Pagi itu jam mata pelajaran Matematika baru saja usai, sekarang masuk jamnya pelajaran Kimia. Pelajaran kimia kami diasuh oleh seorang guru perempuan senior yang perawakannya: berpostur tubuh sedang dan bersuara hampir seperti laki-laki, sedikit ngebas dan pada pengucapan kata-kata tertentu sedikit terdengar bergema. Misal pada pengucapan kata: Etanol, Mol, Paracetamol dan kata-kata yang ber akhiran pengucapan bernada huruf O.
Ini juga kemudian yang membuat kami sekelas agak sedikit segan padanya; jangan-jangan tak hanya suara yang seperti laki-laki, tapi jiwa memarahi murid-murid bandelnya juga sama. Guru perempuan yang pertama kali memperkenalkan kami dengan ‘Unsur Priodik’ ini, hidupnya sedikit kurang beruntung dikarenakan tempat tinggalnya yang ber kilo-kilo meter jauhnya dengan gedung sekolah yang berada di kawasan area pasar Kota (Bakti).
Saban hari saban waktu si ibu menaklukkan jarak yang tidak dekat dengan sepeda motornya, dikarenakan pilihan beliau yang mau berumah dibalik (bukit) Gle Gapui. Pun demikian beliau tidak pernah telat masuk kelas, terkenal sekali dengan pribadi yang disiplin dan tidak mentolerir siswa-siswinya yang telat, walaupun hanya lima menit. Intinya tidak boleh kalau beliau lebih duluan masuk kelas. Jarang sekali si ibu tidak masuk, bahkan menurut cerita kakak-kakak letting hampir tak pernah.
Namun aku yakin seyakinnya, pagi itu ibu tidak akan masuk. Pasalnya sudah lebih dari sepuluh menit kami menunggunya di depan kelas tak juga perempuan yang juga berjalan cepat itu kunjung datang. Bagi seorang guru yang dikenal disiplin dan komit waktu seperti ibu guru pelajaran Kimia itu, jika jam pelajaran kedua masuk pukul 9.20 pagi maka yang sering ku lihat pukul 9.00 pagi teng batang hidungnya sudah terlihat di ruang guru, aku salut!
Dan bagi aku yang sudah tahu sifat beliau, maka jika si ibu sampai molor masuk kelas hingga sepeluh menit, sudah cukup alasan bagiku untuk menyimpulkan kalau si ibu tidak datang, dan tidak akan masuk kelas.
Jangan! Jangan berpikir dengan ibu pagi itu tidak masuk kelas lantas kami akan masuk ke perpustakaan untuk mengisi jam kosong dengan membaca di sana, jangan berpikir demikian! Cara pikir kami belum sampai ke tingkat itu. Karena tidak ada diantara kami yang cowok bersedia dipanggil dengan laqab bencong, banci hanya gara-gara masuk ke perpustakaan.
Sekolah kami memang tidak begitu hebat, julukannya saja bukan sekolah unggul, tapi jangan salah kalau soal lapangan basket kami punya coy. Nah disinilah kami menghabiskan jam mata pelajaran Kimia. Tapi masalahnya, diantara kami yang gak masuk di pagi itu tidak ada satupun yang menyenangi Basket. Bukan karena tidak ada cheer leaders yang memberi semangat kami dalam bermain, bagi kami memainkan bola sepak lebih asik dan merakyat ketimbang bola tangan yang harus dijebloskan dalam keranjang.
Setelah berembuk sambil jalan, akhirnya lapangan basket yang masih kosong kami sulap menjadi lapangan futsal abal-abal. Bermodalkan empat batu bata kami menjadikannya sebagai simbol tiang gawang, yang lebarnya seukuran kolong paha Christiano Ronaldo ketika dibuka saat dia mengambil ancang-ancang tendangan bebas di lapangan hijau.
"Saboh-saboeh Extra Jos beh..” Teriak Pangloek, nama keren kepala suku kami sebelum peluit mulai ditiup. Saboeh-saboeh Extra Josh bermakna, keseblasan mana nanti yang kalah harus mentraktir Extra Jos di kantin sekolah selepas pertandingan usai.
Celaka! Ini benar-benar celaka. Sedang asik-asiknya kami bermain, dengan tanpa permisi tiba-tiba seorang guru perempuan menyebrang tanpa aba-aba atau bahasa tangan. Entah makhluk halus mana yang telah membisik ke teliga ibu guru cantik hingga dia berani melintas di tengah lapangan yang sedang berkecamuk hebat. “BBuuub..!” Celaka!! Pantulan tendangan keras yang melesa lewat kaki kidal salah seorang teman kami mengenai bagian perut ibu guru paling cantik di sekolah kami. Si ibu terhenyak dan terkulai di tengah lapangan basket. Tanpa harus Pangloek mengatakan, “ Kasep/ cukup..” pertandingan disudahi dengan sendirinya. Korban mengaduh di tengah lapangan basket.
Kalau dipikir-pikir, ibu guru cantik itu yang salah karena tidak berjalan, menyebrang mengikuti alur jalan setapak dua tapak yang telah ditetapkan sekolah seperti yang dilakukan guru-guru lain, main nyelonong begitu aja. Mungkin ibu guru juga berpikir, para muridnya itu tahu sopan santun, kalau ada guru yang lewat pertandingan akan di setop sejenak, tapi sepertinya ada satu hal yang tidak dpahami ibu guru cantik yang naas itu, bahwa kalau yang sedang bermain di lapangan basket pagi itu adalah kumpulan anak-anak dari kelas “bandel” yang satu sekolah sudah tahu sering bikin rebut dan bikin ulah.
Sedikit profil tentang ibu yang sedang terkulai. Jadi sekitar tahun-tahun 2000-an satu sekolah kami setuju kalau si ibu adalah satu satu-satunya guru paling cantik di sekolah. Meskipun sudah bersuami, tapi pesona dan daya tariknya; "Bbehhh, dahsyat!" Beliau tak lain seorang guru Biologi yang tinggal di lingkungan puskesmas yang berdekatan dengan sekolah kami.
Di sekolah semua berebut supaya mata pelajaran Biologi diajarkan sama ibu guru yang cakep itu. Untuk soal nama, tak mungkin aku menyebutnya secara gamblang disini. Nama ibu ini bisa ditebak, gambarannya begini, jika saja nama lengkap ibu ini dipenggal maka akan terbaca seperti nama seorang laki-laki. Tugas sekarang cari aja nama seorang perempuan tapi nama tersebut kerap juga ditemukan pada laki-laki.
Pasca insiden tersebut, tidak ada satupun yang mau mengaku siapa pelaku yang (oleh pihak guru OSIS kami dianggap sengaja) mengarahkan tendangan ke bagian tubuh ibu guru cantik bak primadona itu. Karena tidak ada yang mengaku jadinya guru yang membidangi OSIS terpaksa menyuruh kami berbaris dibawah terik, di tengah lapangan basket, “Sekarang, pejamkan mata kalian!”
Sampai malam ini aku masih ingat, di tengah lapangan itu masing-masing kami dihadiahi tempeleng keras pada ke dua sisi pipi pakek telapak dan punggung tangan, hingga menimbulkan bunyi dengiiing seperti ada suara microfon rusak dalam gendang telinga.
Pagi itu kami sama-sama celaka, ibu guru cantik dan kami sama-sama celaka…
Belum berakhir.
Senin, pagi ini giliran kelas kami yang menjadi tim pelaksana upacara bendera hari senin. Sepuluh menit sebelum prosesi upacara dimulai seruan tersebut sudah diumumkan lewat toa-toa pengeras suara sekolah. Kelas kami dikenal sebagai kelas para pembangkang dan pelanggar aturan sekolah. Amanat yang diterima dari guru OSIS tersebut menjadi petaka besar bagi ketua kelas.