Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Alimnya Tingkah Polah SPG di Aceh

Hanya di Aceh anda akan menemukan sekawanan SPG (Sales Promotion Girl) mengucapkan "Assalamualaikum" saat mendatangi tumpuk demi tumpuk kerumunan orang yang nongkrong di warung kopi untuk menawarkan racun (baca-rokok) keluaran terbaru. Dalam kondisi tubuh setengah menungging mereka meminta sedikit waktu pada para jamaah warung kopi, "Assalamualaikum, permisiiii." Ucapan itu terdengar yang dibarengi dengan kulum senyum lima senti kiri lima senti kanan dari bibir sexy bergincu menyala yang aduhai membekas di hati. Lalu dengan sedikit menunduk, "Aabang perokok? Oya, ini kami lagi ada produk terbaru bla, bla, bla.. terimakasih bang, permisiii.!" Begitulah gambaran umumnya.
Ilustrasi photo: Temuan dari Internet
Ya, fonemena di kehidupan berpolitik sekarang juga demikian, untuk membuat orang lain mau menerima sesuatu yang buruk, akan lebih cepat diterima dan didengar orang banyak kalau sekiranya sesuatu yang buruk itu dibungkus dengan kata-kata terpuji bin mulia, apalagi menyebut-nyebut nama Tuhan. Memulainya dengan mengucapkan kata-kata yang terpuji, semisal bismillah (pokoknya kata-kata yang ada llah-llah-nya diujung), atau mengekploitasi ayat-ayat Tuhan dalam membuat penciteraan politik.
***
Usai menawarkan produk dan melakukan promo rokok, para SPG jelita itu berlalu dengan meninggalkan bau tubuh yang harum dan beberapa potong senyum yang susah dilupakan oleh lelaki tulen. Hingga membuat para pengunjung warungkopi melongo seiring para SPG itu jalan melenggak dengan sepatu haknya, menuruni tangga demi tangga warung yang hanya tiga tangga saja, lalu masuk dalam mobil. Kehadiran mereka benar-benar membuat yang beristeri lupa sama bini, yang berpacar lupa sama doi. Tapi nuansa itu durasinya hanya sesaat, semuanya hilang setelah mobil yang membawa para SPG melesat membelah jalan kembali ke sarangnya.
Share:

Belajar Mendeskripsi

Di seputaran Darussalam-Banda Aceh ada satu lapak jualan tempe goreng paling enak menurut saya. Yang jualannya itu bapak-bapak, biasanya dalam berjualan si bapak ditemani seorang bocah laki-laki yang dipercayakan sebagai kenek. Menurut saya, tempe goreng hasil racikan bapak ini mampu menggantikan cemilan anda dari yang biasanya, ya kalau memang cemilan yang anda gemari selama ini tempe goreng bukan yang lain. Mungkin anda sudah terbiasa dengan memakan tempe goreng yang wujudnya seperti kerupuk, kaku dan terdengar seperti jembtan kayu lapuk yang hancur ketika dikunyah. Tapi kalau yang ini tidak, bisa saya pastikan yang anda kunyah memang benar-benar potongan tempe goreng renyah. Pastinya tidak akan membuyarkan konsentrasi anda ketika mengunyah untuk berpikir; oh ini kerupuk tapi versi tempe. Oya lokasi bapak berjualan di seputaran Darussalam; kalau dari arah simpang galon, itu sebelum Bank BRI cabang Darussalam.

Tetapi ini hanya sebuah gambaran atau ilustrasi betapa rasa puas atau kesan itu mampu mendorong seseorang untuk berbicara banyak dan jujur-jujuran. Bapak penjual tempe tidak meminta dan membayar saya untuk mempromosikan lapak gorengan tempenya lewat postingan ini. Bagi saya tempe goreng racikan si bapak enak, renyah dan saya merasa terkesan dengan cita rasanya. Itulah yang mendorong saya untuk menulisnya.

Ilustrasi lain. Mungkin semenjak media sosial Facebook booming dan akrab dengan pengguna internet, tentunya anda sudah pernah atau bahkan sering membaca postingan-postingan yang berisikan testimoni orang-orang yang bahagia setelah melangsungkan pernikahan. Mari kita lihat lagi betapa kekuatan rasa dan kesan itu mampu mendorong seseorang untuk berbicara banyak dan jujur. Coba kita lihat orang-orang yang bahagia dan merasa terkesan dengan pernikahannya itu. Dengan tanpa diminta dan tanpa kita traktir kopi untuk diajak bicara, salah seorang dari mempelai mau berbagi cerita panjang lebar dan detail tentang kronologis pernikahan mereka sejak niat melangsungkan pernikahan mau direncanakan hingga setelah hari H. Yang mungkin kalau salah seorang mempelai kita ajak ngopi sambil bercerita, mungkin tiga jam waktu kita habiskan di warung kopi belum tentu bisa kita peroleh sebuah cerita, jujur-jujuran dan pengakuan yang begitu runut. Saya menemukan beberapa tipe orang yang pendiam sebelum menikah dan berubah menjadi tipe pengomong (di medsos) setelah baru-baru melangsungkan pernikahan karena sebuah kesan.

Oleh karenanya hati-hatilah dengan rasa dan kesan yang, dia mampu mendorong seseorang untuk buka mulut dengan tanpa diminta apalagi dipaksa-paksa. Saya menulis tentang tempe goreng karena saya sudah kelewat puas dan merasa terkesan dengan hasil racikan tempe goreng yang renyah, bikinan bapak yang buka lapak di pinggir jalan Darussalam. Ini menandakan saya belum mampu mengendalikan rasa, hingga kekuatan (kesan) tempe goreng renyah saja mampu mendorong saya untuk berbicara banyak tentangnya (tempe goreng)
Share:

Makna Warung Kopi di Aceh

Keberadaan warung kopi di Aceh mempunyai tempat istimewa di setiap relung hati para pengunjung warung kopi langganan masing-masing. Fenomena menjamurnya warung kopi dan banyaknya para jamaah warung di Aceh tidak boleh dilihat sinis dikarenakan warung kopi sudah menjadi tempat mengambil kembali semangat atau ruh seorang manusia yang barangkali masih tercecer di atas tempat tidur dari semalaman. Duduk di warung kopi merupakan proses meditasi sambil minum-minum dalam memanggil kembali semangat hidup untuk menantang hari ini.

Jep Kupi Nak Bek Pungoe
Minum Kopi Supaya Tidak Gila
Pagi hari, tak terkecuali baik pemuda maupun orang tua, berseragam atau tidak, yang pekerja kantor maupun pengangguran, seiring matahari merangsek naik mereka keluar menuju warung kopi langganan masing-masing guna menenggak segelas cairan kopi yang ditemani beberapa kerap roti selai dan penganan-penganan lain. Aktivitas yang beginian di Aceh dinamakan "Ngopi". Ngopi tak berarti setiap orang yang duduk di warung kopi semuanya akan menenggak dan cairan yang berisi kopi. Ada juga yang menenggak teh, teh hijau, dan minuman lain, level paling tinggi menenggak es kosong. Lalu kenapa harus istilah Ngopi? Kata ngopi sudah lebih dulu memonopoli warung kopi di Aceh. Sama seperti air mineral bermerek 'Aqu*' lebih dulu memonopoli pasar. Di Aceh, mau sampeyan beli air mineral apapun sampeyan akan menyebut merek tersebut, karena kalau tidak yang punya kios akan bingung. Di warung kopi, mau ada minum atau duduk nikmatin wifi gratis gak minum apa-apa, sebutannya tetap lagi ngopi.

Orang-orang di sini, sambil mereka ngopi pagi ada banyak sekali hal yang sering mereka lakukan di warung kopi. Semisal melanjutkan diskusi final AFF semalam yang sempat terpotong akibat yang punya warung mengusir mereka pulang karena mau tutup. Nah ngopi pagi dimanfaatkan kembali untuk menyambung obrolan soal kemenangan timnas Indonesia atas Thailand. Bagi yang penggila aksi tikang-tikung Moto GP, mereka bergantian berkomentar soal momen-momen cantik yang terjadi di sirkuit balapan paling bergensi itu. Bagi yang bermental optimis dan keseringan ngikutin tayangan motivasi di TV yang bertemakan: Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini/ Nothing Impossible; Buat mereka yang golongan ini, mereka asik berandai-andai, berangan-angan mungkin tidak ya kita akan mendengarkan lagu Indonesia Raya bergema di piala dunia?

Warung kopi akan menjadi tempat yang religius ketika para pengunjungnya berbicara tentang agama, fanatisme, aksi bela islam jilid sekian atau 212. Menjadi panggung pertunjukan ketika warung tersebut banyak diisi oleh para pekerja seni dengan berbagai aliran seni. Warung kopi di Aceh serasa gedung DPRA dan para pengunjungnya adalah para anggota dewan ketika di warung itu banyak orang (syik putik tuha muda) bicara bicara soal kebijakan-kebijakan politik sampai mengernyit jidat, tegang urat leher karena bertekak terkait jagoan politik masing-masing. Membuka obrolan seperti; soe yang harus ta toep kali nyoe/ siapa yang harus kita coblos kali ini kerap kali menjadi basa-basi perjumpaan ala warung kopi. Atau saat mereka coba "menggariskan" peta politik jelang Pilkada Aceh, maka warung itu sudah menjadi tempat office center-nya para tim pemenangan jagoan politik yang maju dalam kontestasi politik di Aceh.
Share:

Nonik


Sumber photo: Acehtrend


Cerpen ini sudah pernah dimuat di situs berita online: Acehtrend edisi Sabtu/ 29/04/2017.

Dua bulan sudah hidup menjanda, ibu si Nonik kembali mendapat ujian berat, pasalnya anak gadis semata wayang pergi meninggalkannya menghadap yang Maha Kuasa. Setelah sebelum itu Tuhan juga telah mengajak pergi suaminya, Badrun pergi ke tempat yang sama. Ibu si Nonik belum begitu ikhlas menerima kenyataan atas dua ujian berat tersebut, terlebih lagi setelah kepergian anak gadis satu-satunya itu yang bernama lengkap Nonik Manik. “Tidak Rela” itulah dua kata yang tergambar dari keseharian ibu si Nonik yang menjalani hidup tak bersemangat dan berwajah murung juga pucat pasi. Hingga suatu ketika, sikap ketidakrelaan yang melekat kuat pada ibunya membuat mendiang Nonik Manik yang telah tiada merasa diusik di tempat peristirahatan sana.
“Nikahilah dia untukku, Bu!”
Kalimat itu yang terus membayangi ibu si Nonik. Ini bukan pertama kalinya Nonik Manik meminta hal yang sama. Sudah berminggu-minggu permintaan itu dia sampaikan pada ibunya. Namun, belum juga diperoleh jawaban yang pasti dari sang ibu. Padahal permintaan serupa juga telah disampaikan Nonik dengan penuh harap pada seorang lelaki. Ya, permintaan yang serupa. Nonik juga meminta lelaki itu untuk menikahi ibunya. Namun alhasil masih saja sama, lelaki itu pun tidak memberikan jawaban sampai hari ini. Dia masih menimbang-nimbang soal serius atau tidak permintaan itu.
Bagaimana tidak, ini permintaan yang sangat sulit diputuskannya. Permintaan bahkan datang dari orang yang sama sekali tidak disangka-sangka. Nonik Manik memintanya untuk menikahi ibunya. Ini sedikit membingungkan bagi lelaki yang kesehariannya menghabiskan waktu di bengkel sepeda motor. Menikah lagi bukan lah perkara yang mudah, terlebih wanita itu adalah ibu si Nonik. Mesti berpikir lebih dari seribu kali untuk mengambil keputusan. Ini sungguh sangat membuatnya bimbang. Permintaan itu antara nyata atau tidak, jelas telah benar mengusik ibu Nonik dan lelaki pekerja bengkel.
“Permintaan ini sungguh nyata, Bu!”
Nonik Manik kembali lagi dengan penegasan yang lebih tegas. Seakan-akan dia tahu benar bahwa ibunya dan lelaki bengkel itu masih menyimpan kebingungan yang luar biasa. Namun, semakin tegas dia berucap, maka semakin dalam kebimbangan tertancap. Baik ibu maupun lelaki bengkel itu sama sekali tidak pernah terbayang akan permintaan Nonik. Itu jelas permintaan konyol. Andai sekali waktu mereka diizinkan bercakap secara nyata dengan Nonik, maka pasti perihal permintaan itu akan dipertanyakan kembali sampai tuntas. Hingga kemudian tidak ada kebingungan yang membekas. Tapi apa hendak dikata. Takdir belum mengizinkan, atau memang tidak pernah. Nonik yang akhirnya hanya berani datang sesekali untuk mengajukan permintaan yang itu-itu saja. Nonik manik entah tidak menyadari atau sengaja membiarkan ibu dan lelaki bengkel itu dalam penderitaan yang tak berkesudahan. Penderitaan bersebab mereka telah kehilangannya, dan kemudian penderitaan bersebab permintaan yang sama sekali tak masuk akal.
***
Tampak sumbringah di dua wajah. Wajah sepasang pengantin yang sedang duduk di atas singgasana. Ya, ini hari bahagia memang, hari bahagia bagi mereka berdua dan semoga saja menjadi hari bahagia bagi siapa saja. Sepasang pengantin itu tampak benar-benar bahagia. Mereka terus saja menyalami setiap tamu dengan senyuman yang tiada putus. Beberapa mahkota menyemat indah dan terususun rapi pada sanggul pengantin perempuan. Sedangkan kopiah meuketob gagah perkasa di atas kepala pengantin laki-laki. Ini pasangan dunia-akhirat yang telah disandingkan di pelaminan. Beberapa tamu berebut foto demi berbagi kebahagiaan. Alunan musik terus menemani dengan sesekali diselingi gelak tawa tetamu. Dan dari pintu itu, ibu si Nonik penuh bahagia menatap pasangan pengantin. Senyum berkali-kali tersungging dari bibirnya. Bahagia benar ia, bahagia bukan buatan.
Belum habis bahagia yang tampak dari setiap raut wajah, kini pemandangan aneh disuguhkan dari setiap sudut ruangan pesta ini. Bagaimana tidak? Dalam satu kedipan mata, tiba-tiba saja ada yang berubah. Ini aneh, benar-benar aneh. Pengantin itu sudah tidak lagi berada di singgasana. Sepasang pengantin beserta singgasananya telah roboh, hancur berantakan. Mereka semua tergeletak di lantai berbalut dengan lumpur hitam pekat. Nyaris tidak dikenali siapa pemilik wajah. Pengantin perempuan tak tampak lagi mahkotanya. Pelaminan yang lengkap dengan riasan kini tak lagi berbentuk. Masih dari pintu itu, ibu si Nonik menatap semuanya dengan penuh keheranan dan menggigil ketakutan.
Sebelumnya senang, kini berubah menjadi kesedihan, ia putus asa. Bercampur aduk perasaannya. Kesedihan bertambah ketika ibu si Nonik menyadari bahwa di antara semua tubuh-tubuh manusia yang tergeletak, pengantin pria masih tegak berdiri dalam keadaan ketakutan menyaksikan semuanya, sama seperti ibu si Nonik. Hingga akhirnya, tatapan pengantin pria dan ibu si Nonik bertemu. Ada gurat kesedihan di antara keduanya. Ada kesedihan mendalam yang tak dapat diceritakan. Ada beribu-ribu perasaan yang membuncah, namun tak kunjung pecah. Hingga bungkam adalah pilihan.
***
“Mimpi itu lagi, Nak! Datang berkali-kali dalam rupa yang sama!”
Sekali waktu di pagi hari, ibu si Nonik masih sedang menyapu daun-daun jambu dan daun-daun belimbing yang jatuh menimpa tanah halaman rumahnya. Memang tidak terlalu banyak, tapi cukup untuk menutup muka tanah halaman yang tidak begitu luas ini. Batang jambu ini, dulu waktu Nonik kecil sering benar ia memanjatnya meskipun beberapa kali jatuh dan terluka.
Lamunan tentang batang jambu dan Nonik terjatuh itu kemudian diluruhkan oleh kemunculan lelaki itu. Laki-laki bertubuh tinggi besar, perut rata, berkulit tidak begitu gelap dan berkumis itu melintas dengan sepeda motornya di depan rumah ibu si Nonik, dia sedang menuju ke bengkel tempatnya bekerja. Bengkel yang letakknya berdempetan dengan rumah ibu si Nonik. Sesampai di lokasi, lelaki itu masuk lalu kembali keluar dari bengkel untuk melepaskan satu persatu jejeran papan persegi panjang yang berdiri saling terkait satu sama lain di bagian depan bengkel, kemudian tersenyum sekali pada ibu si Nonik. Si ibu yang sedari tadi menatap ke arahnya juga membalas dengan senyuman takzim. Ada gurat iba di antara keduanya. Ada kisah kesedihan pada keduanya. Ada kisah-kisah sedih yang kemudian tak mampu dibicarakan. Tak mampu untuk dikisahkan. Hingga keduanya kemudian lebih memilih bungkam. Dan di tengah kebungkaman itu, keduanya tersentak, seakan teringat pada sesuatu. Ibu si Nonik kembali menatap lelaki itu dengan potongan kenangan yang tiba-tiba hinggap di kepala. Lelaki itu pun sama. Ia menatap ibu si Nonik seperti teringat pada satu peristiwa yang sudah saling tahu: Mimpi.
Tak lama setelah itu, ibu si Nonik memilih untuk masuk ke dalam meninggalkan halaman rumah. Meninggalkan beberapa potong kenangan pada batang jambu. Sedangkan laki-laki itu memulai aktifitas perbengkelannya dengan beberapa kenangan yang tetap melekat di kepala.
***
“Jangan pernah alihkan pandanganmu darinya, Bu! Demi aku.”

Potongan-potongan percakapan yang sering dititipkan Nonik pada ibunya melalui mimpi sungguh menguncang jiwa. Ibu si Nonik kini terduduk lemas pada sandaran ranjang. Mimpi-mimpi itu terus saja hadir pada setiap tidurnya. Membangunkan ibu si Nonik sebelum waktunya. Jika sudah begini, ibu si Nonik hanya mampu mengelus dada dan menghela napas panjang dan amat berat. Lalu keluar rumah untuk menyapu, ini rutinitasnya setiap pagi.
Seperti sebelumnya, ibu si Nonik kembali menyapu halaman rumahnya. Dan dari sanalah dia menatap laki-laki bengkel itu dengan penuh hasrat. Laki-laki yang sejatinya jauh lebih muda darinya. Laki-laki yang sepantasnya menjadi anak. Tapi, mimpi Nonik dan pesan yang disampaikannya melalui mimpi itu sungguh sangat mengganggu.
Masih dari pandangan ibu si Nonik, lelaki bengkel itu terus fokus pada pekerjaannya. Beberapa baut dicabut dari dudukan lalu dipilin-pilin, baru setelahnya dipasang kembali. Di antara aktivitas pilinan biji-biji baut itu beberapa kali pikiran nakalnya merasuk. Lelaki bengkel coba mengusir rasukan itu dari dalam pikiran dan lamunannya. Hingga beberapa kali sepeda motor digas dengan kencang dan meraung-raung. Namun, itu sama sekali tidak meluruhkan apa yang sudah merasuk di pikirannya, ya atau mungkin juga sedang merasuk di dalam diri ibu si Nonik. Hingga dalam kondisi yang demikian, lelaki bengkel itu bangkit dari tempat duduk. Menatap tajam ibu si Nonik dengan penuh pesan yang ingin disampaikan. Ibu si Nonik tak tahu cara yang tepat menangkap pesan itu. “Pesan yang samakah? Pesan yang disampaikan Nonik, kah?” hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang terbesit dalam pikiran si ibu.
Dalam kebingungan dan saling terka-menerka yang demikian itu, lelaki bengkel terus saja melangkah menuju ke arah ibu si Nonik. Ada rasa rindu menggebu-gebu di matanya. Ada rasa cinta yang baru mampu muncul setelah mematahkan berbagai pahitnya kenangan. Ada serupa kebahagian bersebab melihat perempuannya yang lama pergi kini kembali. Begitu juga dengan ibu si Nonik. Kebimbangan perlahan-lahan hilang. Putus asa berubah jadi lain rasa. Dan ketika dua telapak tangan kasar lelaki pekerja bengkel itu menyentuh bahu ibu si Nonik, serta-merta seakan-akan bayangan sosok isterinya Nonik melekat di ibunya. Kerinduan pada Nonik yang pergi akibat gulungan air bah,kini seakan terbayar. Bayangan tubuh Nonik yang terkulai dengan baju pengantinya yang telah berbalut dengan lumpur itu sirna.
Dalam tatapan ibu si Nonik hanya tampak wajah seorang lelaki bengkel bertelapak tangan kasar. Tatapan bertemu seperti waktu itu, ketika ibu si Nonik melihat pengantin pria tetap gagah berdiri di tengah-tengah tubuh Nonik dan para tetamu lain tergeletak berbalut lumpur. Sedangkan dalam tatapan lelaki itu, tampak Nonik yang telah kembali ke pangkuannya. Sosok wanita yang amat dirindukannya. Wanita yang pergi meninggalkannya bahkan dengan masih menggunakan baju pengantin.
Di luar kesadaran masing-masing, lelaki bengkel masih berdiri tegak di depan ibu si Nonik. Sedangkan si ibu juga masih menatapnya dengan tatapan yang entah, mungkin nakal? Hingga akhirnya, kaki mereka menuntun masuk ke dalam rumah yang sepi. Sedangkan di luar, angin sepoi-sepoi berhembus dengan gemulainya, membawa terbang beberapa daun belimbing kuning layu, hilang entah kemana.
“Jagalah lelakiku seperti lelakimu, Bu!” Ibu si Nonik seperti mendengar samar-samar bisikan Nonik di dalam dirinya
Lalu ia membatin, “Inilah akibat teramat mencintai dan tak ikhlas melepaskanmu, Nak.”

Di luar sana, tepatnya di bagian belakang rumah ibu si Nonik yang berdekatan dengan semak belukar, terdapat segerombolan bocah tengik sedang berjalan, mereka mengalungi leher masing-masing dengan cabang ketepel siap pakai. Ya, peralatan tempur para pejuang di bumi jajahan kaum zionis itu. Berkali-kali para bocah tersebut menghajar kawanan beburung yang hinggap di pokok-pokok kayu, tapi berkali-kali juga bidikan para bocah meleset, hingga peluru-peluru ketapel itu menyasar dan menghujani atap rumah ibu si Nonik.
Keduanya terperanjat.

“Astagfirulloooh!!”

Penulis Munawar, penikmat seni peran, anggota Forum Lingkar Pena Aceh (FLP-Aceh) dan alumni Muharram Journalism College (MJC) jurusan televisi 
Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages