Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Aceh dan Baiturrahman

Siang ini semua siswa-siswi jurusan Televisi di Muharram Journalism College (MJC) diharuskan pergi ke halaman Masjid Raya Baiturrahman. Di sana seorang kameramen ternama di kota Banda Aceh sudah menunggu dengan materi pengambilan gambar, yang pastinya akan asik. Mengapa area masjid Raya Baiturrahman menjadi lokasi pilihan untuk materi ini? Pertimbangan kami dan sang pengasuh sebelumnya, Baiturrahman sempurna untuk materi pengambilan gambar, halaman Baiturrahman mampu membuat kami kaya akan angel pengambilan gambar.

Seisi kelas, jauh-jauh hari sudah sangat mengidam-ngidamkan materi ini. Kurang sempurna rasanya jika ilmu praktis tapi yang diajarkan hanya materi teori saja, dan ini kesempurnaan yang dimiliki oleh MJC; pihak sekolah mampu mem-balance atau menyeimbangkan antara teori dan praktek. Mampu menghadirkan ke dua-duanya bagi semua peserta didik setiap tahun ajarannya. Dalam ilmu praktis, teori dan praktek merupakan mata rantai atau dua sisi mata mata uang yang tak boleh dipisahkan.  Di pertemuan sebelumnya kami sudah diajarkan materi (teori) pengambilan gambar: In Door dan Out Door oleh abang kameraman yang hebat itu.

Setelah semua kami berkumbul di kaki menara utama masjid. Sambil menikmati belaian angin siang yang meniupi wajah-wajah dan sekujur tubuh. Di atas barisan anak tangga, sejenak kami mendengar kembali review materi, mengenai  apa saja yang harus diperhatikan seorang kameramen sebelum mengambil gambar secara out door, dan juga termasuk bagaimana mensetting kamera supaya pengaturan cahaya, iris sesuai dengan keadaan. Ya sekitar dua puluh menitan lah kami mendengar arahan dari si abang, namanya Rizki Aulia. Ringkasnya, bang Rizki penekanannya lebih kepada mengulang-ngulang kembali materi teknik pengambilan gambar, sebelum kami disuruh satu-persatu membidik setiap lekuk yang ada di dalam area halaman masjid.

Seperti kebanyakan perlengkapan orang mengambil gambar, properti seperti tripot, mic dan batre cadangan semuanya sudah kami sediakan, siap-siap dikeluarkan dari sarangnya. Sepuluh menit setelah pengarahan usai proses pengambilan gambar sudah berlangsung. Satu persatu dari kami mendapat giliran membidik Baiturraham dan sekelilingnya. Sesuai dengan absen, ya begitulah aturannya kalau kita nurut sama Abjad dan aturan sekolah. Dikarenakan abjad M boleh dikatakan jaraknya lumayan jauh dengan abjad A, jadi saya harus menunggu dulu inisial huruf A-L berjalan. Baru setelahnya M kan? Artinya saya bisa santai-santai, sembari melihat teman yang sedang unjuk gigi, sambil bertanya ini itu juga sih, hehe.

Akhirnya...

Nah, ketika giliran saya tiba, barulah inspirasi tulisan tentang cerita Baiturrahman ini dimulai. Kini giliran saya yang memegang kamera. Masukan dari bang Rizki; Kami boleh mengambil gambar dengan berbagai Angel yang ada (sudut pengambilan gambar) dan semua spot yang ada di dalam area masjid Raya Baiturrahman, baik itu wujud dari Baiturrahman sendiri; yang padanya melekat menara-menara mungil, juga silakan kalian menge shoot menara utama dan keindahan taman dan halaman masjid yang dilengkapi kolam di tengahnya.

Baiturrahman

Ketika mata yang satunya telah saya picingkan dan menempel pada view fender kamera, dari balik lensa (view) itulah Baiturrahman tampak dengan begitu aduhai. Teknik-teknik pengambilan gambar seperti ‘tilt up, tilt down, pan right dan pan left semuanya saya peruntukkan untuk membidik Baiturrahman dan sekelilingnya. Lewat bidikan kamera, terlihatlah disana wallet-walet yang sedang mengudara mengelilingi bangunan masjid, terbang berpindah-pindah dari satu menara ke menara yang lainnya, lalu berlompat-lompat kecil di plataran menara. Sebahagian yang lain ada juga yang siap siaga menjaga setiap lekuk Baiturrahman. Entah apa yang dijaga oleh para wallet itu, saya tak tahu.

Tak puas menatap keindahan Baiturrahman hanya dari balik lensa kamera, sekejap sambil rehat mata, meninggalkan kamera. Saya kembali memerhatikan Baiturrahman secara langsung, tanpa peralatan apa pun. "Baiturrahman, memang rupamu bukan buatan! Dari jauh kau terlihat kece, dari dekat apalagi.." Baiturrahman, nama sebuah Masjid Agung yang juga menjadi icon tanah Rencong, Aceh.   

Bagi para pelancong yang sudah pernah singgah ke Baiturrahman pasti akan merasakan kesan yang amat mendalam atas persinggahan mereka. Dan sekarang ketika pelancong-pelancong ini kembali ke tempatnya, berada jauh dengan Baiturrahman rasa rindu itu kembali membuncah, rasa-rasanya ingin mengulang kembali masa yang sudah-sudah. Lantas apa yang bisa mereka lakukan untuk melepas rasa tersebut? Ya salah satunya dengan cara melihat Baiturrahman dalam pejaman dari kejauhan.

Dengan memejam mata, Baiturrahman akan tampak lebih jelas dalam penglihatan saat sedang berada dikejauhan. Baiturrahman. Ia bukanlah nama orang, nama kota, nama salah seorang raja yang pernah memimpin kerajaan Aceh tempo dulu, bukan pula nama salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran. Lantas Baiturrahman itu nama apa? Ia adalah nama sebuah masjid yang memiliki fisik sempurna dan namanya sudah terdengar ke seluruh penjuru benua Asia, atau bahkan seluruh dunia. Masjid yang tidak bisa lepas dari masa lalu kerajaan Aceh ini berada dipusat kota Banda Aceh, dibangun ditempat dan dibawah langit yang strategis.

Kebanyakan orang-orang muslim diluar Aceh yang ingin melancong ke tanah rencong, sejak pertamakali mereka meniatkan untuk berpergian ke bumi Aceh, pertanyaan yang lebih dulu terbesit di tiap-tiap mereka adalah, “Baiturrahman itu ada dimana, tepatnya dimana dan bagaimana kami bisa kesana?” Saya selaku putra Aceh tulen tidak heran ketika berhadapan dengan pemandangan-pemandangan baru yang bermunculan diseputran komplek Masjid Raya Baiturrahman. Sekarang ini Baiturrahman bukan saja sebagai rumah ibadah dan pusat berbagai corak aktivitas keagamaan, tapi juga sebagai tempat “berwisata” (wisata religius/islami). Kemegahan dan keotentikan yang melekat ditubuh Baiturrahman mampu menggaet banyak pengunjung untuk bersitatap langsung dengannya dalam durasi waktu tertentu.
Sumber photo: Aceh tribun


Ary Ginanjar Agustian, ketika menjadi pembicara dimalam ulang tahun kota Banda Aceh yang ke-808, dihadapan ratusan penduduk kota Banda Aceh yang memadati halaman kantor walikota kala itu, Beliau mengatakan, “Bagi saya inilah masjid (Baiturrahman) yang terindah dan teragung diseluruh Indonesia. Saya banyak ceramah di masjid, tetapi ketika kaki saya naik ke mimbar Masya Allah ini bukan sekedar masjid biasa, tapi masjid yang sangat agung sekali, karena ruh pahlawan hidup didalam jiwa Baiturrahman. Ruh atau semangat juang Cut Nyak Dhien, Malahayati, Teuku Umar dan masih banyak lagi, seolah-olah tetap hidup di Masjid Baiturrahman.” Begitulah pandangan orang luar Aceh kepada Baiturrahman.


Gumam seseorang yang sedang berada jauh dengan Baiturrahman. “Duh, ingin  rasanya saya melihat fisik sempurna Baiturrahman secara dekat, mendengarkan suara para muazin pilihan yang mengumandangkan azannya, serta menjadi pendengar setia para qori yang melantuntkan ayat-ayat suci Al-Quran menjelang masuknya waktu-waktu shalat. Oh Rabb ku, betapa tenangnya jiwa ini ketika daku menjadi salah satu makmum yang diimami seorang imam besar yang bertitel ‘hafizul quran’ didalam masjid yang megah itu.” Subhanallah..!"




Ayo kita ke Baiturrahman..!

Saya seorang pemuda kampung yang kadang-kadang sedikit kampungan, yang sekarang ini sedang berada dekat sekali dengan Baiturrahman. Pemuda kampung ini punya sedikit cerita masa lalunya dengan Baiturrahman. Awal mula niat saya ingin melancong ke kota Banda Aceh, selain untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi, juga yang menjadi fokus saya adalah untuk melihat rupa dan fisik Masjid Raya Baiturrahman secara dekat. Dulu sekali, saat saya masih berusia sekitar 10 tahunan, saya tahu nama Masjid Raya Baiturrahman itu dengan nama Masjid Raya saja, tidak ada tambahan kata Baiturrahmannya.

Karena disetiap kemunculan Baiturrahman di televisi saat tayangan azan magrib, yang orang tua saya katakan adalah, “Nyan kakalon hai nyak kiban Masjid Raya, pajan gata ek tajak keunan nak jeut takalon langsong/ Ini dia Masjid Raya wahai anakku, kapan kamu bisa kesana untuk melihatnya secara langsung." Setiap menjelang azan magrib, stasiun TVRI selalu menayangkan tayangan azan dengan tampilan Baiturrahman disana, mulai dari awal mula lafaz azan "Allahuakbar" dikumandangkan sampai azan berakhir dengan kalimat "La Ilahaillallah". Kalau tidak salah saya demikian.

Begitu juga di sekolah, kurikulum sekolah dasar dan lanjutan saat itu masih memasukkan mata pelajaran Bahasa dan Sejarah Aceh sebagai materi wajib. Lewat mata pelajaran tersebut sedikit demi sedikit saya mulai mengetahui soal Sejarah dan  Perang Aceh. Dari sekian banyak materi ajar matapelajaran tentang keAcehan, juga terselip disana materi masjid dan soal bagunan bersejarah, termasuk didalamnya Masjid Raya Baiturrahman.


Kenapa ini ada, karena Baiturrahman sendiri merupakan buahkarya dari Kesultanan Aceh. Dari sana saya tahu, kalau Masjid Raya pernah dibakar dan dibangun kembali saat gejolak perang antara Pejuang Aceh dan Penjajah Kafee-kafee (red-kafir) Belanda masih berkecamuk. Sudah berapa kali masjid ini terjadi perluasan dan penambahan kubah, juga saya tahu dari informasi-informasi silam yang saya dapatkan dibangku sekolah. Itu masa lalu saya dengan Masjid Raya. Siang ini, terhitung sudah hampir lima tahun saya hidup di tengah-tengah kemegahan Masjid Raya Baiturrahman, yang dulu saya sendiri tidak tahu nama lengkapnya. 
 

Penulis: Munawar
Adalah siswa Jurusan Televisi Di Muharram Journalism College (MJC)


Share:

Saya Bukan Member MLM, tapi

Saya pikir, bukannya tidak ada wanita yang bisa sukses dengan dunia bisnisnya,  banyak malah. Mungkin sore itu saya hanya kebetulan saja bertemu dan berkesempatan mendengar presentasi dari seorang laki-laki. Baiklah, karena yang saya lihat sore itu adalah potongan seorang lelaki sukses, jadi saya akan bercerita tentang lelaki yang sedang berbicara diatas panggung, kala itu. Lelaki ini tidak ganteng-ganteng amat, postur tubuhnya tinggi besar bahunya lebar seperti kebanyakan laki-laki, berambut ikal, mengenakan kemeja sederhana lengkap dengan satu selipan pulpen disaku kiri ala rektor di film 3 Idiot.

Sekilas memang sulit untuk dikenali kalau ternyata dia Leadernya. Kalau saja bukan dia yang jadi 'Pembicara' sore itu pastinya saya akan mengira, "Lelaki ini hanyalah seorang audien yang warna kemejanya sedikit lebih cerah dari kemeja saya." Huuu, begitulah asumsi yang lahir akibat dari pandainya dia menyembunyikan penampilannya.

"Bekerja keras beberapa tahun untuk menikmati hasil selama-lamanya." Motto hidup yang pendek tapi bertenaga ini saya dengar sendiri diucapakan seorang Leader (sebutan yang mereka berikan) saat saya diberi kesempatan untuk mendengarkan presentasi salah seorang pebisnis MLM (Multi Level Marketing), boleh dikatakan dia ini sudah sukses dengan bisnisnya. Betapa tidak, diusianya yang masih muda dia sudah berduit banyak, sudah naikin haji orang tuanya, dan baru saja menggondol satu mobil berkelas. Semua capaian-capaiannya itu diperlihatkan lewat slide-slide yang berlalu lalang di dua layar LCD berukuran setengah layar bioskop.

Saya iseng coba membandingkan apa yang telah saya dapat dengan capaian-capaian si leader muda tadi. Namun, yang bisa kukatakan dalam hati ialah, "Oh mama ampuni aku, bulan ini aku harus minta lagi uang sama mama buat beliin ban motor yang kedua kalinya meletus, akibat sering kelamaan kejemur di parkiran yang tak beratap. Ini menandakan saya belum mandiri masih terikat finansial dengan orang tua. Jauh sekali perbandingannya dengan si Leader tadi, aku tertunduk malu gara-gara keisengen ini.

Setelah MC mempersilahkan lelaki ini naik ke atas panggung, banyak audien yang berdiri melihat kesana kemari, merubah posisi duduk mereka alias tidak bisa diam seperti cacing ditaruh diatas genteng jam 12 siang. Ya namanya juga orang penasaran pengan ketemu sama bos (Leader). Semua pandangan para audien langsung tertuju ke deretan sofa paling depan, melihat-lihat siapa diantara orang yang bejas, berdasi licin itu akan naik keatas panggung? Dikiranya yang dipanggil MC tadi ada dibarisan sofa paling depan. "Yang toeh ile, peu nye jeh yang sipatu meukilat-kilat jeh." Saya mendengar ada bisikan-bisikan halus para audien dalam bahasa Tahailad, ada juga yang mendesis, "ssssss, bek karu hai!"

Sekali lagi maklum, seperti yang kita tahu, kebanyakan calon anggota MLM itu berasal dari berbagai profesi, mulai dari tukang jualan, ibu rumah tangga, sampai anak kuliahan. Konon katanya lagi ada juga sebagaian orang kantoran yang kemakan bujukan untuk ikutan join di bisnis ini. Ya begitulah kondisinya kalau audien yang hadir banyak dari luar daerah, mereka akan bertutur sesama dengan bahasa daerah mereka sendiri, seperti bahasa Tahailand tadi. "Yang toeh ile, peu nye jeh yang sipatu meukilat-kilat jeh."

Bagaimana saya bisa sampai ke acara ini? Cara saya sampai bisa mengikuti presentasi yang menurut mereka wow ini. Pertama, saya memang tidak tahu kalau saya sedang diprospek untuk menjadi member, dalam dunia bisnis MLM disebut down line. Kedua, yang mendorong saya mau menghadiri acara tersebut karena untuk kesana saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun (kalau diminta duit, udah jelas-jelas saya tolak).

Percayalah saya diuandang kesana dan diperlakukan seperti tamu spesial. Salah seorang member bisnis ini yang belakangan saya tahu dia sedang memprospek saya memberikan saya selembar undangan gratis, supaya bisa menembus penjagaan dipintu masuk acara. Siapa yang gak mau kalau perlakuannya seperti ini semuanya serba free.  Kalau istilah trendnya 'sudah dikasih makan disupin lagi'. Acara presentasi yang saya hadiri ini lumayan berkelas diantara presentasi-presentasi lain. Jadi dalam MLM ini kayaknya ada beberapa level presentasi; mingguan, bulanan, dan yang terakhir kalau tidak salah yang saya hadiri ini. Kalian tahu berapa harga tiketnya? Hmmm, kalau diuangkan mungkin harga tiketnya seharga satu pasang sandal 'Ardiles' yang kelas menengah.

Saya benar-benar kagum sama member-member bisnis tersebut, mata saya sempat berkaca-kaca, tapi tidak sampai mengumpulkan air mata lalu mengeluarkannya dengan menangis. tidak, tidak...! Tapi hanya sebatas berkaca-kaca saja. Karena saya membayangkan, kalau saja saya bisa seperti si leader tadi, sudah pasti uang kuliah gak harus dikirimin lagi setiap bulannya sama orang tua yang PNS itu, punya pendapatan bulanan yang lebih dari cukup, dan suatu saat kelak kalau saya sudah memiliki keinginan untuk menikah, saya tidak harus minta dikumpulkan mahar sama dua orang PNS yang suatu saat bakal pensiun itu.

Apalagi saya sanggup menaikkan haji kedua orang tua saya, wooow. Dari membayangkan saja saya sudah merinding, terharu, apalagi itu sampai beneran terjadi, pasti si Muna keren banget dah sebagai anak, pasti jadi buah bibir. "si Muna itu tu yang sudah menaikkan haji orang tuanya, itu loh putra dari bapak... dan ibu..... wiiih, pasti bakalan bangga orang tua saya telah melahirkan anak yang mampu menghajikan orang tuanya. Nah, lalulintas angan-angan yang seperti itulah yang membuat mata saya berkaca-kaca.

Saat orang bertepuk tangan saya juga ikutan memberi tepukan, keras lagi...! Orang berjingkrak-jingkrak diatas kursi dibawah alunan musik yang membakar semangat "Final The Cut down", aku juga ikutan jingkrak-jingkrak. Kata si leader diatas panggung, "Orang sukses harus memperlihatkan semangat sukses yang sama saat sebelum dan setelah ia sukses, dengan cara fuul spirit."

Setelah keluar dari acara yang wah itu, sambil pulang saya berandai-andai, kalau saja saya terus-terusan mendapat persuasif yang begitu tertata rapih dan mewah seperti sore ini, bisa-bisa saya akan terpengaruh untuk mengambil keputusan join bersama mereka.

Cuma belakangan saya tersadar, mungkin bagi orang lain mudah menjalani bisnis ini, tapi tidak dengan saya. saya selaku orang yang cepat menyerah dan tidak memiliki semnagat juang yang menggebu seperti leader itu, tentunya lebih baik memilih untuk tidak join, bukan karena saya menganggap bisnis ini jelek, sama sekali tidak, saya hanya merasa tidak sesuai saja dengan potongan manusia mahasiswa seperti saya.

Kalau jadi saya join, sebagai kerja awal saya harus... kemudian yang berbuntut pada bagaimana mengajak orang-orang terdekat saya, menghubungi kembali teman-teman yang pernah saya kenal sejak SD dulu hingga sekarang untuk bisa menggaet mereka menghadiri acara serupa guna mendengarkan wejangan-wejangan leader seperti yang sudah saya lakukan. Yang pasti tiketnya tidak gratis lagi, sudah pasti saya juga harus ikut membujuk target saya untuk membeli tiket yang barangkali harganya tidak lagi seharga sandal Ardiles kelas menengah yang pernah saya peroleh.

"Arhhh, capek ahhh, apalagi mempromosi... kayak tukang jual.... nggak jadi ahhhh!".

(Belum selesai, saya makan dulu)  
Gambaran umum peta kerja MLM
Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages