Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Merindu Jogjha Seisinya


Selain tertusuk tulang ikan di celah-celah kuku, ternyata ada lagi yang lebih sakit dari itu, yaitu MERINDU. Merindu sesuatu yang jauh, yang tidak bisa terbayar dengan empat jam menumpang bus.

Pernah mengelilingi kota, nongkrong disudut-sudut jalan yang penuh dengan tamaram cahaya, suguhan asap kopi nikmat, menaiki kereta kuda beputar-putar ditengah sembraut kota, menghabiskan waktu bersama teman-teman sambil merasakan pelukan malam dibawah kerlap-kerlip lampu kota Jogja, hingga kami terlelap diantara keindahan-keindahan yang tersaji. Mana mungkin aku bisa melupakan kenangan sesumringah ini, kawan. Terlebih lagi ini tidak ada jaminan kedua untuk aku kembali ke kota yang sama.
****
Bagi kami berlima yang menumpangi mobil CRV putih susu sejak Jumat malam kemarin (Februari 2014), sepakat mengatakan 'inilah perjalanan darat yang paling gila, paling panjang, dan paling lama dalam sejarah kami melancong. Tidak main-main, bermodalkan satu mobil, empat butir pil antimo, dan satu sopir muda (tidak ada sopir pengganti) kami berhasil menaklukkan jarak Jakarte-Jogja dalam waktu tempuh yang tidak biasa, ya sekitar 20 jam. Melahap berpaket-paket makanan ringan, roti segedek bantal, dan meminum berbotol-botol minuman yang sering diiklanklan di tv menjadi ritual kami malam, ya memang begini cara kami bertahan hidup di mobil, selagi jarak Jakarte-Jogjha itu belum kami taklukkan ya kami harus begini.

Saat memulai mengetik isi postingan ini, malam itu jam dinding di kamar hotel Nirwana, kota Jogjha menunjukkan pukul 01.30 pagi. Kepalaku masih puyeng karena kelamaan di jalan, dan keempat temanku yang lain sudah terlelap membayar tidur mereka yang belum lunas.
Entah dari mana ide itu datang, hingga kami berlima sepakat, bahwa tidak boleh ada yang tidur selama mobil mewah berwarna putih susu ini masih berjalan, kan bisa saja tidur ganti-gantian. “Kita harus dalam kondisi duduk manis, Janji yaaa, tidak boleh ada yang tidur. Bungkus..!", Kata salah seorang teman dengan tegas. Dan semua kami setuju, secara serentak menyahut ,"Bungkuuuuus..!"

Malam itu, atap hotel Nirwana baru siap diguyuri hujan deras. Dari dalam kamar hotel aku mendengarkan satu dua suara kodok yang sedang mengendap-ngendap disisa genangan air hujan, mengintai penghuni hotel dari balik celahan, melihat siapa-siapa yang belum tidur. Begitupun dengan suara jangkrik yang masih begadang, mondar-mandir di celah celah batu di halaman hotel nirwana, sedang penghuni hotel tengah asik menikmati secangkir teh manis (ala Jawa) yang khas dengan wangi daun tehnya, di balkon-balkon yang tersedia. Sesekali aku mendengar 'dhok jhawa' dari orang yang masih ngerocos setelah hujan membangunkan mereka.

Setiap suara-suara yang ada disekitar hotel sangat mudah untuk didengar, terlebih lagi aku mendengarnya disaat sebagian orang terlelap, disaat malam sudah sepakat dikatakan sudah sunyi senyap.




Share:

Ziarah Diri Kami

Episode Sebelumnya…
Siang ini, aku dan dua lagi temanku yang cewek diharuskan bersatu dalam satu grup perjalanan untuk mengemis dan menderma di dua daerah yang ada di seputaran Jawa tengah, purwokerto dan bumi ayu. Mulai hari ini sampai tiga hari kedepan kami bertiga akan berjuang bersama-sama, menangis bersama-sama, dan bernyanyi bersama-sama hingga mencapai garis finish di cibubur. Perjalanan pun dimulai, aku, dian, dan ana stnk, yang katanya kami ini adalah manusia diatas rata-rata yang terpilih mulai melangkahkan kaki untuk mengenali diri di alam terbuka. Tiga orang manusia diatas rata-rata yang kami perankan ini masuk dalam urutan angka 15 pada pembagian kelompok  perjalanan ziarah diri bersama Gerakan Mari Berbagi.


Selesai membagikan kelompok dan penetapan daerah mengemis dan menderma, tugas mas hambar selanjutnya adalah mengantar kami ke terminal, yang rute perjalanannya dimulai dari sumber boyong menuju terminal kiwangan Jogja. (Duuuh, mas hambar ini baik banget deh). Sebagian teman-teman yang satu bus dengan kami ada yang turun setengahnya di separuh perjalanan menuju terminal bus kiwangan. Mereka turun sesuai dengan penempatan di daerah mana yang telah diputuskan oleh panitia. Yang diantar mas hambar hingga terminal Kiwangan hanya kelompok, Yuslizar, Munawar, Odit, Julian, Monitta, dan aku munawar. Kami dilepas mas hambar di terminal kiwangan, untuk selanjutanya mencari angkutan sendiri guna menuju daerah mengemis dan menderma masing-masing. Sampai disini ya mas hambar, nanti kita bertemu lagi di cibubur Jakarta, Aku masih pengen mendengar petikan gitarmu, greget suara angklung teman-temanmu, dan pukulan perkusi dari mereka. 


Episode Setelahnya...
Usai menikmati perjalan yang lumayan melelahkan dari terminal kiwangan Jogja menuju termial Purwokerto, yang mengharuskan kami menumpangi bus kelas ekonomi berstatus membosankan; tanpa ace, berdesak-desakan, dikeroyok oleh asap rokok yang dihembuskan penumpang yang tidak bertanggung jawab, ditambah lagi dengan merebaknya bau tak sedap, kecut yang bisa dicium dari bangku paling belakang hingga ke bangku paling depan, tempat pak sopir duduk menyetir. Aroma milik alam yang dibawa hembusan angin lalu masuk lewat jendela tak berkaca. Akhir cerita perjalanan, sekitar jam sepuluh tiga puluh malam, aku, dian, dan ana stnk tiba di terminal purwokerto dengan selamat dan tidak kecopetan "Gusti, Gustiii..."

Saat aku masih berada di dalam bus, beberapa kali aku melihat ke kedua wajah temanku yang cewek, "Ini siapa yang bisa kuandalkan di tanah jawa?" Aku dan Dian sudah pasti beda jauh (pengetahuan tentang tanah jawa minim), sudah pasti si Ana lah stnk yang bakalan jadi andalan. "Yups."

Setengah jam lagi bus akan sampai, aku mulai kalang kabut selaku pemimpin regu. "Ana, siapa saja yang telah kamu hubungi, sebentar lagi kita akan sampai dan harus mencari penginapan, Ana?" Bus butut itu terus melesat dengan tancapan akselerasi yang sangat menggila. Asap biru yang bisa kuliahat lewat kaca belekang mengepul, menyisakan bau terbakar. Satu persatu batas satu daerah ke daerah lain terlewati, rambu-rambu jalan berganti begitu cepatnya, pepohonan seakan berlari menyamai kecepatan Bus. Aku pening akibat mengitu atribut jalan dan pepohonan yang berlari-lari tadi. Untung antimo  si pengusir pening masih tersisa.

"Gini lo mas, tadi aku sudah menginbok ke beberapa teman organisasiku terkait penginapan kita
malam ini?" eh ada yang nyeletuk.

"Sek sek, tapi sudah ada balasannya blom?" Ana kelihatan bingung memberi jawaban. Dian masih tertidur dan ngoroknya gak kedengaran karena suara bus lebih besar dari suara ngerok si Dian :p ampuuun dije. Sebentar lagi bus akan berhenti karena kata pak kernet jarak Jogja-Purwokerto lebih kurang lima jam perjalanan. Empat jam setengah sudah kami habiskan di jalan, tinggal satu atau setengah jam lagi, baru bus yang bersuara jelek ini akan tiba di terminal Purwokerto. Kelompok Aku, Yuslizar, Monita, Julian berada dalam satu bus tersebut, kami berangkat sama-sama dari terminal Kiwangan.

Bus mulai mengebar gonggongannya dari terminal Kiwanagan, pukul enam kurang lima belas. Perkiraan kotorku menyimpulkan, sekitar jam sepuluh malam lewat bus ini akan sampai ke pemberhentian. Dan kami harus mencari penginapan, itu pekerjaan rumah pertama kami saat menginjakkan kaki di teminal Purwokerto.

"Gimana an, any good news?" mutar-mutar aja aku dari tadi, mikir dimana kami bakal menginap malam ini?

"Mas, malam ini kita akan menginapa di sekret HMI cabang purwokerto, barusan teman fb ku yang bernama (penulis lupa) sudah mengiyakan mas, kita akan menginap di sekret HMI malam ini."
"Suroso, serius lo?" "Njje mas (iya mas)." Dengan logat salatiganya yang kental diatas rata rata. Aku mau bilang ke dia, "Hei an kamu lagi ngobrol dengan aku dari Aceh, apaan si nje... njje, aku ngak ngeh, tahu." Hehe, tapi enggak jadi, ngapain berdebat soal yang gituan, yang terpenting kamu sudah mencarikan aku dan si Dian tempat penginapan. Itu sudah cukup dari lebih, atau sudah lebih dari cukup.#Paan sih?


Entah dari mana angin segar itu berhembus? gunung salju atau gurun pasir. Bodoh amat, yang penting angin segar itu mengantarku ke sebuah penginapan yang levelnya dibawah rata-rata. Aku lega, karena status tempat nginap kami sudah jelas.



Sekitar pukul sepuluh tiga puluh kami sampai di terminal Purwokerto dengan selamat dan tidak kecopetan (Ini perlu diualng-ulang, karena kata 'kecopetan' adalah kata yang paling kutakuti selama perjalanan darat tersebut. Dian yang sudah bangun dari semedinya sekitar sepuluh menit lalu, terlihat bugar kembali, dia merapikan rambutnya, mengucek-ngucek kedua mata, lalu membenarkan letak gagang kacamatanya. Sebelum memakainya kembali aku juga sempat melihat Dian mengelap kedua lensa kacamatanya dengan pinggir potongan baju yang ia kenakan.

Dia bangkit dari bangku bus. Karena postur tubuhnya yang tinggi besar hampir saja kepalanya kejedot plang tempat berpegangan Bus. "Awas dian ada booom..!"

"Dimana mun?" Dian menjerit memperlihatkan wajah bodoh bercampur aduk dengan wajah takutnya di dalam bus. "Di Afghanistan yan."

"Dimana tu Afghanistam," Hari gini masih ada yang belum tahu dimana afghanistan, katanya penggemar lagu-lagu Afghan, gimana sih."Ni sebentar lagi kita bakal nyampek ke Afgha...,abis bumi ayu langsung afghanistan, yan."

Sudah, sudah, stop!, pariwaranya sudah usai. Yok kita serius lagi.

Gara gara Dian hampir nyundul bom tadi, aku jadi lupa mau nulis apaan. Ideku hilang terkena serpihan bom Afghanistan yang Dian sundul. Tempat nginap sudah dapat, yang harus dipikirkan sekarang adalah bagaimana kami kesana, ke base camp HMI cabang purwokerto itu.

"Dian kamu ada ide gak, dengan apa kita kesana?" "Huammmm, apaaah?" nguapanya lebar banget, wangi lagi. Kata apaah yang berhembus dari mulut Dian persis seperti suara orang habis bangun tidur. Lha emang iya kan, si Dian baru bangun tidur dari bus butut tadi.
.... 
Kami bertiga berjalan menuju celah keluar terminal, jam sebelas gak ada lagi angkot atau kenderaan umum. Kami terus berjalan terbopoh-bopoh memikul ransel masing-masing, terdengar suara beberapa uang koin yang saling berbenturan disaku kami masing-masing (uang koin itu kami simpan  untuk, kalau saja nanti dijalan kami berjumpa pengemis, ada yang bisa kami beri).

Dian jalan di tengah, Ana di depan, dan aku menjaga si Dian so wajib berada di belakang. Terus melangkah menelusuri gang-gang terminal, sesekali aku menoleh ke belakang, siapa tahu ada 'Suster Ngesot' yang ngikutin atau bisa saja 'Mama Minta Pulsa', karena si mama tahu kami punya banyak pulsa malam itu, hahai.

Yang aku takuti dari perjalanan ini adalah adannya tidak kriminal atau aksi kejahatan para pelaku kriminal yang memanfaatkan pendatang semisal membujuk kami malam itu untuk menikmati tumpangan gratis, padahal buntut dari semua bujukan itu adalah modus pembunuhan. Malam hari di tanah jajahan orang dan posisi kami bertiga adalah pendatang yang meraba raba. Mengingat safety itu penting, makanya kami memilih menumpangi taxi untuk menuju ke tujuan. Barangkali satu satunya kelompok ziarah diri yang menggunakan jasa taxi selama ziarah diri adalah kelompok aku, dian, dan Ana stnk, tidak ada yang lain. Kalau yang naik pesawat ada mas Yaumil, naik gunung ada Bang Andi. Tapi yang naik Taxi selama ziarah diri cuma kami doang

Aku tahu, ini bukan Aceh. Kalau di Aceh jika ada yang ngejar aku bisa manjat pohon, kalau disini palingan bisa manjat tiang atau tower telpon.



Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages