Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

"Obat"

Sahabat, peluang untuk berbuat baik lebih terbuka lebar ketimbang kita berbuat jahat, onar dan kacau. Perilaku jahat akan membelenggu hati siapa saja, dan efek dari semua itu menjadikan kita was-was, saban hari seakan rasa takut itu selalu mengikuti dimana kita berdiam diri, serasa ada yang mengejar-ngejar. Ketentraman batin begitu mahal harganya dan sulit didapati, perasaan bersalah begitu memenjara jiwa karena hari-hari dihidupi oleh kejahatan. Namun, bergembiralah, wahai siapa saja yang berbuat baik, hatimu yang kerap diisi dengan amalan-amalan terpuji. Yakinlah, matamu akan selalu tersenyum, kemana pun arah yang kamu toleh disitulah kebahagiaan menantimu, kamu merasa merdeka dari jeratan hati yang membuatmu murung dan keningmu berkerut.

Dan janganlah kau bersedih hati ketika kau diuji, duhai sahabat. Anggap saja, ujian itu adalah sebuah kesempatan untuk menempa diri. Bila kita melihat ujian itu sebagai sebuah penderitaan, maka kita akan mengalami 'kerusakan mental' yang luar biasa. Sahabat, ujian kita hari ini tidak ada apa-apa nya jika dibandingkan dengan cobaan yang Allah timpakan kepada Nabi-Nabi dan generasi terdahulu.

Ujian kita hari ini, palingan cuma ujian "semesteran" dunia: Katakanlah itu kita gagal diwisuda tahun ini karena skripsi yang belum mendapat persetujuan untuk disidangkan, atau sedikit lebih menyayat hati; karena gagal menikahi seseorang gadis akibat sudah lebih dulu dipinang oleh teman sendiri secara diam-diam. Itu mah bukan ujian, apakah kita pernah diludahi, dilempari kotoran hewan, di hukum di tiang-tiang gantung, digergaji dari kemaluan hingga wajah terbelah, atau apakah kita pernah dibakar hidup-hidup?
Mari sahabat, mari kita merenung atas ujian yang menimpa para generasi terdahulu. Mari :)
Share:

Kekuatan Film

Memang provokasi cinta yang digalakkan Hollywood gilanya tidak tanggung-tanggung. Para insan perfilman disana cukup kaya akan manjinasi. Hayalan-hayalan mereka selalu ingin diwujudkan menjadi satu bentuk karya yang bisa dinikmati triliyunan mata penduduk dunia. Entah darimana datangnya ide mereka dalam berkreasi? Sampai ke level bagaimana cara menyatukan hati Manusia dengan Vampire pun mereka lakukan. Judul film seperti Twilight, New Moon, Breaking Down,Warm Bodies, dalah contoh-contoh karya yang bersumber dari hayalan-hayalan, tapi sifatnya produktif bagi mereka, yang kemudian mampu menelurkan karya-karya yang berhasil mengubah Imej terhadap apapun. Contohnya Vampire; yang dulunya serem (Vampire di Cina), sekarang Vampire menjadi romantis setelah hadirnya Vampire barat yang diperankan Robert Pattinsion sebagai Edward Cullen di film Twiligt dan Nicholas Hoult sebagai 'R' dalam film Warm Bodies.

Kita ini adalah para penanti sejati karya hayalan mereka. Lalu pertanyaannya, mengapa kita yang jelas-jelas sudah tahu semua itu bohong, tapi tetap saja kita mau menanti-nanti kebohongan baru yang dikemas berkedok film yang ber-part-part? Harus kita akui, mereka memang jago dalam mengemas sebuah kebohongan, inilah hebat mereka. Kita sadar kita sedang dibohongi tapi justru terus mau dibohongi (termasuk saya), kebohongan mereka memang menarik untuk dinanti dan diikuti.

Sisi lain dari Film


Para film maker luar negeri tak hanya menyajikan hiburan lewat karya-karya filmnya untuk para penikmat film dunia dan tanah air. Ada banyak muatan lain yang ingin di share lewat sebuah tontonan. Secara tidak langsung lewat film  kita telah belajar sesuatu dari setiap tontonan yang disajikan ke home teater kita pribadi. Selain mereka ingin mempromosikan kecanggihan negaranya, mereka ini yang katanya para pekerja sineas juga ingin mengajarkan sesuatu kepada para penonton setianya. They are teach us about something. Like, "how to kill and be killer, how to use weapon, how to shoot someone, scuide, and more."
Share:

Power of Words

Harus diakui memang, kekuatan kata-kata melebihi dari segala atas apa yang ada di dunia ini. Perang dan konflik yang berkecamuk juga bermula dari kata-kata yang menjelma dalam berbagai bentuk; provokasi, propaganda atau jelmaan lainnya yang dibumbu bumbui. Hati seseorang bisa luluh, juga diakibatkan oleh pandainya seseorang merangkai kata-kata. Kalau master Deddy Corbuzier bisa membengkokkan sendok dengan kekuatan pikirannya. Aku percaya deh, seseorang mampu membengkokkan seseorang yang lain lewat kekuatan kata-kata.

Kita menjadi siapa hari ini tidak lepas dari peran orang-orang yang mengendalikan kata kata. Seorang motivator merobah bayak audiensnya dengan kekuatan kata-kata, begitu juga yang punya buku; katakanlah seorang penulis novel atau buku-buku inspirasi, bagaiamna dia bisa merobah pembacanaya? Juga lewat kata-kata yang dirankainya di dalam sebuah buku.

So don't think power of words are "small and weaks".



Share:

Seharusnya Ku Dengar Kata Emak


Beginilah kalau jadi anak yang keras kepala. Padahal dulu pas tamat SMA emak sudah menyiapkan modal buat usaha saya. Setelah saya dinyatakan lulus SMA, saya sering diajak bicara empat mata tentang apa langkah saya selanjutnya kemana, dan mau jadi apa. Melihat saya yang sering malas malasan urusan sekolah sekolah, akhirnya emak mengambil keputusan untuk tidak terlalu memberi fokus ke saya untuk kuliah. Mak ngelarang sangat untuk saya tidak kuliah, karena emak lebih yakin melihat saya cocoknya jadi usahawan (di usaha dagang).

"Nak mukamu itu bukan muka anak kuliahan, kamu lebih cocok jadi orang dagang nak, emak udah siapin modal buat kamu."

Udah sering kali emak menasehatiku, bertukar pikiran sebelum ambil keputusan untuk beli formulir pendaftaran jadi mahasiswa baru. Eee, malah akunya yang ngotot pengen kuliah, pengen ikut-ikutan jadi the sarjana.

Jadi inget kata-kata seorang teman yang sekarang dia sudah selesai kuliah, "kalau dulu aku tahu nasibku bakalan begini siap kuliah war (gak ada kerja), mending aku siapin modal dari dulu buat usaha kecilan kecilan, ya walaupun itu jual pulsa dan jual permen." Kemarin pas pulang kampung jumpa kawan kawan satu SMA yang tidak kuliah, sekarang dia sudah punya toko sendiri, mulanya dia hanaya jadi pekerja di toko orang, dan pas pulang puasa kemarin aku jumpa dia udah jadi toke. Punya toko baju lebih dari empat pintu. Aku dan dia masih sama sama muda. Tapi karena aku salah memilih jalan jadinya aku tampak lebih tua dengan derita dan penyesalan. Temanku yang sudah jadi toke itu, dia dulu konsisten dalam menancapkan kakinya untuk menjadi seorang pedagang dan focus membangun usaha.

Tetapi kawan, ini yang mau kusampaikan pada kalian, walapun bagaimanapun, dan apapun yang sedang kurasa sekarang, yang namun keputusan yang telah kuambil tak akan kusesali. Karena kata orang tua-tua dulu dalam bahasa Aceh: Nyan bandum kaleuh geu gareh lee po teuh peuneujeut alam, keu tiep-tiep insan. Life must go on!

***
Dan hari ini, setelah sekian lama berpisah dengan kenangan keberhasilan temanku yang sudah berhasil menjadi toke itu, aku coba tidak lagi membanding-bandingkan diriku dengan keberhasilan orang lain. Aku terus melihat ke depan melakukan apa yang kurasa menjadi kegemaranku dan pastinya tetap tidak melupakan lowongan pekerjaan. Hehe, saat menemukan lowongan kerja yang begitu berjibun di berbagai situs internet, aku serasa sedang berada di mall besar di Ibu Kota. Niat untuk membelikan semua keperluan sehari-hari yang dijejer di rak-rak barang begitu tinggi, tetapi setelah aku memasukkan kelima jari kedalam saku celana untuk mengambil dompet lalu melirik isinya lembar-perlembar, peser-perpeser, dan koin-perkoin, setelahnya aku baru sadar; duit enggak cukup untuk membeli itu semua. Niat berbelanja yang besar tadi, yang begitu bernafsu, perlahan "grafiknya" menurun.

Persis seperti saat membuka situs lowongan kerja di internet, pengen kerja disana sini, di perusahan ini, kementrian itu. Yang pertama kali terbayang adalah kalau aku keterima kerja disini, aku patut berbangga seperti ini, dapat uang yang banyak, hidup mapan di usia muda atau apalah.

Lupa kalau di dunia cari kerja ternyata ada ketentuan bahwa: Di dunia professional sekarang ini jarang ada instansi atau perusahaan yang rela membayar seseorang dengan bayaran gaji yang selangit, tetapi syarat yang mereka ajukan untuk lulus ke situ biasa-biasa saja. Cara pandangku selama ini kan ketika seseorang gagal menembus dunia kerja hanya bisa menyalahkan, mengatakan ini tidak sesuai dengan standar proseur mencari kerja di Indonesia atau pihak instansi yang terlalu mempersulitnya.  Sebetulnya saat seseorang berkali-kali gagal menembus dunia kerja yang harus dilakukannya adalah bercermin, belajar dari pengalaman dan mempersiapkan apa yang menjadi standar kebutuhan dunia global sekarang, tidak sexy dong menyalahkan pihak lain terus. Sekali lagi yang perlu dilakukan adalah bercermin pada standar persaingan global; Apakah keberadaan kita sudah menjawab kebutuhan dunia kerja dengan berdasarkan syarat-syarat yang diajukan.

Tetapi setelah tahu, betapa sulitnya untuk bisa menembus kesana, akhirnya hayalan-hayalan tadi menciut seperti balon yang kehabisan angin. Gimana gak sulit coba, semua orang-orang yang mengajukan diri untuk bekerja disana, siapapun dia harus bisa menguasai bahasa asing secara aktif dan pasif, gilak. Ditambah lagi dengan perolehan nilai toefl yang berstandar internasional dan itu scorenya harus diatas 480, Bbbahhh...!

Setelah mengetahui betapa beratnya qualify atau syarat untuk masuk kesana, akhirnya "aku" memilih jadi pekerja serabutan aja deh. Kubenamkan semua hayalan-hayalan tadi di tengah-tengah samudara, sedikit pun aku tidak berniat untuk menyelam ke dasar samudara guna mengambilnya kembali.

Belum ada pekerjaan yang pas buat aku, walau itu statusnya masih baru.
Kalau boleh jujur sih, sebetulnya aku sudah mulai bosan dengan pekerjaan antar jemput antar jemput ini setiap harinya, walaupun sepulang dari situ kunci mobil mewah ini aku yang kantongi boleh kubawa kemana-mana sampai pekerjaan jemput antar jemput antar itu tiba kembali waktunya. Aku dibayar untuk profesi ini, uang makan aku dikasih tempat tinggal aku disediakan. Aku tinggal di sebuah rumah yang ada bangunan ruko disampingnya, nah di lantai dua ruko itulah aku tinggal selama di ID Card ku ini masih tertulis pengantar jemput sebagai profesiku.


Sebelum aku menemukan profesi-profesi lain terpakasa aku harus bergelut dengan balutan rasa bosan ini setiap pagi, setiap siang, setiap sore atau bahkan kadang setiap malam. Aku tidak punya banyak pilihan pekerjaan seperti kalian yang bebas memilih untuk menjadi apa saja. Kemana-mana aku tertolak dengan alasan umur yang sudah melampaui batas standar. Satu-satunya pekerjaan yang tidak menetapkan batas standar usia adalah ya pekerjaan ini, pekerjaan yang membosankan yang sedang kujalani. Kalau seandainya dari jauh kalian bisa membaca keterangan pekerjaan di ID Card ini, kalian akan tahu kalau profesiku adalah pengantar jemput keluarga pembesar di kota ini.
Share:

Gadis Kecil Bintang Iklan Shampoo

Gadis kecil yang sedang duduk manis disebelah emaknya di area ruang tunggu Bank BNI lagi asik mengendalikan kenderaan salju di tablet 8 inci milik emaknya. Kulit si manis kuning langsat, di pipi kirinya ada sedikit belepotan bubuk susu yang masih menempel acak-acakan. Sepertinya usia dia masih sangat hijau, sekitar 10 tahunan gitu.
Dan aku yakin, kelak saat ia tumbuh sebagai gadis yang tidak lagi kecil seperti sekarang, dia akan tumbuh sebagai seorang gadis manis pintar yang ditakasir oleh beberapa lelaki yang tidak bernyali untuk menyatakan cintanya.

Gadis kecil manis ini sebentar-sebentar kerjanya membetulin rambut, selang dua menit dia menyisir rambut dengan jari-jari tangan mungil miliknya. Aku sebagai orang senasib dengan emaknya yang harus mengantri di BNI pagi ini, mencoba bertanya tentang anak gadisnya yang masih kecil itu.

Setelah aku tahu siapa namanya, berapa pin BB dan androidnya, dan kapan hari ulang tahunnya, aku memberanikan diri untuk menanyakan soal kenapa putrinya itu sering kali menyisir dan membetulkan rambut sambil menggoyang-goyang dengan cengkraman jarinya yang lima?

Dengan agak sedikit rada rada malu, ibunya membeberkan apa yang menyebabkan anak gadisnya berlagak demikian. Belakangan aku tahu, dulu sekali, emaknya pernah punya obsesi menjadi seorang bintang iklan shampoo di salah satu stasiun tv swasta, karena rambutnya tidak bisa menjawab kebutuhan para awak industri iklan, akhirnya obsesi sang ibu enggak kesampaian.


Sekarang sedikit demi sedikit obsesinya dimasa lalu ingin diturunkan ke anak gadis kecilnya yang sedikit memiliki rambut lebih indah dari emaknya. Rambut emaknya ikal, sementara rambut gadis kecilnya lurus, jeh kok bisa? Ya bisa lah, karena rambut buyutnya yang lurus, jadi nular ke cucunya. Ooo...


Share:

Biji Salak Dempet Tiga

Di kolam mata ie, kau mandi di siang haripun saat mata hari sudah sidikit miring diatas kepala, airnya masih bisa buat kau menggigil, buat gigi-gigimu berbunyi karena saling tabrakan, apalagi kau ajak nyemplung kesana sekarang saat matahari beranjak naik, ku yakin akan beku kau di air.
Kecuali diatas air nanti kau naik angsa raksasa, angsa yang lebih besar dari angsa piaraan di kandang kau, kau tahu kan angsa yang kumaksud? Dia bisa didayung seperti sepeda dan kau bisa duduk diatasnya. Tapi asal kau tahu disana tidak ada angsa, yang ada hanya monyet-monyet bergelantungan diatas pepohonan, tidak mungkin dia mau kalau kau ajak mandi, kecuali kau kasih dia celana satu untuk membungkus rasa tidak percaya diri dia karena memiliki bokong yang jelek, jelek sekali seperti biji salak dempet tiga.

Share:

Doa Kok Di Facebook?


Semenjak hadirnya facebook di tengah-tengah masyarakat, manusia lebih terlihat alim dan bersahaja di facebook (dunia maya) ketimbang di dunia yang bukan maya. Tidak sedikit para user facebook yang punya "kebiasan" berdoa di wall facebook mereka masing-masing. Ada yang berdoa untuk kesembuhan anak dan isteri, berdoa terlepas dari gangguan dan ancaman, biar dinaikkan gaji, pangkat dan sebagainya. Tapi karena ini lagi musim-musimnya penerimaan pegawai negeri sipil baru, jadi genre doa yang sering wara-wiri di beranda facebook adalah doa biar lulus tes CPNS. Ini cara pandang saya, dan bukan hak saya untuk menghakimi seseorang keliru atau tidaknya karena perilaku tersebut. Sebenarnya, perkara-perkara seperti ini bisa dilogikakan. Sekarang izinkan saya bertanya, "Sebenarnya kita berdoa itu supaya ada yang like atau untuk apa? Tentu semua kita sepakat, berdoa bertujuan supaya doa kita diaminkan para malaikat, dan nantinya Allah akan mengabulkannya. Jelas-jelas bukan untuk di like atau diketahui oleh semua teman facebook kita. 

Melihat fenomena ini, saya jadi sedikit mengambil kesimpulan, sepertinya kita sudah sedikit keliru dalam memilih tempat, tidak tahu lagi mana tempat-tempat yang dianjurkan untuk berdoa. Sekarang coba kita cek and ricek kembali, setahu saya tidak pernah ditetapkan dalam dalil, baik dalil aqli maupun naqli; bahwa media sosial yang bernama facebook itu merupakan salah satu tempat bagi hamba beriman di atas muka bumi ini untuk berdoa. Tidak pernah! Saya tidak pernah menemukan ketetapan dalil yang demikian. Coba dicek kembali, mungkin saya yang keliru atau barangkali bukan saya. Kalau pun kita ngotot berdoa di media sosial seperti facebook, lantas siapa yang akan mengabulkan doa-doa kita? Kenapa kita tidak langsung berdoa dikala masih dalam keadaan berwudhuk, muatan suci air wudhuk masih melekat pada jiwa raga kita seusai shalat. Saat kaki kita masih bersila indah diatas sajadah?
Jadi kenapa harus Facebook?
Sampeyan Ber doa biar banyak yang like atau diterima sama yang maha kuasa.

Rumor yang sempat beredar, bahwa filosofi dari Istilah "wall" di Facebook. Mengapa redaksinya harus Wall? Padahal bisa saja kan menamakannya dengan Page, Board, atau apalah namanya yang selain wall. Jadi menurut kabar yang beredar, Mark Zukenberg si pencipta Facebook adalah seorang etnis yahudi, dan orang yahudi selalu menghadap ke sebuah Dinding (wall) di Jerussalem (Israel). Apa mungkin si Mark sedang mempopulerkan istilah "Wall di kepercayaan etnis Yahudi (sebagai tempat meratapi nasib atau meminta sesuatu) kepada penduduk dunia? Kalau memang iya, maka pertimbangkan lagi niat sebelum menuliskan sesuatu yang bernada Doa di Wall Facebook.
Share:

Merindu Jogjha Seisinya


Selain tertusuk tulang ikan di celah-celah kuku, ternyata ada lagi yang lebih sakit dari itu, yaitu MERINDU. Merindu sesuatu yang jauh, yang tidak bisa terbayar dengan empat jam menumpang bus.

Pernah mengelilingi kota, nongkrong disudut-sudut jalan yang penuh dengan tamaram cahaya, suguhan asap kopi nikmat, menaiki kereta kuda beputar-putar ditengah sembraut kota, menghabiskan waktu bersama teman-teman sambil merasakan pelukan malam dibawah kerlap-kerlip lampu kota Jogja, hingga kami terlelap diantara keindahan-keindahan yang tersaji. Mana mungkin aku bisa melupakan kenangan sesumringah ini, kawan. Terlebih lagi ini tidak ada jaminan kedua untuk aku kembali ke kota yang sama.
****
Bagi kami berlima yang menumpangi mobil CRV putih susu sejak Jumat malam kemarin (Februari 2014), sepakat mengatakan 'inilah perjalanan darat yang paling gila, paling panjang, dan paling lama dalam sejarah kami melancong. Tidak main-main, bermodalkan satu mobil, empat butir pil antimo, dan satu sopir muda (tidak ada sopir pengganti) kami berhasil menaklukkan jarak Jakarte-Jogja dalam waktu tempuh yang tidak biasa, ya sekitar 20 jam. Melahap berpaket-paket makanan ringan, roti segedek bantal, dan meminum berbotol-botol minuman yang sering diiklanklan di tv menjadi ritual kami malam, ya memang begini cara kami bertahan hidup di mobil, selagi jarak Jakarte-Jogjha itu belum kami taklukkan ya kami harus begini.

Saat memulai mengetik isi postingan ini, malam itu jam dinding di kamar hotel Nirwana, kota Jogjha menunjukkan pukul 01.30 pagi. Kepalaku masih puyeng karena kelamaan di jalan, dan keempat temanku yang lain sudah terlelap membayar tidur mereka yang belum lunas.
Entah dari mana ide itu datang, hingga kami berlima sepakat, bahwa tidak boleh ada yang tidur selama mobil mewah berwarna putih susu ini masih berjalan, kan bisa saja tidur ganti-gantian. “Kita harus dalam kondisi duduk manis, Janji yaaa, tidak boleh ada yang tidur. Bungkus..!", Kata salah seorang teman dengan tegas. Dan semua kami setuju, secara serentak menyahut ,"Bungkuuuuus..!"

Malam itu, atap hotel Nirwana baru siap diguyuri hujan deras. Dari dalam kamar hotel aku mendengarkan satu dua suara kodok yang sedang mengendap-ngendap disisa genangan air hujan, mengintai penghuni hotel dari balik celahan, melihat siapa-siapa yang belum tidur. Begitupun dengan suara jangkrik yang masih begadang, mondar-mandir di celah celah batu di halaman hotel nirwana, sedang penghuni hotel tengah asik menikmati secangkir teh manis (ala Jawa) yang khas dengan wangi daun tehnya, di balkon-balkon yang tersedia. Sesekali aku mendengar 'dhok jhawa' dari orang yang masih ngerocos setelah hujan membangunkan mereka.

Setiap suara-suara yang ada disekitar hotel sangat mudah untuk didengar, terlebih lagi aku mendengarnya disaat sebagian orang terlelap, disaat malam sudah sepakat dikatakan sudah sunyi senyap.




Share:

Ziarah Diri Kami

Episode Sebelumnya…
Siang ini, aku dan dua lagi temanku yang cewek diharuskan bersatu dalam satu grup perjalanan untuk mengemis dan menderma di dua daerah yang ada di seputaran Jawa tengah, purwokerto dan bumi ayu. Mulai hari ini sampai tiga hari kedepan kami bertiga akan berjuang bersama-sama, menangis bersama-sama, dan bernyanyi bersama-sama hingga mencapai garis finish di cibubur. Perjalanan pun dimulai, aku, dian, dan ana stnk, yang katanya kami ini adalah manusia diatas rata-rata yang terpilih mulai melangkahkan kaki untuk mengenali diri di alam terbuka. Tiga orang manusia diatas rata-rata yang kami perankan ini masuk dalam urutan angka 15 pada pembagian kelompok  perjalanan ziarah diri bersama Gerakan Mari Berbagi.


Selesai membagikan kelompok dan penetapan daerah mengemis dan menderma, tugas mas hambar selanjutnya adalah mengantar kami ke terminal, yang rute perjalanannya dimulai dari sumber boyong menuju terminal kiwangan Jogja. (Duuuh, mas hambar ini baik banget deh). Sebagian teman-teman yang satu bus dengan kami ada yang turun setengahnya di separuh perjalanan menuju terminal bus kiwangan. Mereka turun sesuai dengan penempatan di daerah mana yang telah diputuskan oleh panitia. Yang diantar mas hambar hingga terminal Kiwangan hanya kelompok, Yuslizar, Munawar, Odit, Julian, Monitta, dan aku munawar. Kami dilepas mas hambar di terminal kiwangan, untuk selanjutanya mencari angkutan sendiri guna menuju daerah mengemis dan menderma masing-masing. Sampai disini ya mas hambar, nanti kita bertemu lagi di cibubur Jakarta, Aku masih pengen mendengar petikan gitarmu, greget suara angklung teman-temanmu, dan pukulan perkusi dari mereka. 


Episode Setelahnya...
Usai menikmati perjalan yang lumayan melelahkan dari terminal kiwangan Jogja menuju termial Purwokerto, yang mengharuskan kami menumpangi bus kelas ekonomi berstatus membosankan; tanpa ace, berdesak-desakan, dikeroyok oleh asap rokok yang dihembuskan penumpang yang tidak bertanggung jawab, ditambah lagi dengan merebaknya bau tak sedap, kecut yang bisa dicium dari bangku paling belakang hingga ke bangku paling depan, tempat pak sopir duduk menyetir. Aroma milik alam yang dibawa hembusan angin lalu masuk lewat jendela tak berkaca. Akhir cerita perjalanan, sekitar jam sepuluh tiga puluh malam, aku, dian, dan ana stnk tiba di terminal purwokerto dengan selamat dan tidak kecopetan "Gusti, Gustiii..."

Saat aku masih berada di dalam bus, beberapa kali aku melihat ke kedua wajah temanku yang cewek, "Ini siapa yang bisa kuandalkan di tanah jawa?" Aku dan Dian sudah pasti beda jauh (pengetahuan tentang tanah jawa minim), sudah pasti si Ana lah stnk yang bakalan jadi andalan. "Yups."

Setengah jam lagi bus akan sampai, aku mulai kalang kabut selaku pemimpin regu. "Ana, siapa saja yang telah kamu hubungi, sebentar lagi kita akan sampai dan harus mencari penginapan, Ana?" Bus butut itu terus melesat dengan tancapan akselerasi yang sangat menggila. Asap biru yang bisa kuliahat lewat kaca belekang mengepul, menyisakan bau terbakar. Satu persatu batas satu daerah ke daerah lain terlewati, rambu-rambu jalan berganti begitu cepatnya, pepohonan seakan berlari menyamai kecepatan Bus. Aku pening akibat mengitu atribut jalan dan pepohonan yang berlari-lari tadi. Untung antimo  si pengusir pening masih tersisa.

"Gini lo mas, tadi aku sudah menginbok ke beberapa teman organisasiku terkait penginapan kita
malam ini?" eh ada yang nyeletuk.

"Sek sek, tapi sudah ada balasannya blom?" Ana kelihatan bingung memberi jawaban. Dian masih tertidur dan ngoroknya gak kedengaran karena suara bus lebih besar dari suara ngerok si Dian :p ampuuun dije. Sebentar lagi bus akan berhenti karena kata pak kernet jarak Jogja-Purwokerto lebih kurang lima jam perjalanan. Empat jam setengah sudah kami habiskan di jalan, tinggal satu atau setengah jam lagi, baru bus yang bersuara jelek ini akan tiba di terminal Purwokerto. Kelompok Aku, Yuslizar, Monita, Julian berada dalam satu bus tersebut, kami berangkat sama-sama dari terminal Kiwangan.

Bus mulai mengebar gonggongannya dari terminal Kiwanagan, pukul enam kurang lima belas. Perkiraan kotorku menyimpulkan, sekitar jam sepuluh malam lewat bus ini akan sampai ke pemberhentian. Dan kami harus mencari penginapan, itu pekerjaan rumah pertama kami saat menginjakkan kaki di teminal Purwokerto.

"Gimana an, any good news?" mutar-mutar aja aku dari tadi, mikir dimana kami bakal menginap malam ini?

"Mas, malam ini kita akan menginapa di sekret HMI cabang purwokerto, barusan teman fb ku yang bernama (penulis lupa) sudah mengiyakan mas, kita akan menginap di sekret HMI malam ini."
"Suroso, serius lo?" "Njje mas (iya mas)." Dengan logat salatiganya yang kental diatas rata rata. Aku mau bilang ke dia, "Hei an kamu lagi ngobrol dengan aku dari Aceh, apaan si nje... njje, aku ngak ngeh, tahu." Hehe, tapi enggak jadi, ngapain berdebat soal yang gituan, yang terpenting kamu sudah mencarikan aku dan si Dian tempat penginapan. Itu sudah cukup dari lebih, atau sudah lebih dari cukup.#Paan sih?


Entah dari mana angin segar itu berhembus? gunung salju atau gurun pasir. Bodoh amat, yang penting angin segar itu mengantarku ke sebuah penginapan yang levelnya dibawah rata-rata. Aku lega, karena status tempat nginap kami sudah jelas.



Sekitar pukul sepuluh tiga puluh kami sampai di terminal Purwokerto dengan selamat dan tidak kecopetan (Ini perlu diualng-ulang, karena kata 'kecopetan' adalah kata yang paling kutakuti selama perjalanan darat tersebut. Dian yang sudah bangun dari semedinya sekitar sepuluh menit lalu, terlihat bugar kembali, dia merapikan rambutnya, mengucek-ngucek kedua mata, lalu membenarkan letak gagang kacamatanya. Sebelum memakainya kembali aku juga sempat melihat Dian mengelap kedua lensa kacamatanya dengan pinggir potongan baju yang ia kenakan.

Dia bangkit dari bangku bus. Karena postur tubuhnya yang tinggi besar hampir saja kepalanya kejedot plang tempat berpegangan Bus. "Awas dian ada booom..!"

"Dimana mun?" Dian menjerit memperlihatkan wajah bodoh bercampur aduk dengan wajah takutnya di dalam bus. "Di Afghanistan yan."

"Dimana tu Afghanistam," Hari gini masih ada yang belum tahu dimana afghanistan, katanya penggemar lagu-lagu Afghan, gimana sih."Ni sebentar lagi kita bakal nyampek ke Afgha...,abis bumi ayu langsung afghanistan, yan."

Sudah, sudah, stop!, pariwaranya sudah usai. Yok kita serius lagi.

Gara gara Dian hampir nyundul bom tadi, aku jadi lupa mau nulis apaan. Ideku hilang terkena serpihan bom Afghanistan yang Dian sundul. Tempat nginap sudah dapat, yang harus dipikirkan sekarang adalah bagaimana kami kesana, ke base camp HMI cabang purwokerto itu.

"Dian kamu ada ide gak, dengan apa kita kesana?" "Huammmm, apaaah?" nguapanya lebar banget, wangi lagi. Kata apaah yang berhembus dari mulut Dian persis seperti suara orang habis bangun tidur. Lha emang iya kan, si Dian baru bangun tidur dari bus butut tadi.
.... 
Kami bertiga berjalan menuju celah keluar terminal, jam sebelas gak ada lagi angkot atau kenderaan umum. Kami terus berjalan terbopoh-bopoh memikul ransel masing-masing, terdengar suara beberapa uang koin yang saling berbenturan disaku kami masing-masing (uang koin itu kami simpan  untuk, kalau saja nanti dijalan kami berjumpa pengemis, ada yang bisa kami beri).

Dian jalan di tengah, Ana di depan, dan aku menjaga si Dian so wajib berada di belakang. Terus melangkah menelusuri gang-gang terminal, sesekali aku menoleh ke belakang, siapa tahu ada 'Suster Ngesot' yang ngikutin atau bisa saja 'Mama Minta Pulsa', karena si mama tahu kami punya banyak pulsa malam itu, hahai.

Yang aku takuti dari perjalanan ini adalah adannya tidak kriminal atau aksi kejahatan para pelaku kriminal yang memanfaatkan pendatang semisal membujuk kami malam itu untuk menikmati tumpangan gratis, padahal buntut dari semua bujukan itu adalah modus pembunuhan. Malam hari di tanah jajahan orang dan posisi kami bertiga adalah pendatang yang meraba raba. Mengingat safety itu penting, makanya kami memilih menumpangi taxi untuk menuju ke tujuan. Barangkali satu satunya kelompok ziarah diri yang menggunakan jasa taxi selama ziarah diri adalah kelompok aku, dian, dan Ana stnk, tidak ada yang lain. Kalau yang naik pesawat ada mas Yaumil, naik gunung ada Bang Andi. Tapi yang naik Taxi selama ziarah diri cuma kami doang

Aku tahu, ini bukan Aceh. Kalau di Aceh jika ada yang ngejar aku bisa manjat pohon, kalau disini palingan bisa manjat tiang atau tower telpon.



Share:

Aceh dan Baiturrahman

Siang ini semua siswa-siswi jurusan Televisi di Muharram Journalism College (MJC) diharuskan pergi ke halaman Masjid Raya Baiturrahman. Di sana seorang kameramen ternama di kota Banda Aceh sudah menunggu dengan materi pengambilan gambar, yang pastinya akan asik. Mengapa area masjid Raya Baiturrahman menjadi lokasi pilihan untuk materi ini? Pertimbangan kami dan sang pengasuh sebelumnya, Baiturrahman sempurna untuk materi pengambilan gambar, halaman Baiturrahman mampu membuat kami kaya akan angel pengambilan gambar.

Seisi kelas, jauh-jauh hari sudah sangat mengidam-ngidamkan materi ini. Kurang sempurna rasanya jika ilmu praktis tapi yang diajarkan hanya materi teori saja, dan ini kesempurnaan yang dimiliki oleh MJC; pihak sekolah mampu mem-balance atau menyeimbangkan antara teori dan praktek. Mampu menghadirkan ke dua-duanya bagi semua peserta didik setiap tahun ajarannya. Dalam ilmu praktis, teori dan praktek merupakan mata rantai atau dua sisi mata mata uang yang tak boleh dipisahkan.  Di pertemuan sebelumnya kami sudah diajarkan materi (teori) pengambilan gambar: In Door dan Out Door oleh abang kameraman yang hebat itu.

Setelah semua kami berkumbul di kaki menara utama masjid. Sambil menikmati belaian angin siang yang meniupi wajah-wajah dan sekujur tubuh. Di atas barisan anak tangga, sejenak kami mendengar kembali review materi, mengenai  apa saja yang harus diperhatikan seorang kameramen sebelum mengambil gambar secara out door, dan juga termasuk bagaimana mensetting kamera supaya pengaturan cahaya, iris sesuai dengan keadaan. Ya sekitar dua puluh menitan lah kami mendengar arahan dari si abang, namanya Rizki Aulia. Ringkasnya, bang Rizki penekanannya lebih kepada mengulang-ngulang kembali materi teknik pengambilan gambar, sebelum kami disuruh satu-persatu membidik setiap lekuk yang ada di dalam area halaman masjid.

Seperti kebanyakan perlengkapan orang mengambil gambar, properti seperti tripot, mic dan batre cadangan semuanya sudah kami sediakan, siap-siap dikeluarkan dari sarangnya. Sepuluh menit setelah pengarahan usai proses pengambilan gambar sudah berlangsung. Satu persatu dari kami mendapat giliran membidik Baiturraham dan sekelilingnya. Sesuai dengan absen, ya begitulah aturannya kalau kita nurut sama Abjad dan aturan sekolah. Dikarenakan abjad M boleh dikatakan jaraknya lumayan jauh dengan abjad A, jadi saya harus menunggu dulu inisial huruf A-L berjalan. Baru setelahnya M kan? Artinya saya bisa santai-santai, sembari melihat teman yang sedang unjuk gigi, sambil bertanya ini itu juga sih, hehe.

Akhirnya...

Nah, ketika giliran saya tiba, barulah inspirasi tulisan tentang cerita Baiturrahman ini dimulai. Kini giliran saya yang memegang kamera. Masukan dari bang Rizki; Kami boleh mengambil gambar dengan berbagai Angel yang ada (sudut pengambilan gambar) dan semua spot yang ada di dalam area masjid Raya Baiturrahman, baik itu wujud dari Baiturrahman sendiri; yang padanya melekat menara-menara mungil, juga silakan kalian menge shoot menara utama dan keindahan taman dan halaman masjid yang dilengkapi kolam di tengahnya.

Baiturrahman

Ketika mata yang satunya telah saya picingkan dan menempel pada view fender kamera, dari balik lensa (view) itulah Baiturrahman tampak dengan begitu aduhai. Teknik-teknik pengambilan gambar seperti ‘tilt up, tilt down, pan right dan pan left semuanya saya peruntukkan untuk membidik Baiturrahman dan sekelilingnya. Lewat bidikan kamera, terlihatlah disana wallet-walet yang sedang mengudara mengelilingi bangunan masjid, terbang berpindah-pindah dari satu menara ke menara yang lainnya, lalu berlompat-lompat kecil di plataran menara. Sebahagian yang lain ada juga yang siap siaga menjaga setiap lekuk Baiturrahman. Entah apa yang dijaga oleh para wallet itu, saya tak tahu.

Tak puas menatap keindahan Baiturrahman hanya dari balik lensa kamera, sekejap sambil rehat mata, meninggalkan kamera. Saya kembali memerhatikan Baiturrahman secara langsung, tanpa peralatan apa pun. "Baiturrahman, memang rupamu bukan buatan! Dari jauh kau terlihat kece, dari dekat apalagi.." Baiturrahman, nama sebuah Masjid Agung yang juga menjadi icon tanah Rencong, Aceh.   

Bagi para pelancong yang sudah pernah singgah ke Baiturrahman pasti akan merasakan kesan yang amat mendalam atas persinggahan mereka. Dan sekarang ketika pelancong-pelancong ini kembali ke tempatnya, berada jauh dengan Baiturrahman rasa rindu itu kembali membuncah, rasa-rasanya ingin mengulang kembali masa yang sudah-sudah. Lantas apa yang bisa mereka lakukan untuk melepas rasa tersebut? Ya salah satunya dengan cara melihat Baiturrahman dalam pejaman dari kejauhan.

Dengan memejam mata, Baiturrahman akan tampak lebih jelas dalam penglihatan saat sedang berada dikejauhan. Baiturrahman. Ia bukanlah nama orang, nama kota, nama salah seorang raja yang pernah memimpin kerajaan Aceh tempo dulu, bukan pula nama salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran. Lantas Baiturrahman itu nama apa? Ia adalah nama sebuah masjid yang memiliki fisik sempurna dan namanya sudah terdengar ke seluruh penjuru benua Asia, atau bahkan seluruh dunia. Masjid yang tidak bisa lepas dari masa lalu kerajaan Aceh ini berada dipusat kota Banda Aceh, dibangun ditempat dan dibawah langit yang strategis.

Kebanyakan orang-orang muslim diluar Aceh yang ingin melancong ke tanah rencong, sejak pertamakali mereka meniatkan untuk berpergian ke bumi Aceh, pertanyaan yang lebih dulu terbesit di tiap-tiap mereka adalah, “Baiturrahman itu ada dimana, tepatnya dimana dan bagaimana kami bisa kesana?” Saya selaku putra Aceh tulen tidak heran ketika berhadapan dengan pemandangan-pemandangan baru yang bermunculan diseputran komplek Masjid Raya Baiturrahman. Sekarang ini Baiturrahman bukan saja sebagai rumah ibadah dan pusat berbagai corak aktivitas keagamaan, tapi juga sebagai tempat “berwisata” (wisata religius/islami). Kemegahan dan keotentikan yang melekat ditubuh Baiturrahman mampu menggaet banyak pengunjung untuk bersitatap langsung dengannya dalam durasi waktu tertentu.
Sumber photo: Aceh tribun


Ary Ginanjar Agustian, ketika menjadi pembicara dimalam ulang tahun kota Banda Aceh yang ke-808, dihadapan ratusan penduduk kota Banda Aceh yang memadati halaman kantor walikota kala itu, Beliau mengatakan, “Bagi saya inilah masjid (Baiturrahman) yang terindah dan teragung diseluruh Indonesia. Saya banyak ceramah di masjid, tetapi ketika kaki saya naik ke mimbar Masya Allah ini bukan sekedar masjid biasa, tapi masjid yang sangat agung sekali, karena ruh pahlawan hidup didalam jiwa Baiturrahman. Ruh atau semangat juang Cut Nyak Dhien, Malahayati, Teuku Umar dan masih banyak lagi, seolah-olah tetap hidup di Masjid Baiturrahman.” Begitulah pandangan orang luar Aceh kepada Baiturrahman.


Gumam seseorang yang sedang berada jauh dengan Baiturrahman. “Duh, ingin  rasanya saya melihat fisik sempurna Baiturrahman secara dekat, mendengarkan suara para muazin pilihan yang mengumandangkan azannya, serta menjadi pendengar setia para qori yang melantuntkan ayat-ayat suci Al-Quran menjelang masuknya waktu-waktu shalat. Oh Rabb ku, betapa tenangnya jiwa ini ketika daku menjadi salah satu makmum yang diimami seorang imam besar yang bertitel ‘hafizul quran’ didalam masjid yang megah itu.” Subhanallah..!"




Ayo kita ke Baiturrahman..!

Saya seorang pemuda kampung yang kadang-kadang sedikit kampungan, yang sekarang ini sedang berada dekat sekali dengan Baiturrahman. Pemuda kampung ini punya sedikit cerita masa lalunya dengan Baiturrahman. Awal mula niat saya ingin melancong ke kota Banda Aceh, selain untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi, juga yang menjadi fokus saya adalah untuk melihat rupa dan fisik Masjid Raya Baiturrahman secara dekat. Dulu sekali, saat saya masih berusia sekitar 10 tahunan, saya tahu nama Masjid Raya Baiturrahman itu dengan nama Masjid Raya saja, tidak ada tambahan kata Baiturrahmannya.

Karena disetiap kemunculan Baiturrahman di televisi saat tayangan azan magrib, yang orang tua saya katakan adalah, “Nyan kakalon hai nyak kiban Masjid Raya, pajan gata ek tajak keunan nak jeut takalon langsong/ Ini dia Masjid Raya wahai anakku, kapan kamu bisa kesana untuk melihatnya secara langsung." Setiap menjelang azan magrib, stasiun TVRI selalu menayangkan tayangan azan dengan tampilan Baiturrahman disana, mulai dari awal mula lafaz azan "Allahuakbar" dikumandangkan sampai azan berakhir dengan kalimat "La Ilahaillallah". Kalau tidak salah saya demikian.

Begitu juga di sekolah, kurikulum sekolah dasar dan lanjutan saat itu masih memasukkan mata pelajaran Bahasa dan Sejarah Aceh sebagai materi wajib. Lewat mata pelajaran tersebut sedikit demi sedikit saya mulai mengetahui soal Sejarah dan  Perang Aceh. Dari sekian banyak materi ajar matapelajaran tentang keAcehan, juga terselip disana materi masjid dan soal bagunan bersejarah, termasuk didalamnya Masjid Raya Baiturrahman.


Kenapa ini ada, karena Baiturrahman sendiri merupakan buahkarya dari Kesultanan Aceh. Dari sana saya tahu, kalau Masjid Raya pernah dibakar dan dibangun kembali saat gejolak perang antara Pejuang Aceh dan Penjajah Kafee-kafee (red-kafir) Belanda masih berkecamuk. Sudah berapa kali masjid ini terjadi perluasan dan penambahan kubah, juga saya tahu dari informasi-informasi silam yang saya dapatkan dibangku sekolah. Itu masa lalu saya dengan Masjid Raya. Siang ini, terhitung sudah hampir lima tahun saya hidup di tengah-tengah kemegahan Masjid Raya Baiturrahman, yang dulu saya sendiri tidak tahu nama lengkapnya. 
 

Penulis: Munawar
Adalah siswa Jurusan Televisi Di Muharram Journalism College (MJC)


Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages