing-masing. Yang kemudian nama-nama buruan itu masuk dalam list Most Wanted Man or Woman. Dengan jaminan, siapa saja yang mampu menangkap hidup-hidup salah satu dari mereka yang menjadi buruan hingga berhasil membawanya ke tiang gantungan di Rock Wood akan diberikan sejumlah uang. Salahsatu nama yang masuk dalam daftar buruan berhadiah itu adalah si wanita kurang beruntung yang disandera tadi. Hadiah bagi yang berhasil menangkap si wanita akan memperoleh bayaran tertinggi dibandingkan sejumlah nama buruan lain. Sampeyan tahu berapa harga kepala wanita itu? Pokoknya bayaran bounty-nya menggiyurkan, kalau sampeyan ikut main di film ini sampeyan pasti tertarik.

Walaupun film Djanggo Unchained bertemakan ‘Perbudakan dan pemburu hadiah (bounty Hunter), Di Hateful Eight, Tarantino masih juga menghadirkan tontonan yang bersinggungan dengan tema Bounty Hunter. Mayor Marquis Warren yang diperankan Samuel L Jackson adalah salah seorang pemburu hadiah di film tersebut. Nama dan wibawa Warren sudah diketahui oleh banyak para Bounty Hunter yang lain. Warrent juga yang akan menuntuntun para penonton dalam mencari jawaban terhadap rasa penasaran: Siapa sebenarnya si wanita tadi dan kenapa mereka rela bunuh-bunuhan demi si wanita? Bahkan mereka sampai saling meracuni: cara membunuh paling dingin tapi jelas mematikan yang digambarkan dalam film ini. Untuk jelasnya, silakan nonton saja filmnya tapi harus sabar ya dalam menunggu kejutan demi kejutan. Oya, sekedar info, Channing Tatum juga ikut main di film yang keren bin beken ini, disini dia sebagai Jody.


Tapi sayang, di akhir cerita seorang Mayor Marquis Warren harus merelakan satu paket biji pelir lengkap dengan batangnya sekalian ludes habis diterjang peluru. Itu ulah dari kekejaman Channing Tatum yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah cerita. Channing Tatum tak lain adalah saudara laki-lakinya si wanita yang disandera. Diam-diam dia datang untuk meloloskan kakaknya dari penyanderaan. Yang patut disayangkan sang mayor, masa depan Mayor Marquis Warren hilang dibawa lari oleh satu terjangan peluru tajam bin kejam. 

Lalu siapa wanita yang disandera? Wanita itulah jawaban atas alasan kenapa John Ruth berkali-kali mencaci maki sang wanita dengan sebutan “bitch” dan sejalan dengan itu dihantamnya batok kepala si wanita dengan ekor senapan hingga hidung dan kepala berdarah. Akhir cerita penonton juga akan tahu kenapa si wanita digantung dan matinya begitu tragis.

Inilah wanita buruan berharga tinggi

Share:

Variasi Cita Rasa Kehidupan Casper

Persepsi dan asumsi tak ubahnya sosok Casper, terkadang sifat dan wujudnya samar-samar, samasekali tidak solid. Persepsi dan asumsi bisa jadi benar tapi seringkali salah
Apa yang pertamakali terlintas di pikiran saat berjumpa seseorang yang bertubuh tinggi besar, bersuara berat dan dalam. Kemudian penampilannya diperparah lagi dengan: di salahsatu bagian anggota tubuh orang tersebut dihiasi ukiran tato bergambar pisau besar dan sangar? Kalau yang terlintas di pikiran bahwa orang dimaksud adalah seorang preman, pembunuh bayaran, pelaku tindak kriminal, atau psikopat, berarti pikiran kita sama.

Tapi tidak, bukan. Akan keliru rasanya jika menilai seseorang hanya karena baru melihat dari sisi kulit luarnya saja, lantas langsung cepat-cepat mengambil kesimpulan lalu menghakiminya habis-habisan. Siapa tahu orang itu bukan penjahat, bagaimana kalau misalkan dia seorang juru masak atau koki, mau bilang apa coba...

Ya, seperti yang digambarkan dalam sebuah film. Mencuatlah sebuah nama, Carl Casper. Seorang pria kelahiran Miami yang coba mengadu nasib ke Los Angeles dan sempat dia berhasil disana. Ciri-ciri fisik Carl persis seperti sosok seseorang yang kita jumpai diatas. Tapi faktanya, meskipun dia bertato, tapi dibalik kemekaran bunga tatonya yang mekar itu, Carl Casper bukanlah seorang penjahat seperti yang mungkin tadi sempat terpikirkan. Dia seorang juru masak yang hebat, di dapur Carl seorang komando bagi kawan-kawannya yang lain.

Jika menilai Carl negatif lewat tatonya, maka telah berguguranlah semua asumsi negatif itu. Untuk menggambarkan kehebatan Carl dalam memasak, saya punya perbandingan seperti ini; Sekiranya di dunia ini ada tipe orang yang menilai orang lain negatif lewat keberadaan ukiran tato di tubuh orang tersebut, maka cita rasa masakan Carl Casper ini mempu mengikis asumsi negatif orang tersebut terhadap Carl.

Ini yang kemudian menimpa Scarlet Johansson (Molly, peran Scarlet di film ini). Molly yang bertubuh bohay dan sexy itu harus menerima kenyataan bahwa perutnya telah tertawan oleh masakan enak racikan Carl Casper. Otomatis hatinya juga ikut tertawan. Tetapi peristiwa penawanan tersebut tidak berujung pada hadirnya adegan pelucutan baju Moly dan seterusnya. Carl bukanlah seorang bajingan, dia sudah menikah meskipun dia juga sudah bercerai dengan isterinya.Pernikahannya dulu dengan Inez telah menghadirkan Percy ke dunia. Percy tidak lain adalah seorang bocah laki-laki usia sekolah yang bertipikal rambut bergelombang seperti ombak. Hehe, setumpuk tipe rambut yang sama dengan ayahnya.

Tapi sayang, Carl Casper yang hebat dalam urusan dapur itu harus menderita, walau sejenak. Akibat ulah seorang kritikus makanan yang di film ini diknal dengan sebutan Food Blogger, Carl Casper harus meninggalkan restoran tempat dia bekerja bersama kawan-kawannya. Kritikan pedas seorang kritikus makanan itu berujung panjang, pasalnya kritikan-kritikan miring membuat Boss pemilik restoran berang, hingga ia harus mendepak Carl dari hadapannya.

Jadi ceritanya, di suatu malam si Boss sang pemilik restoran terkenal itu berniat mencari tahu bagaimana testimoni pelangganya. Sebagai salahsatu cara, dia sengaja mengundang para kritikus makanan untuk mereview masakan di restorannya.Mengetahui niat baik tersebut, Carl Casper begitu semangat bekerja bersama kawan-kawan kokinya yang lain. Tapi ulah, kalau bahasa keren sekarang Tweet dari seorang kritikus yang rupanya tidak senang pada Carl berakibat buruk. Si kritikus jahat itu habis-habisan berkomentar buruk di dunia maya terhadap jenis masakan yang disajikan Carl dan kawan-kawannya malam itu.

Hingga banyak bermunculan komentar-komentar negatif dari para netizen terhadap kinerja restoran. Kritikan bernada menjatuhkan tersebut tidak hanya menyerang kualitas masakan tapi pribadi Carl juga dicaci maki habis-habisan. Dan celakanya si Boss beranggapan, tidak ada yang perlu disalahkan dengan komentar-komentar negatif netizen atas restoran. Justru kinerja buruk Carl Casper dan kawan-kawanya lah yang telah menjatuhkan reputasi restoran.

Boss pemilik restoran tidak tahu kalau ada tindakan pembunuhan karakter Carl Casper yang dilancarkan para kritikus jahat bersamaan dengan moment para kritikus memenuhi undangan sang Boss pemilik restoran untuk mengkritisi atau me-review jenis masakan di restorannya. Sebagai hasil, buntut dari kerja mengkritik yang dilancarkan kritikus yang juga ikut menjatuhkan Carl malam itu, akhirnya Carl Casper dan satu kawan akrabnya di dapur bernama Martin dipecat, mereka berdua di depak dari tempat kerja.

Sisi menarik dari cerita film ini, ketika Carl dan kawanya ingin berusaha merebut kembali kesuksesan seperti yang pernah dirasakan di Los Angeles. Eh sampe lupa, Percy bocah laki-laki Carl juga ikut membatu ayahnya "menyulap" truck. Anak gawang atau kacung, inilah sebutan awal yang cocok disematkan bagi Percy sebelum nanti dia juga akan menjadi orang penting yang mengendalikan bagian pemasaran dan promosi Food Truck.

Percy sedang membantu ayahnya di Food Truck
Di lokasi yang baru, Carl dan satu orang kawannya berhasil menyulap sebuah truck bekas yang dijemput langsung dari Miami menjadi Food Truck (truck makanan). Dengan truck berdinding bertuliskan El Jefe Cubanos yang disandingkan dengan gambar pisau dan garpu bermata dua saling silang itulah usaha merebut kembali masa-masa kejayaan dimulai. Truck bekas itu telah menjadi sebuah restoran dalam wujud lain. Truck makanan merupakan bentuk sebuah usaha dalam gaya baru, tak ubahnya pedagang keliling. Mereka mengemudikan food truck ke banyak kawasan dan selalu berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain.

Seiring usaha Carl dan kawan-kawannya dalam membangun Restoran Berjalan, anaknya laki-lakinya yang masih bocah tadi juga ikut membantu Carl berjualan di Food Truck. Sebaliknya, tidak seperti Carl Casper yang acuh tak acuh dengan keberadaan media sosial, bocahnya yang bernama Percy itu justru dalam mencari pembeli, dia mengandalkan keberadaan media sosial seperti Twitter dan Facebook sebagai media promosi. Pekerjaan Percy adalah mendokumentasikan setiap kegiatan yang berlangsung di Food Truck. Secara tanpa disadari, Percy telah mengajarkan para penontonnya bagaiamana cara menggunakan media sosial yang tepat dalam upaya mendukung kegiatan berbisnis.

Carl yang sebelumnya tidak punya Twitter, Facebook telah dibuatkan oleh bocah laki-lakinya yang melek tehadap keberadaan media jejaring sosial. Berkat siasat media sosial, fenomena Food Truck menjadi massive dan mulai mewabah di banyak kawasan di Amerika, seperti California, Miami, Texas, New Orleans dan kawasan lain.

Film ini bagus ditonton untuk memotivasi diri dan banyak orang yang sering jatuh bangun dalam membangun usaha mereka. Nah, untuk cerita lenkapnya silakan nonton saja film berjudul Chef (2014). Khusus bagi yang belum menonton.




.



Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages