Seperti yang sering disampaikan
pimpinan yayasan sebelumnya, bahwa kantor ini merupakan tempat berkumpulnya
orang-orang yang berbeda latar belakang pendidikan, profesi, daerah atau bahkan
beda negara asal. Memang begitu adanya, sejak dari pertama kantor ini didirikan
sudah banyak sekali orang-orang yang kian datang lalu pergi. Kantor Forum
Bangun Aceh (FBA) didirikan pada 17 Maret 2005, usianya sekarang mencapai lebih
dari sepuluh tahun. Dari rentang waktu yang lumayan panjang tersebut FBA telah
menerima dan melepaskan puluhan Volunteer, termasuk di dalamnya volunteer dari
luar negeri. Boleh memiliki tapi bukan berarti tidak rela untuk melepaskan,
bukan? Seperti sosok seorang perempuan
yang ingin saya ceritakan dalam postingan ini, yang beberapa hari lalu telah
kembali ke negera asal studinya.
'Tapi disini saya tidak bercerita
detail tentang perjalanan study seorang perempuan dan sepak terjangnya di dunia
pendidikan, lebih kepada ‘Apa yang saya ingat tentangnya selama berada disini'.
Kate, itu adalah sebuah nama panggilan
dan dengan nama itu ia baru akan menoleh kalau dipanggil. Lengkapnya: ada
tambahan kata ‘Mannrs’ setelah Kate, jadinya ‘Kate Mannrs’. Tumbuh dan besar di
Selatan Inggris, Kate menamatkan S1 di Manchester University lalu ia
melanjutkan study masternya ke University of Amsterdam, Netherland. Universitas
di Amsterdam inilah yang kemudian menerbangkannya ke Banda Aceh untuk sebuah tugas mulia yaitu
mengadakan penelitian menyangkut tema
thesis masternya yang berbicara tentang manajemen pendidikan. Selain
statusnya sebagai seorang peneliti, selama berada di Banda Aceh Kate juga
didapuk menjadi salah seorang volunteer. Kantor ini menyediakan workstation untuknya, sebuah
space tempat dia mengerjakan tugas-tugas riset juga sekalian bekerja untuk
statusnya sebagai seorang volunteer. Disini dia diperlakukan layaknya
volunteer-volunteer lain dan para staf di kantor ini. Tidak jarang Kate sering
diajak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan FBA seperti Rumoeh Belajar. FBA itu
sendiri merupakan singkatan dari Forum Bangun Aceh, nama sebuah NGO lokal yang
ada di Banda Aceh.
***
Tapi sekarang nona ini sudah kembali
ke Amsterdam, mungkin masih dalam hitungan hari atau minggu ia berada disana.
Ketahuan! Sebab semalam dari sekian banyak photo-photo “Parade Anti Bang Wahab”
yang masih bergantian hilir-mudik di Beranda Facebook saya, salahsatu photo
yang menarik perhatian adalah unggahan photo dari Kate Mannrs. Photo itu
berbicara dia sedang duduk di suatu tempat, menikmati secangkir suguhan minuman
dan cemilan seadanya. Sepertinya itu di depan sebuah halaman hunian mewah di
dekat kampusnya. Dengan keterangan photo yang mengatakan, “Aku kembali, Hallo
Amsterdam..” Wah rupanya dia sudah sampai.
Kurang dari empat bulan Kate berada di
Banda Aceh, dia tinggal di sebuah hunian yang berada di komplek perumahan Villa Citra, jaraknya tidak jauh
dari pusat kota Banda Aceh. Ketika dia baru-baru sampai di Banda Aceh hanya
kata ‘Panas’ yang pertama kali digunakannya untuk menggambarkan suasana kota
ini dalam postingan blog Wordpressnya. Panas dengan cuaca ya kawan bukan dengan
hal yang lain. Di minggu-minggu pertama keberadaan ‘Kate’ di Banda Aceh dia sering menggunakan
jasa abang becak dan abang ojek khusus yang bisa berbahasa Inggris saat
bepergian. Tidak bisa saya pastikan apakah abang ojek itu keseharinnya memang
menjalani profesi sebagai abang ojek, atau ‘Tour Guide’ sekaligus abang ojek.
Atau biar keren deh kita kasih nama aja Transporter. *Kok jadi ingat film Jason
Statham yak :) Dimakalumin aja, kerja saya cuma nonton sama download film
doang.
Bagaimana dia berinteraksi selama
disini terutama dalam menggunakan bahasa lisannya. Katakanlah ketika dia harus berkomunikasi
dengan abang becak misalnya? Sekali waktu pernah saya tanyakan, dengan
tersendat dan membingungkan Kate dalam memahami bahasa Inggris saya, mucullah
satu pertanyaan, “Kate, bagaimana kamu berbicara dengan abang becak, misalnya
saat menanyakan ongkos, ketika kamu mengeluarkan duit dari dempet bagaimana
kamu tahu itu bayarannya sudah cukup atau belum, kan kamu baru-baru disini?
Note: Ingat ya dalam tulisan ini yang bisa bahasa Inggris itu cuma abang ojek,
abang becak kagak. (kesannya kurang sopan
ya pakek kamu, tapi kan dalam bahasa Inggris itu semuanya pakek ‘You’ tanpa
memandang usia).
Dengan slownya, “Take it easy,” kata
dia, Kate melanjutkan, “Aku hanya mengeluarkan bilangan uang lima ribuan kadang
lembaran uang seribuan dari dompetku, nanti kalau angka ongkosnnya sudah cukup
si abang becak biasanya akan mengatakan ‘Stop’ atau sedikit bergumam seakan
memberi pertanda bahwa itu duitnya sudah cukup, nyonya..” Whooo..! “Lalu bagaimana kalau abang becak tidak
mengatakan Stop dan kamu terus mengeluarkan isi dompetmu, Kate?” Hehe, Kate
tidak menjawab apa-apa, dia hanya meninggalkan gelengan dengan mata sedikit
terbelalak dan sepotong senyum manis , persis seperti dalam photo ini.
Kemanapun tempat berjarak yang ingin
dia tuju Kate sering menggunakan dua jasa tranportasi darat tersebut: abang
ojek khusus yang ‘fluent’ bahasa Inggrisnya, yang siap menerima SMS kapanpun
dipanggil nyonya dan jasa abang becak. Ketika ia berniat keliling-keliling kota
misalnya, ingin menuju ke tempat dimana ia bisa memperoleh data-data
penelitian, mengunjungi tempat-tempat wisata, situs-situs tsunami dan
tempat-tempat bersejarah yang ada di Banda Aceh, Kate mengandalkan dua jasa
transportasi tersebut.
Jelang weekend, Kate sering
menghabiskan waktunya untuk menikmati lembutnya pasir pantai, tingginya
gelombang ombak dan hangatnya sinar matahari diatas langit pantai Lhoknga,
Lampuuk, Sabang bersama genknya yang sama-sama pendatang yang dikenalinya di
kota ini. Menyenangi pantai dengan lautnya, ombak dengan surfingnya, bukan
berarti dia tidak menyenangi pegunungan dengan warna hijaunya, batu dengan
gioknya, ahhh mungkin saya saja yang kurang ‘Stalking ke akun media sosial dan
jarang mengikuti isi postingan blognya di https://wisetotheworld.wordpress.com/
*Ccieee... keppoin bulek dia..
Memasuki bulan-bulan ke dua, setelah
dia sedikit menguasai rute jalan pulang dari tempat meneliti menuju rumahnya,
baru dia terpikir untuk memiliki sebuah sepeda motor demi kelancaran urusan
tranportasi dan keperluan risetnya. Signal ini terlihat ketika Kate sekilas
menceritakan ke saya soal pertimbangnya untuk memiliki sepeda motor. Kira-kira
seminggu lamanya setelah rencana itu disampaikan, besok siangnya satu matic
second berspion dua telah menambah jumlah sepeda motor yang mengisi area parkir
halaman kantor FBA.
Seiring keberadaannya yang sudah
memasuki usia bulanan, rasa ingin tahunya terhadap Bahasa Indonesia pun mulai
muncul. Hingga akhirnya dia meminta seorang staf kantor untuk mencarikannya
seorang guru private Belajar bahasa Indonesia. Ini dilakukan mengingat
kebutuhannya dalam memperoleh data-data penelitian saat mewawancarai langsung
subjek penelitian, terlebih kalau Kate harus mewawancarai orang yang non
akademisi yang mengharuskannya bercakap dalam bahasa Indonesia.
Durasi waktu yang kurang dari dua
bulan bukanlah waktu yang cukup bagi seorang Kate Mannrs untuk belajar
bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Kita saja yang sudah puluhan tahun
lamanya belajar bahasa Inggris belum bisa-bisa sampai sekarang, ya gak?
Bayangkan: tiga tahun di SMP, tiga tahun di SMA ditambah lagi dengan lebih dari
empat tahun atau delapan semester kita belajar bahasa Inggris di kampus, plus
di tempat-tempat kursus, tapi belum bisa-bisa sampai malam ini. Itu hitungan
yang saya pakai adalah kurun waktu belajar bahasa Inggris pada masa kita
dahuulu (yang kelahiran tahun 80 an), karena kalau masa sekarang di bangku SD
bahkan sejak usia PAUD pun siswa-siswi sudah dicecokin materi Bahasa Inggris di
sekolahnya.
Tapi dalam waktu yang sangat singkat
itu Kate sudah menghafal beberapa ungkapan Excuise, greeting, dan
ungkapan-ungkapan umum dalam bahasa Indonesa. Misal, saat hari-hari giliran dia
pergi ke kantor disela-sela waktu kosong saya sering iseng memintanya untuk
melakukan “muraja’ah kata-kata” dalam bahasa Indonesia, betapa jahatnya saya.
Sama dengan standar kita belajar bahasa Inggris dulu, tahu sendirikan bagaimana
ketika baru-baru belajar bahasa Inggris; kita sering menghafal yang
ringan-ringan dulu seperti alat tulis kantor (ATK), anggota tubuh, alat-alat
bekerja, menghitung, melafal A-B-C, begitu juga yang saya lakukan pada Kate
Mannrs.
***
Hari syukuran yang diwarnai dengan
bakar-bakar ikan atas pengukuhan gelar ‘Prof’ bagi Ibu Eka Srimulyani yang
diadakan di kantor Forum Bangun Aceh (FBA) adalah hari terakhir saya berjumpa
Kate Mannrs dan dihari itu juga photo ini diambil. Courtesy photo: DR
Syaifullah Muhammad, terimakasih atas photo kerennya, pak Syai. Sore itu masih
sempat-sempatnya saya mengetes sejauhmana penguasaan Kate terhadap kata-kata
dalam bahasa Indonesia. Setelah mati-matian dipaksa, hanya dua patah kata yang
keluar dari mulut Kate, "Se..selamaat sore dan teerimakasih
banyak..." Pelan-pelan matahari mulai meredup,
lima belas menit kemudian azan magrib berkumandang di seantero Banda Aceh.
Itulah sore terakhir saya dengan Kate.
***
Dia mau balik ke Amsterdam, lalu
bagaimana dengan nasib motornya? Jelang hari kepulangan Kate ke Amsterdam saya
lupa menanyakan, seharusnya saya tanyakan kejelasannya, “Kate, mau kamu
kemanakan itu motor, kan kamu mau balik ni...”
Entahlah, mungkin telah dijualnya ke
toko online populer tempat jual barang-barang bekas itu? Kalau digadaikan tidak
mungkin karena itu akan membuatnya harus kembali ke Aceh untuk mengambil motor
setelah masa jatuh tempo. Kali aja sudah diwakafkan ke panti asuhan? Sudah
dijual kiloan di pasar lowak mungkin? Atau dihadiahi kepada seseorang???
“I don’t know exactly,” yang pasti
motor itu tidak mungkin diajak tengger-tenggeran di body pesawat yang mau
terbang ke Amsterdam.
Kehadiran Kate yang tidak setiap
harinya di kantor ini, telah memberikan nuansa baru sekaligus pemicu bagi saya
untuk beranggapan bahwa ‘Hidup Itu Enggak Asik Banget Kalau Hanya Menetap
Disitu-Situ Aja’. Setelah saya pikir-pikir, untuk mewujudkan itu, bagi saya
tidak ada pilihan lain selain menjadi Seorang jutawan pengusaha ‘Batu Giok’
yang tokonya sudah ada di banyak tempat, banyak uang dan bisa terbang kemana
saja dengan sesuka hati.
Tapi sepertinya itu tidak mungkin.
Tinggal satu pilihan yang saya miliki, pilihan itu datang dari pemerintah
Indonesia: Gak ada cara lain selain supaya saya bisa seperti Kate Mannrs saya
harus merebut beasiswa..! Haha...saya terbahak setelah mendengarkan tawaran
pilihan yang datang dari pemerintah Indonesia itu lewat program-program
Beasiswa S2 ke luar negeri. Karena saya sadar “angka” saya belum cukup untuk
kesana. Yang ini saya juga kurang yakin bisa direbut. Tapi kata almarhum nenek
saya, dengan suara yang amat berat, tercekat dalam tenggorokan, si nenek
menyemangati, "Tapi itu bisa diperjuangkan cucuku..!" #Gangbatte,
Aza za Fighting….
Satu hal lagi yang saya ingat dari
nona Kate adalah: Yaaa betul sekali, karena dia warga negara berkebangsaan
Inggris sudah barang tentu aksen Inggris Britisnya yang masih terngiang-ngiang
sampai sekarang. Terkadang selama dia di kantor, setiap kali Kate berbicara
saya sering meminta untuk mengulanginya beberapa kali... ”Hah,,, what,,,
Excuise me, can you repeat...” Mungkin kalau dia sudah jago bahasa Indonesia
bisa-bisa saya kena semprot," Kamu ini hah, hoh, hah, hoh terus dari
tadi..! *Abis minta di-repeat muluuu sih... Sebelum kedatangan Kate terbiasa cuma
sering main di “Little little I can, morning-morning drink coffee black, no but
is is (Read Aceh: Gak ada kerjaan tidur-tiduran aja).
Lha tiba-tiba masuk seorang bulek yang
bahasa Inggrisnya pakek aksen British, (Peu bala nyoe..? Asing di telinga dan
belum pernah di dengar saking kupernya saya. Yang bisa dipahami cuma kata
“Hiii, hallo, dan see you ...” Sekiranya dia berbicara sedikit lama, mungkin
yang bisa saya pahami hanya salam penutup: Thank you and I will see you. Gimana
gak kelabakan...
Saya masih ingat ketika beberapa bulan
lalu kantor FBA baru panen Alfukat, kate diajak salah seorang staf untuk melihat-lihat
taman di belakang kantor. Langkahnya terhenti di bawah pohon Alfukat yang baru
saja panen. Disitu Kate berbicara dengan seorang staff yang jago bahasa
Inggris, panggilan akrab saya ke abang itu bang Asnawi. Pembicaraan mereka
tentang seluk beluk alfukat dikemas dalam dua aksen bahasa Inggris. Dua orang
hebat terus mengobrol, yang satu menggunakan Inggris British yang satunya lagi
Inggris Amerika. Sumpah itu sangat menarik untuk diikuti kalau sekiranya bisa
saya mengerti. Tidak mau kalau hanya jadi pendengar, tanpa sepengatahuan
mereka, sebagai bahan materi belajar ‘Speaking” diam-diam saya merekam obrolan
yang berlangsung dibawah pokok Alfukat siang itu, dan kabar gembiranya sampai
malam ini masih tersimpan di gadget. Pardon me...
Nah, biasanya sebelum istirahat
rekaman itu saya putar kembali sebagai materi pengantar tidur terbaru dari
sebelumnya, terkadang sering iseng coba meniru logat Britishnya Kate sekaligus
untuk mengenang dia agar tetap ada dan selalu hidup dalam ingatan saya.
Inilah hal-hal ringan yang saya ingat
dari seorang Kate Mannrs yang pernah saya kenali selama dia berada di Banda
Aceh.
Ya sudah, Kawan, panjang banget
ceritanya yaa,
Yo wes tak akhiri sekarang juga
yaaa..! Saya sudahi saja ngelantur ini. Buat nona Kate Mannrs yang sudah pulang
ke Negara asal studinya, saya ucapkan “Selamat menikmati hari-harimu yang indah
di Amsterdam, dan kalau kamu ingin
menceritakan Banda Aceh ke teman-temanmu, Pliiis… ceritalah yang baik-baiknya
saja yaaa. Hehe, semoga urusan studimu langgeng sampai kamu diwisuda yang ke
dua sebagai sorang Master."
Tulisan ini saya persembahkan untuk
Kate Mannrs yang belum bisa bahasa Indonesia :)
Banda Aceh, 13 September 2015