Saya pikir, bukannya tidak ada wanita
yang bisa sukses dengan dunia bisnisnya,
banyak malah. Mungkin sore itu saya hanya kebetulan saja bertemu dan
berkesempatan mendengar presentasi dari seorang laki-laki. Baiklah, karena yang
saya lihat sore itu adalah potongan seorang lelaki sukses, jadi saya akan
bercerita tentang lelaki yang sedang berbicara diatas panggung, kala itu.
Lelaki ini tidak ganteng-ganteng amat, postur tubuhnya tinggi besar bahunya
lebar seperti kebanyakan laki-laki, berambut ikal, mengenakan kemeja sederhana
lengkap dengan satu selipan pulpen disaku kiri ala rektor di film 3 Idiot.
Sekilas memang sulit untuk dikenali
kalau ternyata dia Leadernya. Kalau saja bukan dia yang jadi 'Pembicara' sore
itu pastinya saya akan mengira, "Lelaki ini hanyalah seorang audien yang
warna kemejanya sedikit lebih cerah dari kemeja saya." Huuu, begitulah
asumsi yang lahir akibat dari pandainya dia menyembunyikan penampilannya.
"Bekerja keras beberapa tahun
untuk menikmati hasil selama-lamanya." Motto hidup yang pendek tapi
bertenaga ini saya dengar sendiri diucapakan seorang Leader (sebutan yang
mereka berikan) saat saya diberi kesempatan untuk mendengarkan presentasi salah
seorang pebisnis MLM (Multi Level Marketing), boleh dikatakan dia ini sudah
sukses dengan bisnisnya. Betapa tidak, diusianya yang masih muda dia sudah
berduit banyak, sudah naikin haji orang tuanya, dan baru saja menggondol satu
mobil berkelas. Semua capaian-capaiannya itu diperlihatkan lewat slide-slide
yang berlalu lalang di dua layar LCD berukuran setengah layar bioskop.
Saya iseng coba membandingkan apa yang
telah saya dapat dengan capaian-capaian si leader muda tadi. Namun, yang bisa
kukatakan dalam hati ialah, "Oh mama ampuni aku, bulan ini aku harus minta
lagi uang sama mama buat beliin ban motor yang kedua kalinya meletus, akibat
sering kelamaan kejemur di parkiran yang tak beratap. Ini menandakan saya belum
mandiri masih terikat finansial dengan orang tua. Jauh sekali perbandingannya
dengan si Leader tadi, aku tertunduk malu gara-gara keisengen ini.
Setelah MC mempersilahkan lelaki ini
naik ke atas panggung, banyak audien yang berdiri melihat kesana kemari,
merubah posisi duduk mereka alias tidak bisa diam seperti cacing ditaruh diatas
genteng jam 12 siang. Ya namanya juga orang penasaran pengan ketemu sama bos
(Leader). Semua pandangan para audien langsung tertuju ke deretan sofa paling
depan, melihat-lihat siapa diantara orang yang bejas, berdasi licin itu akan
naik keatas panggung? Dikiranya yang dipanggil MC tadi ada dibarisan sofa
paling depan. "Yang toeh ile, peu nye jeh yang sipatu meukilat-kilat
jeh." Saya mendengar ada bisikan-bisikan halus para audien dalam bahasa
Tahailad, ada juga yang mendesis, "ssssss, bek karu hai!"
Sekali lagi maklum, seperti yang kita
tahu, kebanyakan calon anggota MLM itu berasal dari berbagai profesi, mulai
dari tukang jualan, ibu rumah tangga, sampai anak kuliahan. Konon katanya lagi
ada juga sebagaian orang kantoran yang kemakan bujukan untuk ikutan join di
bisnis ini. Ya begitulah kondisinya kalau audien yang hadir banyak dari luar
daerah, mereka akan bertutur sesama dengan bahasa daerah mereka sendiri,
seperti bahasa Tahailand tadi. "Yang toeh ile, peu nye jeh yang sipatu
meukilat-kilat jeh."
Bagaimana saya bisa sampai ke acara
ini? Cara saya sampai bisa mengikuti presentasi yang menurut mereka wow ini.
Pertama, saya memang tidak tahu kalau saya sedang diprospek untuk menjadi
member, dalam dunia bisnis MLM disebut down line. Kedua, yang mendorong saya
mau menghadiri acara tersebut karena untuk kesana saya tidak mengeluarkan uang
sepeserpun (kalau diminta duit, udah jelas-jelas saya tolak).
Percayalah saya diuandang kesana dan
diperlakukan seperti tamu spesial. Salah seorang member bisnis ini yang
belakangan saya tahu dia sedang memprospek saya memberikan saya selembar
undangan gratis, supaya bisa menembus penjagaan dipintu masuk acara. Siapa yang
gak mau kalau perlakuannya seperti ini semuanya serba free. Kalau istilah trendnya 'sudah dikasih makan
disupin lagi'. Acara presentasi yang saya hadiri ini lumayan berkelas diantara
presentasi-presentasi lain. Jadi dalam MLM ini kayaknya ada beberapa level
presentasi; mingguan, bulanan, dan yang terakhir kalau tidak salah yang saya
hadiri ini. Kalian tahu berapa harga tiketnya? Hmmm, kalau diuangkan mungkin
harga tiketnya seharga satu pasang sandal 'Ardiles' yang kelas menengah.
Saya benar-benar kagum sama
member-member bisnis tersebut, mata saya sempat berkaca-kaca, tapi tidak sampai
mengumpulkan air mata lalu mengeluarkannya dengan menangis. tidak, tidak...!
Tapi hanya sebatas berkaca-kaca saja. Karena saya membayangkan, kalau saja saya
bisa seperti si leader tadi, sudah pasti uang kuliah gak harus dikirimin lagi
setiap bulannya sama orang tua yang PNS itu, punya pendapatan bulanan yang
lebih dari cukup, dan suatu saat kelak kalau saya sudah memiliki keinginan
untuk menikah, saya tidak harus minta dikumpulkan mahar sama dua orang PNS yang
suatu saat bakal pensiun itu.
Apalagi saya sanggup menaikkan haji
kedua orang tua saya, wooow. Dari membayangkan saja saya sudah merinding,
terharu, apalagi itu sampai beneran terjadi, pasti si Muna keren banget dah
sebagai anak, pasti jadi buah bibir. "si Muna itu tu yang sudah menaikkan
haji orang tuanya, itu loh putra dari bapak... dan ibu..... wiiih, pasti
bakalan bangga orang tua saya telah melahirkan anak yang mampu menghajikan
orang tuanya. Nah, lalulintas angan-angan yang seperti itulah yang membuat mata
saya berkaca-kaca.
Saat orang bertepuk tangan saya juga
ikutan memberi tepukan, keras lagi...! Orang berjingkrak-jingkrak diatas kursi
dibawah alunan musik yang membakar semangat "Final The Cut down", aku
juga ikutan jingkrak-jingkrak. Kata si leader diatas panggung, "Orang sukses
harus memperlihatkan semangat sukses yang sama saat sebelum dan setelah ia
sukses, dengan cara fuul spirit."
Setelah keluar dari acara yang wah
itu, sambil pulang saya berandai-andai, kalau saja saya terus-terusan mendapat
persuasif yang begitu tertata rapih dan mewah seperti sore ini, bisa-bisa saya
akan terpengaruh untuk mengambil keputusan join bersama mereka.
Cuma belakangan saya tersadar, mungkin
bagi orang lain mudah menjalani bisnis ini, tapi tidak dengan saya. saya selaku
orang yang cepat menyerah dan tidak memiliki semnagat juang yang menggebu
seperti leader itu, tentunya lebih baik memilih untuk tidak join, bukan karena
saya menganggap bisnis ini jelek, sama sekali tidak, saya hanya merasa tidak
sesuai saja dengan potongan manusia mahasiswa seperti saya.
Kalau jadi saya join, sebagai kerja
awal saya harus... kemudian yang berbuntut pada bagaimana mengajak orang-orang
terdekat saya, menghubungi kembali teman-teman yang pernah saya kenal sejak SD
dulu hingga sekarang untuk bisa menggaet mereka menghadiri acara serupa guna
mendengarkan wejangan-wejangan leader seperti yang sudah saya lakukan. Yang
pasti tiketnya tidak gratis lagi, sudah pasti saya juga harus ikut membujuk
target saya untuk membeli tiket yang barangkali harganya tidak lagi seharga
sandal Ardiles kelas menengah yang pernah saya peroleh.
"Arhhh, capek ahhh, apalagi
mempromosi... kayak tukang jual.... nggak jadi ahhhh!".
belum selesai, owh kalau begitu komennya juga saya tunda, Munawar :D
BalasHapusSaya juga kurang cocok sama bisnis MLM, karena saya bukan orang yang tangguh, dan sedikit pemalu jika memprospek orang lain, hahaa
BalasHapusMana lanjutannya, Munawaaar?
BalasHapus#ecek2nunggutayangansinetron
@kak Eky, iya kak, ini bukan lagi jaman MLM atau apalah namnyanya (bagi saya). saya juga malas kalau kerjaan hari-hari cuman ngajak dan nge-prospek orang orang buat dengerin presentasi sampaek jadi downline. Kesan MLM sekarang ini sudah lain. Kita yang pasti-pasti ajalah yaw :)
BalasHapusbg azhar dan ade, antum yg sabar yaaaa... lanjutannya akan segera tayang kok, khuk...
BalasHapusbikin penasaran! Tulisannya memang menarik pembaca Mas... Makasih karena dg tulisan ini, pembaca bisa mendapat wacana baru.
BalasHapusciee, yang akhirnya pny blog jg! bravo bg muna! :D
BalasHapus