Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Para Penggerek Kekonyolan

Pada karton putih persegi empat yang menempel di dinding kelas, tercetak dengan tinta spidol beberapa huruf yang bertuliskan 'Daftar Mata Pelajaran Kelas 2b, Semester I'. Untuk hari itu, Sabtu, ada empat mata pelajaran terpampang disana: Matematika, Kimia, Sejarah dan Geografi. Tiap-tiap mata pelajaran tersebut ada yang durasi belajarnya dua jam, satu jam, bahkan di hari-hari yang lain ada mata pelajaran yang lama belajarnya sampai tiga jam.

Pagi itu jam mata pelajaran Matematika baru saja usai, sekarang masuk jamnya pelajaran Kimia. Pelajaran kimia kami diasuh oleh seorang guru perempuan senior yang perawakannya: berpostur tubuh sedang dan bersuara hampir seperti laki-laki, sedikit ngebas dan pada pengucapan kata-kata tertentu sedikit terdengar bergema. Misal pada pengucapan kata: Etanol, Mol, Paracetamol dan kata-kata yang ber akhiran pengucapan bernada huruf O.

Ini juga kemudian yang membuat kami sekelas agak sedikit segan padanya; jangan-jangan tak hanya suara yang seperti laki-laki, tapi jiwa memarahi murid-murid bandelnya juga sama. Guru perempuan yang pertama kali memperkenalkan kami dengan ‘Unsur Priodik’ ini, hidupnya sedikit kurang beruntung dikarenakan tempat tinggalnya yang ber kilo-kilo meter jauhnya dengan gedung sekolah yang berada di kawasan area pasar Kota (Bakti).

Saban hari saban waktu si ibu menaklukkan jarak yang tidak dekat dengan sepeda motornya, dikarenakan pilihan beliau yang mau berumah dibalik (bukit) Gle Gapui. Pun demikian beliau tidak pernah telat masuk kelas, terkenal sekali dengan pribadi yang disiplin dan tidak mentolerir siswa-siswinya yang telat, walaupun hanya lima menit. Intinya tidak boleh kalau beliau lebih duluan masuk kelas. Jarang sekali si ibu tidak masuk, bahkan menurut cerita kakak-kakak letting hampir tak pernah.

Namun aku yakin seyakinnya, pagi itu ibu tidak akan masuk. Pasalnya sudah lebih dari sepuluh menit kami menunggunya di depan kelas tak juga perempuan yang juga berjalan cepat itu kunjung datang. Bagi seorang guru yang dikenal disiplin dan komit waktu seperti ibu guru pelajaran Kimia itu, jika jam pelajaran kedua masuk pukul 9.20 pagi maka yang sering ku lihat pukul 9.00 pagi teng batang hidungnya sudah terlihat di ruang guru, aku salut!

Dan bagi aku yang sudah tahu sifat beliau, maka jika si ibu sampai molor masuk kelas hingga sepeluh menit, sudah cukup alasan bagiku untuk menyimpulkan kalau si ibu tidak datang, dan tidak akan masuk kelas.

Jangan! Jangan berpikir dengan ibu pagi itu tidak masuk kelas lantas kami akan masuk ke perpustakaan untuk mengisi jam kosong dengan membaca di sana, jangan berpikir demikian! Cara pikir kami belum sampai ke tingkat itu. Karena tidak ada diantara kami yang cowok bersedia dipanggil dengan laqab bencong, banci hanya gara-gara masuk ke perpustakaan.

Sekolah kami memang tidak begitu hebat, julukannya saja bukan sekolah unggul, tapi jangan salah kalau soal lapangan basket kami punya coy. Nah disinilah kami menghabiskan jam mata pelajaran Kimia. Tapi masalahnya, diantara kami yang gak masuk di pagi itu tidak ada satupun yang menyenangi Basket. Bukan karena tidak ada cheer leaders yang memberi semangat kami dalam bermain, bagi kami memainkan bola sepak lebih asik dan merakyat ketimbang bola tangan yang harus dijebloskan dalam keranjang.

Setelah berembuk sambil jalan, akhirnya lapangan basket yang masih kosong kami sulap menjadi lapangan futsal abal-abal. Bermodalkan empat batu bata kami menjadikannya sebagai simbol tiang gawang, yang lebarnya seukuran kolong paha Christiano Ronaldo ketika dibuka saat dia mengambil ancang-ancang tendangan bebas di lapangan hijau.

"Saboh-saboeh Extra Jos beh..” Teriak Pangloek, nama keren kepala suku kami sebelum peluit mulai ditiup. Saboeh-saboeh Extra Josh bermakna, keseblasan mana nanti yang kalah harus mentraktir Extra Jos di kantin sekolah selepas pertandingan usai.

Celaka! Ini benar-benar celaka. Sedang asik-asiknya kami bermain, dengan tanpa permisi tiba-tiba seorang guru perempuan menyebrang tanpa aba-aba atau bahasa tangan. Entah makhluk halus mana yang telah membisik ke teliga ibu guru cantik hingga dia berani melintas di tengah lapangan yang sedang berkecamuk hebat. “BBuuub..!” Celaka!! Pantulan tendangan keras yang melesa lewat kaki kidal salah seorang teman kami mengenai bagian perut ibu guru paling cantik di sekolah kami. Si ibu terhenyak dan terkulai di tengah lapangan basket. Tanpa harus Pangloek mengatakan, “ Kasep/ cukup..” pertandingan disudahi dengan sendirinya. Korban mengaduh di tengah lapangan basket.

Kalau dipikir-pikir, ibu guru cantik itu yang salah karena tidak berjalan, menyebrang mengikuti alur jalan setapak dua tapak yang telah ditetapkan sekolah seperti yang dilakukan guru-guru lain, main nyelonong begitu aja. Mungkin ibu guru juga berpikir, para muridnya itu tahu sopan santun, kalau ada guru yang lewat pertandingan akan di setop sejenak, tapi sepertinya ada satu hal yang tidak dpahami ibu guru cantik yang naas itu, bahwa kalau yang sedang bermain di lapangan basket pagi itu adalah kumpulan anak-anak dari kelas “bandel” yang satu sekolah sudah tahu sering bikin rebut dan bikin ulah.

Sedikit profil tentang ibu yang sedang terkulai. Jadi sekitar tahun-tahun 2000-an satu sekolah kami setuju kalau si ibu adalah satu satu-satunya guru paling cantik di sekolah. Meskipun sudah bersuami, tapi pesona dan daya tariknya; "Bbehhh, dahsyat!" Beliau tak lain seorang guru Biologi yang tinggal di lingkungan puskesmas yang berdekatan dengan sekolah kami.

Di sekolah semua berebut supaya mata pelajaran Biologi diajarkan sama ibu guru yang cakep itu. Untuk soal nama, tak mungkin aku menyebutnya secara gamblang disini. Nama ibu ini bisa ditebak, gambarannya begini, jika saja nama lengkap ibu ini dipenggal maka akan terbaca seperti nama seorang laki-laki. Tugas sekarang cari aja nama seorang perempuan tapi nama tersebut kerap juga ditemukan pada laki-laki.

Pasca insiden tersebut, tidak ada satupun yang mau mengaku siapa pelaku yang (oleh pihak guru OSIS kami dianggap sengaja) mengarahkan tendangan ke bagian tubuh ibu guru cantik bak primadona itu. Karena tidak ada yang mengaku jadinya guru yang membidangi OSIS terpaksa menyuruh kami berbaris dibawah terik, di tengah lapangan basket, “Sekarang, pejamkan mata kalian!”

Sampai malam ini aku masih ingat, di tengah lapangan itu masing-masing kami dihadiahi tempeleng keras pada ke dua sisi pipi pakek telapak dan punggung tangan, hingga menimbulkan bunyi dengiiing seperti ada suara microfon rusak dalam gendang telinga.

Pagi itu kami sama-sama celaka, ibu guru cantik dan kami sama-sama celaka…
***

Belum berakhir.

Senin, pagi ini giliran kelas kami yang menjadi tim pelaksana upacara bendera hari senin. Sepuluh menit sebelum prosesi upacara dimulai seruan tersebut sudah diumumkan lewat toa-toa pengeras suara sekolah. Kelas kami dikenal sebagai kelas para pembangkang dan pelanggar aturan sekolah. Amanat yang diterima dari guru OSIS tersebut menjadi petaka besar bagi ketua kelas.

Karena tidak ada satupun diantara kami yang mau menjadi penggerek bendera, komandan upacara, pembaca pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan tugas-tugas yang lain. Tak ada satu pun yang bernyali bisa jadi juga teman-teman sekelasku ogah menuruti perintah ketua kelasnya dan guru OSIS yang kelihatan arogan.

Waktu pelaksanaan upacara semakin mendekati peluit mulai. Sang ketua kelas kebingungan bercampur panik memikirkan bagaimana cara menyampaikan penolakan ini pada guru OSIS, nanti ujung-ujungnya dia malah malu dianggap tak becus mengurus kami. Lima menit lagi upacara bendera harus dimulai, tapi tak ada satu pun personil kelas kami yang mengisi area upacara selain seorang ketua kelas yang mondar-mandir tak karuan.

Jadi, yang paling vital dalam prosesi upacara bendera adalah komandan upacara, dan penggerek bendera yang hanya membutuhkan tiga orang saja: dua orang cowok, satu cewek di tengah-tengah. "Ini tawaran terakhir untuk kalian, kalau tidak ada yang mau maka semua kalian harus menjadi penggerek bendera pagi ini," kata guru OSIS dengan daun telinganya yang menyala.

Hoho, jangankan tiga orang penggerek bendera, jadi pengantar teks pancasila saja tidak ada yang mau. Tidak ada yang mau ditunjuk apalagi meminta tunjuk aku dong pak ketua.

Tidak ada alternatif lain, saking gobloknya personil kelas kami pagi ini, seorang guru laki-laki yang membidangi OSIS yang terkenal killer di sekolah harus memaksa kami satu kelas untuk menaikkan bendera merah putih pada upacara bendera hari senin. Sangat memalukan sekaligus konyol.

Lima belas orang yang laki bertugas menaikkan bendera dengan catatan tiga orang didepan dipilih berdasarkan kesamaan postur tubuh, selebihnya mengikuti barisan depan. Sementara lima belas orang lagi yang perempuan bertugas menyanyikan lagu Indonesia Raya. Oh Tuhaaan, raungan suara mereka dalam menyanyikan lagu penggerek bendera merah putih itu indah sekali, dinyanyikan dengan irama seenaknya sambil cekikikan dan cengengesan dibawah terik matahari pagi.

Hal ini membuat si killer jadi murka. Kalian mempermainkan lagu kebangsaan negera kita. Mungkin seperti itulah bahasa hati murka yang tampak. Lumayan bagus hymne versi dayang-dayang kami, tidak kalah konyol dengan formasi jalan robot kami yang cowok, yang jalan berarak keroyokan tak beraturan menuju tiang bendera upacara hari senin.

Seharusnya kalau kami berpedoman pada gerakan pengibar bendera ala-ala hari tujuh belasan: Jika kaki kiri melangkah ke depan tangan kanan kan harus diayunkan kebelakang secara selang seling, tapi ya ini namanya juga versi robot; kaki kiri ke depan tangan kiri juga dihayun ke depan tidak ada selang seling, gerak tangan mengikuti kaki sebelah mana yang melangkah. Siswa-siswa kelas lain yang jadi penonton menyoraki, menertawakan kami, mulai dari adik kelas sampai ke teman-teman yang beda kelas.

Sial dan memalukan, siap upacara pikir kami tugas sudah selesai, eh kami malah disuruh menunjukkan sikap tangan hormat atas bendera merah putih yang lamanya tak terperi. Sampe pegal berdiri tengah lapangan dan seragam penuh dengan cucuran keringat, kelas kami emang goblok.


*Selamat hari guru


Share:

Tentang Kate Mannrs



Seperti yang sering disampaikan pimpinan yayasan sebelumnya, bahwa kantor ini merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang berbeda latar belakang pendidikan, profesi, daerah atau bahkan beda negara asal. Memang begitu adanya, sejak dari pertama kantor ini didirikan sudah banyak sekali orang-orang yang kian datang lalu pergi. Kantor Forum Bangun Aceh (FBA) didirikan pada 17 Maret 2005, usianya sekarang mencapai lebih dari sepuluh tahun. Dari rentang waktu yang lumayan panjang tersebut FBA telah menerima dan melepaskan puluhan Volunteer, termasuk di dalamnya volunteer dari luar negeri. Boleh memiliki tapi bukan berarti tidak rela untuk melepaskan, bukan?  Seperti sosok seorang perempuan yang ingin saya ceritakan dalam postingan ini, yang beberapa hari lalu telah kembali ke negera asal studinya.

'Tapi disini saya tidak bercerita detail tentang perjalanan study seorang perempuan dan sepak terjangnya di dunia pendidikan, lebih kepada ‘Apa yang saya ingat tentangnya selama berada disini'.

Kate, itu adalah sebuah nama panggilan dan dengan nama itu ia baru akan menoleh kalau dipanggil. Lengkapnya: ada tambahan kata ‘Mannrs’ setelah Kate, jadinya ‘Kate Mannrs’. Tumbuh dan besar di Selatan Inggris, Kate menamatkan S1 di Manchester University lalu ia melanjutkan study masternya ke University of Amsterdam, Netherland. Universitas di Amsterdam inilah yang kemudian menerbangkannya  ke Banda Aceh untuk sebuah tugas mulia yaitu mengadakan penelitian menyangkut tema  thesis masternya yang berbicara tentang manajemen pendidikan. Selain statusnya sebagai seorang peneliti, selama berada di Banda Aceh Kate juga didapuk menjadi salah seorang volunteer. Kantor ini  menyediakan workstation untuknya, sebuah space tempat dia mengerjakan tugas-tugas riset juga sekalian bekerja untuk statusnya sebagai seorang volunteer. Disini dia diperlakukan layaknya volunteer-volunteer lain dan para staf di kantor ini. Tidak jarang Kate sering diajak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan FBA seperti Rumoeh Belajar. FBA itu sendiri merupakan singkatan dari Forum Bangun Aceh, nama sebuah NGO lokal yang ada di Banda Aceh. 
***
Tapi sekarang nona ini sudah kembali ke Amsterdam, mungkin masih dalam hitungan hari atau minggu ia berada disana. Ketahuan! Sebab semalam dari sekian banyak photo-photo “Parade Anti Bang Wahab” yang masih bergantian hilir-mudik di Beranda Facebook saya, salahsatu photo yang menarik perhatian adalah unggahan photo dari Kate Mannrs. Photo itu berbicara dia sedang duduk di suatu tempat, menikmati secangkir suguhan minuman dan cemilan seadanya. Sepertinya itu di depan sebuah halaman hunian mewah di dekat kampusnya. Dengan keterangan photo yang mengatakan, “Aku kembali, Hallo Amsterdam..” Wah rupanya dia sudah sampai.

Kurang dari empat bulan Kate berada di Banda Aceh, dia tinggal di sebuah hunian yang berada di komplek  perumahan Villa Citra, jaraknya tidak jauh dari pusat kota Banda Aceh. Ketika dia baru-baru sampai di Banda Aceh hanya kata ‘Panas’ yang pertama kali digunakannya untuk menggambarkan suasana kota ini dalam postingan blog Wordpressnya. Panas dengan cuaca ya kawan bukan dengan hal yang lain. Di minggu-minggu pertama keberadaan  ‘Kate’ di Banda Aceh dia sering menggunakan jasa abang becak dan abang ojek khusus yang bisa berbahasa Inggris saat bepergian. Tidak bisa saya pastikan apakah abang ojek itu keseharinnya memang menjalani profesi sebagai abang ojek, atau ‘Tour Guide’ sekaligus abang ojek. Atau biar keren deh kita kasih nama aja Transporter. *Kok jadi ingat film Jason Statham yak :) Dimakalumin aja, kerja saya cuma nonton sama download film doang.

Bagaimana dia berinteraksi selama disini terutama dalam menggunakan bahasa lisannya. Katakanlah ketika dia harus berkomunikasi dengan abang becak misalnya? Sekali waktu pernah saya tanyakan, dengan tersendat dan membingungkan Kate dalam memahami bahasa Inggris saya, mucullah satu pertanyaan, “Kate, bagaimana kamu berbicara dengan abang becak, misalnya saat menanyakan ongkos, ketika kamu mengeluarkan duit dari dempet bagaimana kamu tahu itu bayarannya sudah cukup atau belum, kan kamu baru-baru disini? Note: Ingat ya dalam tulisan ini yang bisa bahasa Inggris itu cuma abang ojek, abang becak kagak.  (kesannya kurang sopan ya pakek kamu, tapi kan dalam bahasa Inggris itu semuanya pakek ‘You’ tanpa memandang usia).

Dengan slownya, “Take it easy,” kata dia, Kate melanjutkan, “Aku hanya mengeluarkan bilangan uang lima ribuan kadang lembaran uang seribuan dari dompetku, nanti kalau angka ongkosnnya sudah cukup si abang becak biasanya akan mengatakan ‘Stop’ atau sedikit bergumam seakan memberi pertanda bahwa itu duitnya sudah cukup, nyonya..”  Whooo..! “Lalu bagaimana kalau abang becak tidak mengatakan Stop dan kamu terus mengeluarkan isi dompetmu, Kate?” Hehe, Kate tidak menjawab apa-apa, dia hanya meninggalkan gelengan dengan mata sedikit terbelalak dan sepotong senyum manis , persis seperti dalam photo ini.

Kemanapun tempat berjarak yang ingin dia tuju Kate sering menggunakan dua jasa tranportasi darat tersebut: abang ojek khusus yang ‘fluent’ bahasa Inggrisnya, yang siap menerima SMS kapanpun dipanggil nyonya dan jasa abang becak. Ketika ia berniat keliling-keliling kota misalnya, ingin menuju ke tempat dimana ia bisa memperoleh data-data penelitian, mengunjungi tempat-tempat wisata, situs-situs tsunami dan tempat-tempat bersejarah yang ada di Banda Aceh, Kate mengandalkan dua jasa transportasi tersebut.

Jelang weekend, Kate sering menghabiskan waktunya untuk menikmati lembutnya pasir pantai, tingginya gelombang ombak dan hangatnya sinar matahari diatas langit pantai Lhoknga, Lampuuk, Sabang bersama genknya yang sama-sama pendatang yang dikenalinya di kota ini. Menyenangi pantai dengan lautnya, ombak dengan surfingnya, bukan berarti dia tidak menyenangi pegunungan dengan warna hijaunya, batu dengan gioknya, ahhh mungkin saya saja yang kurang ‘Stalking ke akun media sosial dan jarang mengikuti isi postingan blognya di https://wisetotheworld.wordpress.com/
*Ccieee... keppoin bulek dia..

Memasuki bulan-bulan ke dua, setelah dia sedikit menguasai rute jalan pulang dari tempat meneliti menuju rumahnya, baru dia terpikir untuk memiliki sebuah sepeda motor demi kelancaran urusan tranportasi dan keperluan risetnya. Signal ini terlihat ketika Kate sekilas menceritakan ke saya soal pertimbangnya untuk memiliki sepeda motor. Kira-kira seminggu lamanya setelah rencana itu disampaikan, besok siangnya satu matic second berspion dua telah menambah jumlah sepeda motor yang mengisi area parkir halaman kantor FBA.

Seiring keberadaannya yang sudah memasuki usia bulanan, rasa ingin tahunya terhadap Bahasa Indonesia pun mulai muncul. Hingga akhirnya dia meminta seorang staf kantor untuk mencarikannya seorang guru private Belajar bahasa Indonesia. Ini dilakukan mengingat kebutuhannya dalam memperoleh data-data penelitian saat mewawancarai langsung subjek penelitian, terlebih kalau Kate harus mewawancarai orang yang non akademisi yang mengharuskannya bercakap dalam bahasa Indonesia.

Durasi waktu yang kurang dari dua bulan bukanlah waktu yang cukup bagi seorang Kate Mannrs untuk belajar bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Kita saja yang sudah puluhan tahun lamanya belajar bahasa Inggris belum bisa-bisa sampai sekarang, ya gak? Bayangkan: tiga tahun di SMP, tiga tahun di SMA ditambah lagi dengan lebih dari empat tahun atau delapan semester kita belajar bahasa Inggris di kampus, plus di tempat-tempat kursus, tapi belum bisa-bisa sampai malam ini. Itu hitungan yang saya pakai adalah kurun waktu belajar bahasa Inggris pada masa kita dahuulu (yang kelahiran tahun 80 an), karena kalau masa sekarang di bangku SD bahkan sejak usia PAUD pun siswa-siswi sudah dicecokin materi Bahasa Inggris di sekolahnya.

Tapi dalam waktu yang sangat singkat itu Kate sudah menghafal beberapa ungkapan Excuise, greeting, dan ungkapan-ungkapan umum dalam bahasa Indonesa. Misal, saat hari-hari giliran dia pergi ke kantor disela-sela waktu kosong saya sering iseng memintanya untuk melakukan “muraja’ah kata-kata” dalam bahasa Indonesia, betapa jahatnya saya. Sama dengan standar kita belajar bahasa Inggris dulu, tahu sendirikan bagaimana ketika baru-baru belajar bahasa Inggris; kita sering menghafal yang ringan-ringan dulu seperti alat tulis kantor (ATK), anggota tubuh, alat-alat bekerja, menghitung, melafal A-B-C, begitu juga yang saya lakukan pada Kate Mannrs.
***
Hari syukuran yang diwarnai dengan bakar-bakar ikan atas pengukuhan gelar ‘Prof’ bagi Ibu Eka Srimulyani yang diadakan di kantor Forum Bangun Aceh (FBA) adalah hari terakhir saya berjumpa Kate Mannrs dan dihari itu juga photo ini diambil. Courtesy photo: DR Syaifullah Muhammad, terimakasih atas photo kerennya, pak Syai. Sore itu masih sempat-sempatnya saya mengetes sejauhmana penguasaan Kate terhadap kata-kata dalam bahasa Indonesia. Setelah mati-matian dipaksa, hanya dua patah kata yang keluar dari mulut Kate, "Se..selamaat sore dan teerimakasih banyak..." Pelan-pelan matahari mulai meredup, lima belas menit kemudian azan magrib berkumandang di seantero Banda Aceh. Itulah sore terakhir saya dengan Kate.
***
Dia mau balik ke Amsterdam, lalu bagaimana dengan nasib motornya? Jelang hari kepulangan Kate ke Amsterdam saya lupa menanyakan, seharusnya saya tanyakan kejelasannya, “Kate, mau kamu kemanakan itu motor, kan kamu mau balik ni...”

Entahlah, mungkin telah dijualnya ke toko online populer tempat jual barang-barang bekas itu? Kalau digadaikan tidak mungkin karena itu akan membuatnya harus kembali ke Aceh untuk mengambil motor setelah masa jatuh tempo. Kali aja sudah diwakafkan ke panti asuhan? Sudah dijual kiloan di pasar lowak mungkin? Atau dihadiahi kepada seseorang???
“I don’t know exactly,” yang pasti motor itu tidak mungkin diajak tengger-tenggeran di body pesawat yang mau terbang ke Amsterdam.

Kehadiran Kate yang tidak setiap harinya di kantor ini, telah memberikan nuansa baru sekaligus pemicu bagi saya untuk beranggapan bahwa ‘Hidup Itu Enggak Asik Banget Kalau Hanya Menetap Disitu-Situ Aja’. Setelah saya pikir-pikir, untuk mewujudkan itu, bagi saya tidak ada pilihan lain selain menjadi Seorang jutawan pengusaha ‘Batu Giok’ yang tokonya sudah ada di banyak tempat, banyak uang dan bisa terbang kemana saja dengan sesuka hati.

Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Tinggal satu pilihan yang saya miliki, pilihan itu datang dari pemerintah Indonesia: Gak ada cara lain selain supaya saya bisa seperti Kate Mannrs saya harus merebut beasiswa..! Haha...saya terbahak setelah mendengarkan tawaran pilihan yang datang dari pemerintah Indonesia itu lewat program-program Beasiswa S2 ke luar negeri. Karena saya sadar “angka” saya belum cukup untuk kesana. Yang ini saya juga kurang yakin bisa direbut. Tapi kata almarhum nenek saya, dengan suara yang amat berat, tercekat dalam tenggorokan, si nenek menyemangati, "Tapi itu bisa diperjuangkan cucuku..!" #‎Gangbatte, Aza za Fighting….

Satu hal lagi yang saya ingat dari nona Kate adalah: Yaaa betul sekali, karena dia warga negara berkebangsaan Inggris sudah barang tentu aksen Inggris Britisnya yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang. Terkadang selama dia di kantor, setiap kali Kate berbicara saya sering meminta untuk mengulanginya beberapa kali... ”Hah,,, what,,, Excuise me, can you repeat...” Mungkin kalau dia sudah jago bahasa Indonesia bisa-bisa saya kena semprot," Kamu ini hah, hoh, hah, hoh terus dari tadi..! *Abis minta di-repeat muluuu sih... Sebelum kedatangan Kate terbiasa cuma sering main di “Little little I can, morning-morning drink coffee black, no but is is (Read Aceh: Gak ada kerjaan tidur-tiduran aja).

Lha tiba-tiba masuk seorang bulek yang bahasa Inggrisnya pakek aksen British, (Peu bala nyoe..? Asing di telinga dan belum pernah di dengar saking kupernya saya. Yang bisa dipahami cuma kata “Hiii, hallo, dan see you ...” Sekiranya dia berbicara sedikit lama, mungkin yang bisa saya pahami hanya salam penutup: Thank you and I will see you. Gimana gak kelabakan...

Saya masih ingat ketika beberapa bulan lalu kantor FBA baru panen Alfukat, kate diajak salah seorang staf untuk melihat-lihat taman di belakang kantor. Langkahnya terhenti di bawah pohon Alfukat yang baru saja panen. Disitu Kate berbicara dengan seorang staff yang jago bahasa Inggris, panggilan akrab saya ke abang itu bang Asnawi. Pembicaraan mereka tentang seluk beluk alfukat dikemas dalam dua aksen bahasa Inggris. Dua orang hebat terus mengobrol, yang satu menggunakan Inggris British yang satunya lagi Inggris Amerika. Sumpah itu sangat menarik untuk diikuti kalau sekiranya bisa saya mengerti. Tidak mau kalau hanya jadi pendengar, tanpa sepengatahuan mereka, sebagai bahan materi belajar ‘Speaking” diam-diam saya merekam obrolan yang berlangsung dibawah pokok Alfukat siang itu, dan kabar gembiranya sampai malam ini masih tersimpan di gadget. Pardon me...  

Nah, biasanya sebelum istirahat rekaman itu saya putar kembali sebagai materi pengantar tidur terbaru dari sebelumnya, terkadang sering iseng coba meniru logat Britishnya Kate sekaligus untuk mengenang dia agar tetap ada dan selalu hidup dalam ingatan saya.

Inilah hal-hal ringan yang saya ingat dari seorang Kate Mannrs yang pernah saya kenali selama dia berada di Banda Aceh.

Ya sudah, Kawan, panjang banget ceritanya yaa,
Yo wes tak akhiri sekarang juga yaaa..! Saya sudahi saja ngelantur ini. Buat nona Kate Mannrs yang sudah pulang ke Negara asal studinya, saya ucapkan “Selamat menikmati hari-harimu yang indah di Amsterdam,  dan kalau kamu ingin menceritakan Banda Aceh ke teman-temanmu, Pliiis… ceritalah yang baik-baiknya saja yaaa. Hehe, semoga urusan studimu langgeng sampai kamu diwisuda yang ke dua sebagai sorang Master."

Tulisan ini saya persembahkan untuk Kate Mannrs yang belum bisa bahasa Indonesia :)

Banda Aceh, 13 September 2015

Share:

Pilihan Telah Membawaku Kemari



Pak tua yang berdiri di samping kanan saya namanya bapak Don Hasman. Bagi kami di keluarga besar Gerakan Mari Berbagi (GMB) sampai hari ini masih menyapanya 'Om Don.' Beberapa bulan lalu, segerombolan sahabat saya yang pernah ikut kegiatan YA&YLF 2014 mendadak heboh. Pasalnya salah seorang GMBer yang terjaring dalam grup Whatapps mengupload photo Om Don yang lagi masuk tivi, tak hanya GMBers yang cewek, GMBers yang cowok pun menjerit histeris di akun media sosialnya masing-masing.

Ingatan terhadap Om Don kembali terngiang saat melihat si Om yang sudah menjelajahi banyak Negara lewat dunia Photografernya itu, lagi diwawancara seorang host program televisi populer pada salah satu channel tivi berita (Baca-Metrotv).  Memori kami, terlebih saya pribadi seperti masuk kedalam lorong waktu. Lalu tanpa alasan yang jelas, baru menyadari saya seperti baru saja tercampakkan ke dalam aula pertemuan kegiatan pemuka pemuda.

Saya menuruti semua kemauan tubuh yang seperti sedang ditarik terus-menerus, terjadi begitu saja tanpa ada perlawanan membiarkan diri ini terus berjalan terseret menelusuri lorong waktu. Kemudian masuk ke dalam sebuah aula. Memori itu kian lama kian mengerucut menjadi ingatan yang spesifik. Sejenak kembali menuju ke durasi waktu saat setelah usainya sesi materi inspirasi yang disampaikan seorang pak tua yang kesehariannya selama di GMB saya sering melihat si bapak tua ini muncul dengan melengkapi diri dengan lebih dari dua kamera DSLR di tubuhnya tiiap sesi pemotretan. Yang belakangan, seisi ruang aula kami setuju beliau adalah salah satu Inspiring leader GMB. Walau huruf bercetak nama Don Hasman tidak tertera pada brosur kegiatan dan buku profil pemateri.

Tidak ada yang tahu kalau Om Don jadi pembicara (Inspiring Leader) di GMB pagi itu. Tidak ada satu pun yang tahu. Bahkan saya sempat iseng menjumpai bang Azwar Hasan, karena kami lihat di brosur YA&YLF 2014 tidak memuat photo serta profil bapak Don Hasman disana. Pagi di bulan Februari memang sangat menggugah sekaligus kami kaget, ketika kami tahu seseorang yang kami anggap sebagai seorang juru photo biasa, tiba-tiba gak ada angin gak ada hujan tampil menghidangkan materi Inspirasi yang renyah di panggung kegiatan  Gerakan Mari Berbagi. Sudah tua memang, tapi kalau soal semangat: Patriot (45 punya barang).

Soal jalan-jalan jangan ditanya,  sudah pasti kita akan kalah, saya gak tahu apakah bang Azwar juga akan kalah dengan list-list Negara yang pernah dikunjungi Om Don, hehe. Lewat materinya hari itu saya tahu, hanya benua antartika yang belum dikunjungi. Jujur, saya sendiri, Jakarta adalah negara paling jauh yang pernah saya kunjungi. Sepulang dari GMB sudah dua kali saya menonton Om Don di televisi. Kalau ditanya sudah berapakali saya sudah melihat Rekaman video Om Don di Channel Youtube, ohhh jangan tanya, sudah sangat sering. Meskipun tidak tiap kali ngenet, tapi seminggu sekali atau sebulan sekali membuka channel Youtube dengan key word Don Hasman kerap kali saya lakukan.Mungkin, sampai malam ini beliau masih menjalani profesinya sebagai seorang photografer yang boleh dikatakan jam terbangnya tinggi. 

Banyak sekali nilai positif yang bisa saya peroleh dari Om Don, pertama, kerja apapun itu jangan membuat pendidikan kita terbengkalai. Pendidikan harus menjadi prioritas; beliau seorang  Juruphoto, alumni UI yang IPKnya diatas 3, 70. Kedua, kalau kita ingin melakukan sesuatu, maka lakukanlah secara total. Belajar dari hasil totalitas Om Don; bagaimana kemudian lembaran-lembaran hasil jepretan itu menjelma menjadi tiket pesawat, visa, dan kado jalan-jalan ke luar negeri. Supaya dapat hasil yang maksimal maka jangan tanggung dalam melangkah. Dan terakhir harus terbiasa mengekplorasi kelebihan diri sendiri.

Bapak Don Hasman. Barangkali inilah orang yang dikirimkan Tuhan kepada saya lewat Perantara GMB tahun 2014 lalu, sebagai ganti dari kandasnya impian saya untuk menjumpai seseorang yang lain pada tahun yang lain pula.  

****
Kalau kita perhatikan tenggat waktu dari 2012 ke 2015 itu lumayan panjang juga ya kawan. Nah diantara tenggat waktu tersebut sedikit-demi sedikit saya mulai terbuka mata untuk melihat “dunia luar”.

2012. Di tahun itu saya masih sedang bergelut dengan bab 2 Skripsi saya. Saat itu lagi khusuk-khusuknya merangkai kata untuk Bab 2 Skripsi. Lantas teman seperjuangan yang sama-sama sedang bergelut dengan Skripsi mengirimi saya sepucuk sms jarak dekat. Dia meng-sms disaat saya dan dia sama-sama sedang berada dalam sebuah ruangan kecil yang sebetulnya kami bisa saling tatap dan saling bertutur. 

Isinya : Di Aceh akan dilaksanakan kegiatan pemuka pemuda yang ada camp-campnya, berlevel nasional. Di sms tersebut nama-nama seperti penulis novel negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi, Eko Prasojo, Muhammad Imam Usman pendiri Indonesia Future Leader yang pernah mendapat penghargaan dari PBB dan bapak Arief Suditomo, orang penting di program Seputar Indonesia, terpampang jelas dalam rangkaian kata sms.

Daya tarik saya disana tidak banyak, hanya tertuju pada satu orang, saat itu saya belum terlalu mengenal Ahmad Fuadi dan belum gemar membaca novel-nevelnya. Demi memaksimalkan dan memanfaatkan resource yang ada; dalam hati telah saya tanamkan dalam-dalam, lalu berujar lewat kegiatan ini saya harus bisa berjumpa pak  Arief Suditamo, orang media dari Jakarta (Media Nasional) akan berbicara soal media, ini akan sangat klop dengan studi singkat jurnalistik televisi yang saya ambil di Muharram Journalism College (MJC).

Tanpa berpikir panjang biaya pendaftaran diatas angka 100 ribu tidak terlalu menjadi hal, iya sih dalam sejarah saya mengikuti program pengembangan kapasitas Sumberdaya Manusia, kegiatan Youth Leadership Camp yang sekarang di bawah payung yayasan Gerakan Mari Berbagi (GMB)  jumlah nominal biaya pendaftarannya agak sedikit berbeda dari biasanya.

Setelah tuntas membaca isi sms tersebut tanpa mengajak si pengirim info emas ini saya memutuskan mendaftar.  Singkat cerita, Alhamdulillah saya lolos. Informasi yang saya dapat sebelumnya kegiatan ini levelnya Nasional, jadi sudah sangat-sangat yakin kalau sekiranya saya lolos menjadi bahagian  dari seleksi program pemuka pemuda yang perdana diadakan di Aceh ini, sudah pasti saya akan punya kesempatan bertukar energy positif  dengan mahasiswa/i di luar Aceh. Pastinya ini akan menjadi asupan energi positif yang tidak biasanya bagi kebutuhan “non-fisik” saya.

Di pagi libur saya kuliah ditetapakan sebagai hari pengumuman kelulusan. Saat matahari mulai berajak, melawati angka jam 10.00 WIB. Di laman website pengumuman kelulusan: seperti asumsi saya sebelumnya mahasiswa/i yang berasal dari kampus-kampus yang mendapat julukan 'Top Three' akan berada di posisi paling atas dan mereka yang jadi raja skor seleksi. Saya bukanlah ahli nujum, tapi tebakan itu benar adanya. Yang mengisi urutan  paling atas adalah seorang mahasiswi dari kampus beken yang ada di Jogjha itu. Selebihnya, urutan pringkat kelulusan dibawahnya, diisi oleh mahasiswa/i yang bobot kampus mendapat perhitungan di nusantara ini. Seperti kata saya, peta kelulusan yang muncul akan seperti: setelah Jogjha, ke Jakarta, setelahnya ke seputaran pulau jawa.

Nama-nama yang lolos mengular, jumlahnya hingga diatas angka delapan puluhan. Salah satunya saya, ada di urutan, sudahlah tak usah saya khabari disini. Saya berada dibawah angka 60, oh my god. Tujuan jangka panjang yang sangat saya iginkan hari itu setelah saya divonis lulus, saya harus punya kawan, karib, kerabat dari kampus-kampus terkenal yang ada di Jogjha, Jakarta, Bandung. Ini nantinya akan menjadi tonggak awal dalam saya melebarkan sayap belajar, dan bertukar informasi, kalau bahasa kerennya Network. Di luar dugaan, hari pertama kegiatan, saya memperoleh beberapa kenalan  dari alumni Thailand dan India, sepasang jenis kelamin, satu yang laki dan satunya yang perempuan.

Dari sekian banyak asumsi-asumsi yang tidak pernah meleset itu, ada satu teka-teki yang saya sendiri keliru mensiasatinya. Ini menyangkut pengumuman kelulusan yang dipublis di website, pikir saya pengumuman  itu sifatnya permanen; jargon yang akan berlaku nantinya “Sekali Lolos Selamanya Akan Lolos”. Maksudnya, dari sekian banyak peserta yang sudah dinyatakan lolos ternyata dalam perjalanannya terjadi “pemangkasan peserta” dari 100 dipangkas menjadi 50 peserta. Karena yang masuk 50 besar berhak mendapat karantina selama kurang dari empat hari. Pemangkasan ini tidak dilakukan dengan gunting bunga yang besar, tapi di sore hari kedua semua peserta yang sudah mengikuti materi dari hari pertama dan kedua, sorenya akan dihadiahi sebuah amplop yang berisikan keputusan panitia atas siapa-siapa yang kena pangkas. Saya salah satu dari  mereka yang di pangkas di barber YLC sore itu.

Sementara materi pak Arief Suditomo yang dari sepeutar Indonesia itu adanya di pertemuan selanjutnya, dan  hanya diperuntukkan bagi yang dikarantina, walau belakangan beredar kabar bahwa materi bersama pak Arief terbuka juga untuk yang kena pangkas. Tapi saya sadar betul bahwa kulit wajah saya tak setebal jok mobil atau martabak mesir yang berani sendirian mendengar materi spesial yang dikhususkan untuk manusia-manusia yang spesial pula. Besok paginya, di tahun 2012 saya melupakan YLC/ GMB dan juga melupakan keinginan mendengar materi dari Arief Suditomo. Tapi Tuhan telah mengganti dengan kehadiran Om Don Hasman.




Tahun 2012, dan pertengahan 2013 berlalu begitu saja. Jelang akhir tahun 2013 Informasi kegiatan GMB beredar dengan daya tarik yang lebih menggoda, ada tambahan petualangan disamping ada kegiatan youth campnya (karantina). Syukur Alhamdulillah, terimakasih Gustiii… kali ini saya lulus dengan benar-benar lulus. Saya merasakan betul, tetes demi tetes bagaimana peliknya bagi saya menembus seleksi untuk menyandang gelar GMBers. Tidak! Tidak lagi saya ceritakan, cerita perjuangan yang kedua kalinya yang begitu runut. 

Seleksi GMB bagi saya merupakan perjalanan panjang; mengular seperti  seperti mobil-bobil yang berhenti di kemacetan Ibu Kota Jakarta dan Jabodetabek sana. Yang pasti, sampai malam ini, saat saya menulis catatan ini satu kenyataan bahwa di usia GMB yang mau beranjak tiga tahun, telah dua tahun lamanya saya menjadi bahagian dari Gerakan Mari Berbagi (GMB).   Dan saya sangat bersyukur akan kesempatan ini. GMB sudah membuka jalan bagi saya untuk kemana-mana saya melangkah, walaupun masih dalam hitungan kecil menurut saya.

Oh ya, kalian tahu Indah Rastika Sari yang baru pulang GMB Homstay Di Australia tahun lalu itu? Nah dialah orang yang mengirimi saya SMS jarak dekat yang berisikan kegiatan GMB untuk pertama kalinya. Dan untuk GMB yang kedua kak Agus yang membujuk saya mati-matian untuk ikut, terimakasih juga Agus. FYI: Kalian tahu antara Indah dan Agus ini adalah teman akrab bahkan sebelum mereka ada di GMB, gimana gak akrab coba, orang satu kampus, satu jurusan dan satu komunitas Teater lagi.

Refleksi.

Ketika sebentar lagi usia GMB mau berusia 3 tahun, saya mencoba membuka kembali halaman website yang dulu pernah memuat nama saya sebagai peserta lulus seleksi GMB perdana, ketika itu namanya masih Youth Leadership Camp (YLC), belum menjadi Youth Adventure and Youth Leaders Forum (YA&YLF) seperti hari ini. Membuka halaman website http://www.fba.or.id/latar-belakang.html

Saya benar-benar kembali ke masa lalu. Pada laman website, terdapat satu kutipan powerfull yang pernah ditulis oleh inisiator GMB ketika pertama kali merintis GMB. Di halaman latar belakang, paragaraf pertama tertulis: “Bayangkan jika setiap manusia di dunia ini mempunyai pikiran dan berfokus pada pertanyaan “apa yang dapat saya lakukan dan atau apa yang dapat saya berikan sehingga kehidupan saya, kehidupan keluarga saya, lingkungan saya, bangsa dan negara saya dan bumi yang saya tempati bisa menjadi lebih baik setiap harinya. Berpikir dan terus berusaha untuk melakukan sesuatu memberi dan berbagi untuk dirinya dan lingkungan disekitarnya."

Ini spirit GMB tulen. Berbuat sesuatu walau pun terlihat kecil tapi memberikan dampak kepada orang banyak itu lebih baik, dari pada mempertanyakan, mengkritik, mengeluh tanpa solusi. Itulah makna tersembunyi yang saya pahami dari balik kutipan bertenaga diatas. We can’t do everything, but we can do something. Kan ini kata yang kurang lebih memiliki makna serupa, yang menjadi pijakan kita dalam berbuat baik terhadap sesama. “We can’t do everything, but we can do something”, Tagline milist GMB yang sudah sama-sama kita gigit di ujung gigi kita masing-masing. Spirit, inisiatif, panggilan jiwa untuk berbuat sesuatu. Ini juga yang sama-sama kita rasakan, pelan-pelan mulai tertanam pada tiap-tiap diri GMBers.

Di samping mengarusutmakan nilai-nilai berbagi, hal positif lain yang saya rasakan di GMB kita sudah dilatih kepekaan lima indera  dalam menyingkapi persoalan-persoalan yang terjadi sekitar kita. Saya sangat berterimakasih sekali kepada GMB dan para pendukungnya yang berhati cantik. Layaknya terimakasih seorang pasien penyakit akut terhadap seorang dokter spesialis. 

Orang-orang di GMB lewat caranya masing-masing, Inisiator, juga semua GMBer tidak hentinya menyuntikkan semangat positif pada saya, lewat facebook, grup whatapps, teman-teman di milist yang tidak pernah mengenal waktu dan bertanya hari apa.  Saya percaya semua ini akan menjadikan saya tetap hidup dalam kebaikan. Satu lagi: bagi saya  milist GMB itu adalah 'Box of Treasure'.



Salam Berbagi dari provinsi paling barat Indonesia.

Munawar.


GMBers 2014  
Share:

Adnan, Polisi Yang Suka Merepet Di Sepanjang Jalan "Meu Pep-Pep"


Sore ini aku ngopi bareng pak Adnan polisi 'meu pep-pep' (merepet) yang lagi naik daun di kota Banda Aceh. Di meja kopi, aku diceramahin olehnya harus begana begini, bla...bla...bla...bli...bli...bli...

Ceramahnya panjang bingit oi (sepanjang jalan yang menjadi lintasan tugasnya berpatroli di kota Banda Aceh). Repetannya tak ubah senapan mesin. Tapi polisi ini keren loh, dia patroli kemana-mana seorang diri, dia yang menyetir mobil patroli dia juga yang hola-halo menceramahi para pelanggar aturan lalu lintas, repetannya itu ditembakkan lewat toa pengeras suara yang bertengger di atas atap mobil dinas. Menyerbu para pelanggar aturan lalulintas dengan repetannya hingga membuat mereka-mereka yang melanggar itu mati gaya di jalan. Dan yang gak kalah kerennya lagi, polisi meu pep-pep ini kemana- mana patroli gak bawa pistol andalannya.

Sebelum aku pamitan pulang, aku sempat nanya ke si bapak, "Pak, kalau misalkan saya kapan-kapan kena tilang gimana dong, pak?". lantas si bapak dengan tegas menjawab, "Kamu nampakkan saja foto ini!"
Oke, pak !


"Siap Dan ! Thanks atas sarannya.
Share:

Muharram Journalism College (MJC) Sekolah Jurnalistik Pertama Di Aceh



Kebutuhan manusia terhadap suatu informasi menjadi satu hal yang sangat penting. Hal ini dapat kita ketahui bersama, untuk sekarang ini informasi menjadi suatu jalan penuntun hidup manusia untuk mengenal lingkungan dan sekitarnya.  Dengan kata lain tanpa adanya informasi, maka ketika manusia menjalani hari-harinya pasti akan akan menemukan sisi kehidupan dan pengetahuan yang serba hampa.

Ini mengisyaratkan supaya kita haus dan lapar akan informasi. Sebagaimana menurut Willbur Schramm yang dikutip dalam buku Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature karya AS Haris Sumadiria, mendefinisikan, “Informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidak pastian.” Sistem dan cara kerja suatu informasi, tidak membatasi para pengakses untuk mendapatkan informasi tersebut dengan sebanyak-banyaknya. Keberadaan media massa sebagai ruang atau portal penyedia informasi sangat mendukung kita untuk mendapatkan semua itu. Antara media massa dan informasi bagaikan dua sisi mata uang yang saling berdekatan, keduanya memiliki keterkaitan erat satu sama lain. Informasi akan begitu mudah dan cepat tersiar dengan adanaya perantara media massa dan dukungan teknologi yang canggih.

Media pun akan terlihat cacat dan tidak berarti apa-apa apabila tidak ada suatu informasi yang disampaikan kepada publik. saya rasa tidak berlebihan jika kita mengatakan media hadir untuk mempermudah kita dan mempercepat lajunya proses penyampaian informasi hingga sampai kepada sasaran yang dituju. Ada yang kian luput dari pandangan kita bahwa infomasi yang disampaikan begitu kompleks ternyata tidak terjadi begitu saja. Semua itu tidak lepas dari proses komunikasi yang dibangun, kerja sama dan keterkaitan semua unsur komunikasi, adanya komunikator, pesan , media/ alat, dan audiens/ komunikan.

Seiring dengan berkembangnya ilmu komunikasi, maka definisi jurnalistik pun makin berkembang. Hal ini juga sesuai dengan perkembangan media pers. Adinegoro, seorang tokoh pers yang menjadi ikon di kalangan para wartawan, mendefinisikan jurnalistik sebagai kepandaian mengarang untuk memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Disiplin ilmu komunikasi yang melingkupi bidang jurnalistik kini semakin ramai menjadi kajian bersama. Ada beberapa perguruan tinggi yang sudah memiliki kompeten dan memiliki kapasitas ilmu dan dasar kajian, akhir-akhir ini telah menggalang suatu keinginan untuk menghadirkan ilmu jurnalistik masuk kedalam sebuah jurusan, walau terkadang dalam skala kecil lebih diletakkan pada tatanan prodi. Kiranya dengan hadirnya kajian ilmu jurnalistik bisa lebih berperan secara mendalam dan bertahan dalam proses belajar mengajar, jika saja ini dihadirkan di perguruan tinggi.

Meskipun perguruan tinggi menjadi ranah penguatan keberadaan akan pengembangan kajian jurnalistik, bukan berarti dalam perkembangannya pihak perguruan tinggi menolak suatu lembaga kecil untuk mempelajari, meneliti dan mengembangan kajian di bidang jurnalistik. Telah berdiri suatu lembaga pendidikan jurnalistik yang levelnya non formal, yang mencoba menghadirkan secara konsep semi-akademis untuk menekuni disiplin ilmu ini. Hadirnya Muharram Journalism College yang berlokasi di lingkungan kantor AJI Banda Aceh, adalah jawabannya.

"Muharram Journalism College (MJC) merupakan sekolah jurnalistik pertama yang ada di Aceh, mulai diresmikan 22 November 2008 di Banda Aceh. Pada peresmian langsung dilakukan Bekti Nugroho yang mewakili Dewan Pers serta Debra Bucher utusan Development and Peace, lembaga non pemerintah asal Kanada. Nama MJC diambil dari salah satu mantan ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh, Muharram M. Nur dan dia juga bekerja di Tabloid Kontras. Muharram yang menjadi korban tsunami 2004 saat melakukan tugas liputannya yang mengabadikan penjara Kajhu yang hancur akibat gempa. Muharram juga merupakan wartawan yang handal, profesional, berani dan bertanggungjawab." Sumber: Arsip MJC

Terbentuknya sekolah Jurnalis ini akibat pesatnya pertumbuhan industri media di Aceh, hingga mendorong AJI Kota Banda Aceh menggagas atau mendirikan lembaga pendidikan jurnalistik. MJC berupaya mendorong perkembangan media kearah kualitatif demi arus informasi yang lebih ideal. Spesifikasi kurikulum pendidikan MJC berfokus pada peningkatan keahlian, etika serta studi perkembangan dunia jurnalistik. Metodelogi pengajaran selain teori, praktik laboratorium komunikasi juga praktik kerja magang. Targetnya, penyediaan sumber daya jurnalis profesional.
Bukan hanya kemampuan menulis yang dibutuhkan untuk menjadi seorang jurnalis. Untuk itu MJC juga membekali siswa-siswinya dengan pemahanan terhadap etika dan perspektif yang baik, soal bagaimana seharusnya jurnalis dapat berperan dalam segala kondisi yang dihadapi menyangkut isu-isu sensitif yang berkembang di tengah masyarakat. Selain itu peserta didik juga dibekali dengan pemahanan terhadap aturan hukum yang melindungi dan juga bisa mengancam jurnalis dalam melaksanakan tugasnya.

Proses belajar mengajar di Muharram Jornalism college hampir sama dengan aktivitas belajar mengajar yang terjadi di lembaga belajar formal, kuliah dan diploma-diploma. Hanya saja di sekolah ini, melengkapi kesempurnaan sebuah proses belajar mengajar, pihak penyelenggara sekolah sengaja memasukkan praktik internal (Lab) dan praktik eksternal (Magang) kedalam aktivitasnya, disamping belajar teori dari buku-buku yang bersinggungan dengan ilmu jurnalistik. Ilmu jurnalistik tidak statis atau tetap. Disiplin ilmu ini akan selalu berubah, dan terus berkembang seiring kemajuan teknologi yang ada di planet bumi, tempat yang sedang kita singgahi ini. Akan mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan dari kemajuan teknologi dan komunikasi. Sebelum internet akrab dengan dengan kehidupan masyarakat, banyak orang yang tidak mengenal apa yang namanya media online. Namun setelah terjadi upgrading terhadap teori jurnalistik, media online dimasukkan kedalam salah satu media jurnalistik. Seiring itu pula banyak buku-buku jurnalistik bermunculan yang menegaskan media online adalah bagian dari surat tempat penumpahan karya tulis jurnalistik. 

Ada beberapa teknik belajar mengajar yang diadopsi dari perguruan tinggi, seperti yang dilakukan oleh para dosen yang mengajar di universitas negeri maupun swasta. Sebagai contoh, seperti diskusi. Pengajar menyampaikan presentasi materinya, memaparkan apa-apa saja yang menjadi fokus pembahsan. Setelah itu siswa-siswinya diajak untuk terlibat aktif mendiskusikan materi yang telah disampaikan. Selama proses belajar berlangsung, para siswa-siswi akan di didik oleh para praktisi jurnalis yang sangat berpengalaman. Pihak penyelenggara pendidikan sengaja mendatangkan pemateri-pemateri dari berbagai elemen, asosiasi dan organisasi, mulai dari wartawan, praktisi Hukum dan HAM, wawasan tindak pidana korupsi, serta jurnalisme damai dan kebencanaan. Calon wartawan harus tanggap atas setiap urusan yang dekat dengan kehidupan masyarakat, tidak semata-mata mencari berita tetapi  harus juga memahami kehidupan sekitar.

Memiliki wawasan yang begitu rinci tentang kehidupan masyarakat sekitar, merupakan suatu tuntutan yang harus dijalankan oleh jurnalis dan calon jurnalis. Seorang calon wartawan harus peka terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat yang tiada batasnya. Mengapa dalam proses belajar mengajar pihak MJC memasukkan materi tentang isu-isu kemasyarakatan. Jawabannya adalah karena wartawan adalah pelayan publik yang menjadi perantara masyarakat dalam memperoleh informasi setiap harinya. Di samping itu juga, satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah seorang wartawan, selain menyandang status sebagai seorang jurnalis, dia sendiri juga sebagai masyarakat. Oleh karena itu sudah sewajarnya mendapat pemahaman yang begitu komprehensif.

"Untuk mendidik wartawan-wartawan maupun calon wartawan, pihak Muharram Journalism College menyiapkan tenaga pengajar jurnalis yang berkapasitas profesional maupun praktisi media tingkat nasional dan juga lokal. Sejak berdiri, pengajar MJC terdiri atas jurnalis senior di Banda Aceh dan dosen tamu dari Jakarta. Tercatat, Dandhy Dwi Laksono (penulis buku “Jurnalisme Investigasi), Farid Gaban (penulis dan mantan Redaktur Eksekutif Tempo), Ahmad Arif (wartawan Kompas, penulis buku “Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme), Ahmad Junaidi (The Jakarta Post), Nezar Patria (Redaktur Pelaksana Vivanews.com, mantan Ketua AJI Indonesia), Eko Maryadi (Ketua AJI Indonesia), Bekti Nugroho (Dewan Pers), Anggara (Ketua Badan Pengurus ICJRI), Imam Wahyudi (IJTI, wartawan senior), Edy Suprapto (AJI Indonesia, wartawan senior), dan Winuranto Adhi (AJI Indonesia), pernah mengajar di MJC." Sumber: Website AJI Banda Aceh dan Arsip MJC
Harapannya, dengan dihadirkannya tenaga-tenaga pengajar profesional tersebut semua rasa keawaman siswa-siswi terjawab dan menemukan titik terang.

***
Berdirinya Muharram Journalism College telah memberikan manfaat positif kepada masyarakat khususnya bagi remaja kota Banda Aceh. Saat ini Muharram Journalism college menjadi satu-satunya wadah untuk mendalami keilmuan bidang jurnalistik. Muharram Journalism College menjadi pilihan Dikarenakan metode dan kurikulum yang diterapkan disana berbeda dengan pendidikan formal, tidak hanya itu para mahasiswanya pun mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan semua ilmu yang didapatkan di bangku kuliah juga pada saat mereka dimagangkan.

Magang? 
Nah ini yang menarik.

Pihak Muharram Journalim College juga menerapkan kerja magang untuk siswa-siswinya. Penting untuk diketahui, durasi atau lamanya belajar di muharram journalism college, itu enam bulan penuh. Empat bulan siswa-siswi akan belajar di ruang belajar MJC dan dua bulan lagi akan dihabiskan untuk waktu magang dan menyelesaikan tugas akhir, sesuai dengan jurusan yang mereka pilih.
Magang biasanya diakan di bulan bulan kelima masa belajar. Di bulan ini, beberapa siswa-siswi akan dimagangkan ke luar dari gedung (sekolah) MJC. Atau lebih tepatnya mereka akan diantar ke kantor-kantor industri media lokal dan nasional yang telah ditentukan pihak sekolah. Sebelum proses penempatan magang, peserta didik sudah lebih dulu mengikuti midtes dan final tes. lewat hasil penilain inilah akan ditentukan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan kesempatan kerja magang di Industri media.

Hari pertama peserta magang akan bekenalan dengan kru-kru kerja di tempat mereka magang. Juga menjumpai direktur industri media untuk memperkenlakan keberadaan mereka selama satu bulan ke depan. Hari-hari setelah itu, para peserta magang akan berbaur bersama awak media. Masuk pagi, mengikuti rapat redaksi dan menentukan target pemberitaan. Selama magang mereka layaknya awak media yang sedang bekerja di salah satu media.

Mereka boleh membawa pulang berita, menggunakan perangkat kerja seperti kamera video, kamera foto, dan juga berkesempatan untuk menayangkan berita hasil luputan dan temuan mereka masing-masing di lapangan saat proses liputan atau reportase. Tentunya setelah mendapatkan proses penyaringan dan diskusi dengan redaktur. Seperti itulah setiap harinya, bekerja layaknya wartawan sungguhan, selama satu bulan penuh. “Pantang pulang, tanpa membawa pulang berita,” itulah semboyan awak magang, persis seperti sifat dan tututan kerja dari seorang jurnalis betulan. Semua ini dilakukan dan diikutsertakan supaya mereka para siswa-siswi yang selama ini telah menempuh studi, tahu dan mampu merasakan, bagaimana menjadi wartawan sungguhan dalam menjalankan tugasnya menjadi seorang jurnalis. Mereka yang mendapat kesempatan magang dituntut supaya benar-benar bisa memanfaatkan momentum ini sebaik mungkin. Karena di siinilah tempat mereka bermain. “Iya, bermain dengan dunia pilihan mereka masing-masing”.


Demo Anti Kekerasan Terhadap Wartawan (Bareng Guru-Guru Di MJC Dan Para Awak Media

  
 




Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages